***
Buku kecil ber-halaman banyak itu adalah buku kesukaan Devan. itu adalah sesuatu berharga milik Devan setelah sosok ibu. sejak kecil Devan hanya selalu di temani dengan kesendirian dan di samping itu buku diary kecil ini selalu hadir dan selalu ada di samping Devan. setiap Devan sedih atau bosan. Devan selalu mengambar disini. mencurahkan segalanya pada diary kecil ini.
Melalui seni-lah Devan bisa berkomunikasi. Devan membuka buku diary kecilnya itu. membuka halaman demi halaman kertas kecil yang perlahan menampilkan gambar gambar cantik sederhana penuh perasaan disana. setiap gambar memenuhi setiap sudut lembaran kertas. Gambar gambar tersebut digambarkan dengan sepenuh hati oleh Devan. Devan mengarahkan jari jemarinya merasakan goresan pena tipis yang membentuk lukisan indah tak bernama disana. Devan bisa merasakan nya. merasakan bagaimana hidupnya gambar gambar yang ia buat.
Devan mulai mengambil pensil dan mengambar di atas meja belajar di kamar asrama miliknya. tidak ada yang tau karena mereka semua langsung pergi bersenang-senang usai sekolah. meninggalkan Devan seorang diri di kelas dan pulang sekolah. mereka hanya memperlakukan Devan seperti mainan belaka. jadi Devan tidak perlu merasa khawatir saat bel pulang sekolah berbunyi. dia "bebas" saat itu. bebas dari orang orang lainnya.
Devan mengores pensilnya secara perlahan dan mulai mengambar sketsa gambar yang ia pikirkan saat ini. mengambar acak lalu mulai menarik garis tegas yang menunjukkan awalan gambar miliknya. lalu ia mulai mengores secara perlahan garis hitam penunjuk warna sederhana disana. Devan selesai mengambar. melihat dan tersenyum miris saat melihat gambar tentang wanita manis di atas lembaran kertas ke sekian miliknya itu. Devan meletakkan pensil miliknya itu perlahan.
"maaf...karena aku" ringis Devan perlahan mengelus gambarnya itu. ia mengelus rambut panjang yang tampak begitu indah disana. karena dirinya, gadis tidak bersalah itu kehilangan rambutnya. Devan melihat ke arah gambarnya itu. dia tampak begitu cantik dan bercahaya dan dalam sekejap semua itu berubah. 'Hilang' seketika. dan itu semua adalah kesalahannya.
***
Devan melangkah keluar kelas saat pelajaran olahraga. melewati kelas gadis itu disebelahnya. tampak salah satu kursi yang kosong disana. dan beberapa rumor yang beredar saat Devan melintas disana. Devan bisa melihat bagaimana kursi itu kosong tanpa penghuni disana. tanpa gadis itu. dan tatapan anak anak sekelasnya yang kini menatap Devan dengan tajam. dan berbagai kata yang mulai keluar berbisik pelan agar tidak terdengar.
"hei lihat dia itu kan yang telah melakukan hal keji pada *** itu?" ejek salah satu anak yang sengaja menunjuk Devan guna mengejek.
"iya kejam sekali. hanya karena ia tampan. tapi memang ya kelakuan anak yang gak jelas itu busuk sekali!" tukas anak lainnya. dan guru yang mengajar hanya membiarkannya saja.
"karena dia kasihan kali. *** tidak mau lagi masuk kesekolah dan hanya diam di rumahnya" sahut anak perempuan lainnya. dia menatap iba pada kursi kosong di belakangnya itu.
"sudah beberapa hari ya?, ih bagaimana ini. apa dia gak di laporin ke sekolah?" sahut anak lainnya yang sedang ikutan mengobrol di pojok kelas lainnya.
"tidak, tidak katanya dia adalah anak yang memiliki prestasi. jadi mereka mengabaikannya" ketus salah satu anak laki laki menangapi. dan menatap jijik kearah Devan yang hanya diam disana. menunggu giliran masuk ke WC.
"cih menjijikan!, pintar pintar kelakuannya kayak binatang saja!" katanya dengan tatapan merendahkan Devan membuat Devan terdiam.
"pssst dia dengar loh"
"biarin!. biar dia tau!"
Devan bisa mendengar semuanya. bagaimana semua kebohongan itu terucap dari satu orang ke orang lainnya dan terus menyebar tanpa bisa di kendalikan. tidak ada yang di pihaknya. Devan tidak tau kenapa rumor bohong itu bisa beredar. padahal bukan dia yang menganiaya gadis itu. bukan dirinya. tapi hanya dirinya yang mendapatkan semua penghinaan ini. sekarang bukan hanya satu kelas. melainkan seluruh sekolah dan murid lainnya yang akan membencinya karena hal itu. dan dia hanya bisa menerima semua itu.
***
Devan melangkahkan kaki ke arah dalam kelas usai pelajaran olahraga dan dimana Devan hanya sendirian. Devan masuk ke dalam kelas itu. Sepi, tidak seperti biasanya. Devan tidak mau ambil pusing , sudah biasa baginya kalau di kelas tidak ada siapa siapa selain dirinya sendiri. lebih baik waktu singkat ini ia gunakan untuk beristirahat. waktu olahraga adalah waktu yang paling menyusahkan bagi Devan karena tubuhnya lemah. Devan juga tidak boleh terkena sinar matahari terlalu lama. sehingga Devan hanya bisa duduk dan mengamati teman teman sekelasnya asyik berolahraga disana.
Devan masuk dan duduk di kursinya yang terdapat di depan. merapikan barang barangnya dan ia berhenti seketika. matanya tampak bingung dan kini kedua tangannya mulai mencari barang yang biasanya ada disini. sama sekali tidak ada. Devan yang biasanya tenang kini mulai panik. ia menunduk dan sekali lagi mengaduk lacinya itu. kedua matanya tampak cemas. dan dadanya mendadak berdetak terlalu cepat sehingga Devan mulai merasakan sesak nafas yang menyiksa.
"ha..haa..dia..diary ku" ringis Devan cemas. ia benar benar takut saat benda itu tidak ada di tempatnya. padahal ia selalu meletakkannya tersembunyi. tapi, sekarang itu tidak ada. Devan merasa ketenangannya diambil alih. dan ia tidak bisa mengendalikan ketakutannya. diary miliknya. benda paling berharga. bisa dibilang diary itu adalah teman imajinasi bagi Devan. Devan tidak peduli. dia dianggap aneh atau apapun. karena baginya teman yang tidak bergerak tidak akan menyakitinya dibandingkan dengan anak anak lainnya.
***
Bruk
***
Devan mengalihkan kedua manik matanya berharap cemas. dan dia terhenti saat melihat buku itu kini ada di depannya dengan kondisi basah kuyup dan sampulnya basah. Devan tidak peduli, ia langsung meraih buku itu. tapi lagi lagi ada sebuah kaki meja yang langsung menghimpit tangannya membuat gerakan Devan langsung terhenti diiringi dengan rintihannya yang penuh dengan kesakitan.
"huh?. dasar tukang ngayal!" suara itu. Devan menatap ke arah atas perlahan. dia..lagi lagi teman sekelasnya yang bahkan tidak bisa disebut teman. mereka seperti manusia lain yang sudah kehilangan perasaannya. Devan melihat ke arah bawah. bukunya disana.
"le.. lepaskan aku kumohon" pinta Devan memelas. orang itu tersenyum saat melihat Devan akhirnya bersuara. dia melihat ke arah buku itu. buku lapuk ini yang membuat Devan bersuara.
"Kau suka buku ini?" katanya dengan nada sedikit mengejek. ia menunduk dan melihat ke arah Devan lagi dengan mimik wajah mempermainkan. ia mulai menaikkan salah satu alisnya berniat mengoda sekaligus mempermainkan Devan yang tertahan disana. dan hanya bisa berbicara saja disana. tanpa bisa melakukan apapun. bisa dilihatnya bagaimana Devan membulatkan matanya berharap cemas dengan apa yang akan dia lakukan selanjutnya.
***
Deg
***
Devan melihat dengan degup jantung yang tidak jelas. orang itu meraih buku nya itu dan perlahan ia menjatuhkannya lagi. kemudian ia meraih kursi yang ada di dekatnya. Devan sudah berusaha memberontak disana saat orang itu sengaja memancing Devan. Devan berusaha bergerak tapi orang itu ia malah mengarahkan ujung sepatunya sehingga mulut Devan terkunci dan hanya terdengar bunyi tertahan disana. dia tertawa puas melihat Devan.
Dia mulai mengangkat kursi itu. dan mengarahkannya ke arah buku Devan yang tidak berdaya dibawah sana.
***
Deg
***
"ja..jangan!" teriak Devan. nafasnya terasa sangat susah dan detak nya mulai tidak berirama. Devan berusaha keras mengeser tubuhnya. memaksa hingga dirasakan tangannya mulai tergores karena saking kuatnya. Devan bisa merasakan darah segar dan denyut jantungnya semakin cepat membuat nafasnya semakin terasa sesak.
"ck dasar gila!" ejeknya. dan ia malah semakin menekan meja itu membuat keadaan tangan kanan Devan semakin terasa mengenaskan. Devan meringis setiap kali mengerakkan tubuhnya. tapi ia tidak menyerah. hanya satu itu saja. ia tidak mau miliknya terluka lagi. diary yang sudah menemaninya selama ini. segala gambar yang ia buat dengan sepenuh hati. diary yang menjadi satu satunya teman di kala kesendirian dan kesakitan melanda. dan diary yang telah membuat Devan merasa kalau dirinya tidak lagi sendirian di dunia ini.
***
Deg
***
Diary dimana gambar ibunya yang selalu ia gambar dengan cantik. dimana ia akan bisa melihat gambar ibunya ketika ia sedang kesepian. gambar kedua orang tuanya sebelum meninggal yang bahkan tidak ia kenali lagi karena pasca meninggal. seluruh tubuh mereka hancur tidak berbentuk dan Devan tidak bisa melihat mereka. diary dimana segala keindahan desa dan rumah yang kami berdua tempati bersama.
Dimana terdapat lembaran gambar yang menunjukkan betapa indahnya hari ulang tahun yang selalu ia rayakan bersama ibunya. meksipun hanya berdua, hari hari itu terasa begitu indah. Devan bisa mengingat setiap ia merasakan goresan pensil di lembaran tipis itu. bagaimana ia tertawa saat ia mengambar ini. bagaimana perasaan Devan yang begitu senang saat ia melukis setiap detail kenangan itu dengan segala perasaan dan segala pikiran yang berkutat didalamnya.
***
Perasaan.
***
Pikiran.
***
Jiwa.
***
Diary itu adalah buku kenangan Devan dan salah satu jiwa milik Devan. yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi. selalu bersamanya. menemaninya, dan setiap lembaran selalu terisi dengan berbagai kenangan. diary itu adalah teman bagi Devan. diary itu adalah bagian dari setiap kehidupan Devan. dan di diary itu terdapat gambar dimana saat gadis itu masih belum kehilangan cahayanya. dimana ia tampak begitu cantik. dimana gambar ibu saat ia tengah tersenyum saat pertama kali aku menyebutnya dengan sebutan 'ibu'.
***
Deg
***
Devan terdiam saat melihat kaki kursi itu perlahan merobek buku kecilnya itu. dan perlahan demi perlahan tanpa belas kasihan. lalu ia meletakkan kursi itu di tempat semula. ia melepaskan Devan. Devan hanya diam saja. ia perlahan meraih buku itu. melihat sampul dan merasakan kalau buku itu begitu basah dan robek dimana mana akibat goresan kursi itu. Devan membuka lembaran pertamanya dan untuk pertama kalinya hati Devan terasa begitu hancur.
Kedua tangan yang memegang buku diary itu perlahan menjadi gemetaran. rasanya matanya panas sama seperti hatinya yang hancur berkeping-keping. Devan bisa merasakan jiwanya menjerit dan semuanya terasa gelap. badannya mendadak menjadi kaku dan tidak dapat bergerak. perhatiannya hanya terpaku pada lembaran pertama kertas yang kini sudah luntur. tidak ada lagi gambar cantik disana. hanya ada gambar tidak karuan yang tidak dapat di kenali disana. bau busuk karena terkena air got. gambar ibu yang kini sama sekali tidak terlihat. dan pensil yang kini menjadi warna hitam tak berbentuk.
Lembaran kertas yang biasanya kering kini menjadi basah dan lembek. dan perlahan lembaran itu mulai hancur setiap Devan memegangnya. hancur. dan sobek. semuanya tidak ada lagi. kenangan yang biasanya ada disini. dapat ia lihat sesuka hati ketika ia mulai merindukan semuanya. kini tidak dapat lagi dilihatnya. sama sekali tidak. Devan bisa merasakan tetesan air pertanda kalau ia sangat sakit mengalir. Devan adalah laki laki. ia jarang menangis. seperti yang di katakan ibu. tapi kali ini hatinya terasa begitu sakit.
"Devan...kau tidak boleh menangis ya?. anak laki laki itu harus tegar" sebuah suara lembut itu lagi lagi terngiang saat ia merasakan air matanya tidak kunjung berhenti,tanpa suara dan ia hanya diam duduk seraya memegang buku itu. dan Devan hanya melihatnya dengan kedua mata berwarna hitam yang kosong yang perlahan meneteskan air mata yang jatuh membasahi lantai itu. dirinya yang begitu menyedihkan dan wajah ibu yang bahkan tidak bisa ia ingat lagi. hanya perlahan sayup sayup dan semuanya menjadi tidak berbentuk. ia tidak tau lagi bagaimana raut wajah ibunya saat ia mulai mengucapkan namanya. Devan meraba raba kertas yang basah itu.
***
Tidak terasa. Tidak ada. Kosong.
***
"hei kau jangan jangan jadi cengeng karena buku bodoh itu haha!" bahkan Devan tidak bisa mendengarkan apapun lagi. hanya diam saat ia mulai mengejek dan melihat wajahnya. Devan hanya diam. seperti sebuah boneka. dan hanya ada tetesan bening yang mengalir deras tidak berhenti pada kedua pipinya. menetes perlahan membasahi buku diary itu. dan perlahan jatuh bersamaan dengan kertas yang sudah basah itu. hancur dan perlahan goresan pensil yang semula membentuk lukisan indah itu hancur menyisakan warna hitam pekat bercampur air bening basah dan menghancurkan gambar disana dan hanya menyisakan warna hitam pekat dan pecahan kertas yang tidak lama akan hancur tidak berbentuk dan tidak meninggalkan apapun untuk siapapun.
***