Keesokan paginya, matahari terbit dengan yakin dan tidak segan untuk memancarkan kehangatannya beserta kilauannya. Sang matahari tidak merasa malu menunjukkan diri untuk membanggakan dirinya.
Sama halnya dengan dirinya. Seorang gadis cantik tidak merasa malu ataupun peduli dengan pandangan orang-orang yang melihatnya dengan terheran-heran.
Cathy berdiri persis di depan pintu belakang dapur hotel dengan mulut terbuka lebar, mata membelalak tak percaya. Dia bahkan mencubit pipinya sendiri berulang kali untuk memastikan bahwa dia tidak bermimpi.
"Chef, katakan padaku kalau ini bukan mimpi."
"Huh? Aku pikir kaulah yang mengirim mereka."
Mereka yang chef maksud adalah... sebuah truk besar dengan tiga roda di masing-masing sisi telah datang dengan membawa banyak macam sayuran, ratusan kilo daging sapi segar; belasan ekor ayam dan bebek yang sudah dikuliti; beserta puluhan ikan hidup yang ditaruh di sebuah akuarium besar yang ditutup dengan aman agar tidak ada air ataupun ikan keluar dari tempatnya selama perjalanan.
Tidak hanya itu, bahan-bahan rempahpun sangat lengkap melebihi dari apa yang mereka minta.
"Chef.. semua kualitas bahan sangat bagus dan jumlahnya lebih dari cukup. Kita bahkan tidak perlu mengubah menu hidangan semula." seru asisten chef dengan semangat.
"Benarkah? Kalau begitu tunggu apa lagi? Kita hanya punya waktu kurang dari dua belas jam untuk menyajikan semuanya."
Secara kompak para anggota karyawan dapur maupun resepsionis membantu membawakan bahan-bahan makanan dari dalam truk menuju ke dapur. Semua karyawan yang sudah hadir pagi itu tanpa terkecuali turut membantu untuk memindahkan segala isi truk ke dapur.
Catherine yang dari tadi masih melongo karena tidak percaya kalau dia tidak bermimpi, menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat dan segera ikut membantu mereka.
Para staf pria membantu membawakan yang berat-berat seperti daging dan aquarium. Sedangkan staff perempuan membawa sayuran dan bumbu-bumbu.
Setelah beberapa bahan cukup terkumpul, Cathy segera memerintahkan sang chef segera mulai memasak beserta para koki lainnya. Sementara Cathy dan lainnya terus memindahkan barang-barang dari truk ke dapur mereka.
Tidak jauh dari sana seorang wanita melihat adegan itu dan menggertakan giginya dengan penuh amarah.
"Hmph.. aku ingin lihat bagaimana kalian mengisi acara nanti malam. Kalian tidak akan memiliki penyanyi maupun musisi." wanita tersebut mengumbar senyum licik sebelum akhirnya pergi dari tempatnya.
Setelah mengosongkan isi truk, Cathy menyuruh karyawan hotel segera menyiapkan ruangan hall utama untuk malam nanti.
Siapapun yang tak bertugas di pos masing-masingnya, segera membantu apa saja untuk memaksimalkan acara malam harinya. Bahkan ada beberapa pegawai yang juga membantu di dapur meskipun bukan di bidangnya.
Cathy sendiri juga membantu di dapur begitu melihat suasana di dapur sangat ricuh.
Beberapa jam kemudian Anna dan si kembar juga muncul untuk membantu. Mereka membagi tugas. Bagi mereka yang bisa memasak, membantu mengiris daging dan bawang atau menggoreng. Bagi mereka yang tidak bisa memasak, mereka hanya mengupas kulit puluhan bawang beserta mencuci piring kotor atau memasukkan masakan ke dalam oven.
Cathy dan Anna sudah terbiasa memasak di rumah mereka, karena itu mereka membantu mengiris wortel, sayuran lainnya dan beberapa daging.
Sementara si kembar mencuci barang pecah belah yang dibutuhkan.
Untuk finishing touch seperti penampilan hidangan, mereka semua membiarkan para koki yang melakukannya.
Cara memotong mereka berbeda-beda, akan tampak tidak bagus untuk penampilan hidangan mereka. Untungnya, salah satu koki sangat kreatif dan menghiasinya dengan berbagai macam sayuran yang bewarna-warni.
Koki kreatif tersebut meminimalkan kecacatan apapun pada penampilan hidangan mereka.
Tepat pukul lima sore; satu jam sebelum acara dimulai... Semua menu hidangan telah siap untuk disajikan.
Tiba-tiba saja semua orang yang di dapur duduk terlemas dengan bercampur lega. Bahkan Cathy beserta ketiga adiknya sudah tidak sanggup menyokong tubuhnya dengan kedua kakinya.
Cathy melihat ketiga adiknya kemudian mereka berempat saling melempar senyum. Tidak hanya mereka, para karyawan yang bekerja di dapur seharian juga saling tersenyum lega. Akhirnya.. akhirnya mereka selesai dengan masakan mereka.
Kali ini chef dan asistennya beserta Helena akan memastikan tidak ada siapapun yang bisa masuk ke dapur untuk merusak kerja keras mereka.
Mereka belum menemukan pelaku yang merusak persediaan bahan makanan mereka, karena itu mereka tidak akan membiarkan dapur diawasi kurang dari lima orang.
Kepala chef beserta tiga koki lainnya dan empat orang sekuriti akan menjaga ketat keadaan dapur. Mereka akan memastikan hidangan yang akan disajikan berhasil disajikan tanpa cacat.
Dapur utama memiliki dua pintu di sisi depan dan belakang. Masing-masing pintu akan dijaga oleh dua sekuriti sementara kepala chef dan para koki yang bertugas akan berjaga di dalam dapur.
Sementara itu staf lainnya beserta West bersaudara segera mandi dan berganti pakaian.
Sayangnya begitu selesai mandi, si kembar langsung tertidur pulas di atas ranjang mereka.
"Apa boleh buat, mereka tidak pernah bekerja berjam-jam tanpa henti." Cathy mengelus pipi kedua adiknya dengan lembut.
"Kau juga pasti lelah." Kini Cathy menatap Anna yang masih mengeringkan rambutnya yang basah. "Sebaiknya kau istirahat saja dan tidak perlu membantuku."
Anna mematikan pengering rambutnya dan duduk di samping Cathy.
"Aku sama sekali tidak merasa lelah. Yang tadi itu sangat menyenangkan. Aku akan menyesal jika melewatkan kesempatan emas ini. Aku tidak tahu lagi kapan bisa menghadiri acara seperti ini."
Cathy hanya tersenyum mendengar adiknya dan mereka bersiap-siap dengan berdandan cantik.
"Tapi aku penasaran. Kakak, bagaimana akhirnya kakak bisa membujuk mereka untuk mengirim bahan-bahan makanan?"
"..." sebenarnya Cathy juga tidak tahu jawabannya. "Aku tidak tahu. Aku belum sempat menanyakan hal ini pada mereka."
"Huh? Jadi bukan kakak yang..?"
"Bukan. Aku akan mencari tahu nanti. Untuk saat ini kita harus fokus pada acara nanti malam. Kita masih belum menangkap pelakunya dan tidak ada yang menjamin kalau orang ini akan duduk diam selama acara berlangsung. Kita tidak boleh lengah."
"Aku mengerti."
Keduanya kembali fokus untuk berdandan. Cathy memilih gaun terusan bewarna gelap serta aksesoris anting-anting yang manis di telinganya. Sedangkan Anna memakai terusan gaya anak remaja dengan motif kotak-kotak bewarna merah maroon. Terdapat kerah berbentuk V di lehernya bewarna putih. Anna mengikat rambutnya menjadi satu ke belakang membuatnya berpenampilan manis.
"Kau cantik sekali." puji Cathy dengan kagum.
Anna melihat kakaknya yang menguraikan rambut coklatnya memanjang hingga ke punggung. Pada ujung-ujung rambutnya mengikal dan bewarna lebih agak gelap.
Cathy memiliki tubuh yang ramping namun tidak terlalu kurus. Gaun yang dikenakannya bewarna abu-abu.. lebih ke arah silver dengan corak abstrak bewarna hitam dari pinggang hingga ke bawah gaun.
"Kakak bercanda? Kak Cathy terlihat seperti selebritis yang diundang ke acara-acara penting." Anna justru lebih mengagumi kecantikan kakaknya.
Cathy melirik ke arah gaun yang dipakainya, kemudian memandang pantulan dirinya ke arah cermin. Menurutnya dirinya biasa-biasa saja. Anna yang terlihat sangat cantik. Tidak hanya cantik tapi juga sangat manis.
Anna menarik lembut lengan Cathy menyuruhnya untuk duduk di kursi. Dengan cekatan Anna mengambil sebagian dari rambut sisi kanan Cathy kemudian dibagi menjadi tiga bagian.
Anna mengepang rambut Cathy dengan mengambil rambut bagian agak belakang hingga tengah, kemudian tanpa menambah sejumput rambut lagi, Anna melanjutkan aktivitasnya hingga ke ujung kepang.
Hal yang sama dilakukan pada di sisi kiri. Setelah selesai, Anna menarik lembut tiap-tiap lengkukan kepang membuat ukurannya membesar. Kemudian Anna membawa hasil kepangan sisi kanan ke arah belakang sisi kiri, kemudian menjepitnya disana. Kepang sisi kiri dibawa ke sisi kanan dan dijepitnya disana.
Setelah menata rapi jepitannya agar tidak terlalu terlihat, Anna membongkar ujung kepang di masing-masing sisi dan membiarkannya menyatu dengan rambut yang tak dikepang.
Gabungan antara warna coklat terang dengan ujung bergelombang berwarna coklat gelap, menyatu dengan sangat cantik.
Anna merasa bangga pada kreasinya.
"Hampir selesai. Tunggu sebentar." ucap Anna sambil mengambil lipstik bewarna merah.
Rupanya bekas luka gigitan kemarin masih ada dan terlihat sangat mencolok. Karena itu dengan kemahirannya, Anna menyamarkan warna luka dengan warna lipstik.
Agar tidak terlalu menor, Anna menyuruh Cathy untuk menempelkan tisu di bibirnya untuk mengurangi warna merah yang terlalu cerah.
"Selesai sudah. Sekarang kakak tampak seperti selebritis terkenal."
Cathy tersenyum mendengar itu.
"Baiklah jika kau yang bilang gitu. Tanganmu benar-benar ajaib."
Setelah selesai berdandan, keduanya keluar dan menuju ke aula utama dimana sudah banyak tamu undangan menunggu.
Karena masih ada tiga puluh menit sebelum acara dimulai Cathy mencari orang yang bertugas sebagai Flow Manager.
Flow Manager ada seseorang yang bertugas menjaga agar urutan acara berjalan dengan lancar dan tepat waktu.
Setelah Cathy mendapatkan laporan dari Flow Manager bahwa sound system, grup band, penyanyi dan emcee telah siap, Cathy merasa lega.
Cathy memutuskan ke belakang panggung untuk menemui sahabatnya. Begitu dia masuk, dia melihat seorang wanita dengan baju bewarna gelap dengan belahan punggung terbuka lebar di daerah punggung sedang serius berdiskusi dengan para musisi.
Rambut wanita itu dikumpulkan menjadi satu berbentuk seperti gumpalan cantik yang agak sedikit melayang disebelah kanan bahunya.
Sementara poni samping rambut wanita tersebut hampir menutupi sebelah alis ke arah sisi kirinya. Wanita itu terlihat sangat cantik dan anggun dan juga... seksi.
Cathy tertawa dalam hati. Ini pertama kalinya dia memuji seorang wanita dengan kata 'seksi'.
"Kitty." karena tak bisa menahan rindu, Cathy memanggil nama wanita 'seksi' tersebut.
Wanita cantik yang dipanggilnyapun menoleh ke arahnya dan langsung tersenyum lebar saat melihatnya.
"Cathy!" seru Kitty sambil berjalan ke arahnya dan memeluk sahabatnya. "Apa kau baru saja turun dari panggung cat walk show? Kau tampak mengagumkan sekali."
"Seharusnya aku yang bilang begitu padamu." balas Cathy sambil tertawa. "Aku merindukanmu."
"Aw... aku merindukanmu berkali lipat."
Sekali lagi mereka saling berpelukan dengan erat.
Katleen Morse adalah sahabat Catherine sejak SMA. Seharusnya Katleen juga dipanggil dengan Katie yang terdengar sama persis seperti Cathy. Untuk membedakan cara panggilan, Catherine tetap dipanggil Cathy, sedangkan Katleen dipanggil dengan Kitty.
Panggilan ini terus ada hingga sekarang. Bahkan saat Katleen memperkenalkan diri pada orang baru, dia akan diminta untuk dipanggil Kitty daripada Katie.
"Maaf aku tidak bisa menjemputmu di bandara. Ada masalah disini dan aku tidak bisa meninggalkannya."
"Tidak masalah. Aku sudah mendengarnya dari manajer. Dan lagi ada seseorang yang memastikan untuk membuat kami semua merasa nyaman disini."
"Siapa?"
"Aku tidak tahu. Aku belum berkenalan dengannya. Tapi dia sangat baik sekali saat menerima kami semua. Pelayanan hotel ini sangat..." Kitty mengacungkan kedua jempolnya kearah Cathy. "Aku sangat bangga padamu Cathy."
Cathy tersenyum mendengar itu. "Untuk apa? Aku tidak melakukan apa-apa."
" Aku dengar seharusnya bukan mereka yang akan mengiringi musik. Grup band yang sebenarnya berhalangan datang tiba-tiba. Dan penyanyi yang sebenarnya juga tidak bisa hadir. Mereka bilang kau juga yang meminta bantuan mereka. Kalau aku tidak bangga padamu, lalu siapa lagi yang harus kubanggakan?"
Wajah Cathy merona tersipu malu mendengarnya.
"Aw.. manisnya. Kalau seandainya aku seorang pria aku pasti akan mengejarmu dan menjadikanmu istriku." goda Kitty sambil menyenggol siku sahabatnya.
Cathy tertawa mendengar itu. "Sudah, jangan bercanda lagi. Aku harus kembali bekerja."
Saat Cathy hendak keluar dari ruangan, Kitty memanggilnya.
"Cathy.. Semangat!"
"Kau juga.. Semangat!"
-
Acara dimulai dengan video mengenai proses pembangunan hotel. Kemudian ucapan pembukaan dari kepala penanggung jawab Hotel di pulau ini. Tidak lama kemudian Benjamin Paxton naik ke panggung mengucapkan kata sambutannya.
Melihat pamannya telah naik ke panggung membuat mata Cathy membelalak lebar. Dia benar-benar melupakan kenyataan bahwa pamannya adalah pemilik Hotel Star Risen. Karena itu dia sama sekali tidak memikirkan bahwa pamannya akan datang ke acara ini.
Dasar Cathy bodoh, kenapa kau sama sekali tidak ingat pamanmu ini adalah atasanmu?! Keluhnya dalam hati.
Dia harus memberitahu Anna agar tidak memanggil Ben dengan sebutan 'paman'.
Sayangnya, dia tidak membawa ponsel karena dia tidak berniat membawa tas kecil. Akan lebih nyaman bergerak jika dia tidak membawa apapun.
Sekarang dia menyesali akan keputusannya. Setidaknya dia harus membawa ponselnya meskipun akan sangat sulit untuk terus menggenggam handphonenya disaat dia bekerja.
Mata Cathy menjelajahi seluruh ruangan untuk mencari adiknya. Tidak ada. Anna tidak ada disini. Lalu dimana dia?
Cathy memutuskan untuk mencarinya di luar dan berjalan menyelusuri koridor menuju ke lift hingga turun ke lobi utama. Juga tidak ada. Dia bertanya pada setiap karyawan yang ia temui mengenai keberadaan adiknya.
Karena mereka sudah menginap disana hampir satu minggu dan Anna sering menemaninya saat mengadakan rapat untuk acara ini, semua karyawan sudah mengenal siapa Anna. Karena itu Cathy tidak perlu menunjukkan foto Anna pada mereka.
Sayangnya, tidak ada satupun yang melihat Anna. Cathy mulai merasa khawatir. Dia berusaha menenangkan diri dan berpikiran positif. Mungkin saja saat ini Anna telah kembali ke aula. Karenanya, dia memutuskan untuk naik ke lantai sepuluh dimana aula utama berada.
Begitu pintu lift terbuka dia mendengar suara anak kecil.
"Aku janji. Terima kasih permennya." ucap anak kecil itu dengan riang sembari mengecup pipi seorang pria yang sedang berjongkok dihadapan anak kecil tersebut.
Anak kecil itu masuk ke aula utama, sedangkan pria itu bangkit berdiri dan menoleh ke arahnya. Cathy memang tidak bisa melihat wajahnya, tapi dia bisa melihat mata pria itu.
Mata itu menatapnya dengan aneh. Dia tidak pernah dipandang seperti itu sebelumnya. Tidak. Dia pernah mengalaminya. Dia malah sering menerima pandangan kagum seperti itu, tapi dia tidak pernah peduli.
Tapi kali ini, kenapa dia peduli? Tunggu..tunggu... ini sama sekali tidak penting. Yang penting adalah kenapa pria itu memakai masker di dalam hotel?!
Teringatlah akan seseorang yang berusaha merusak berlangsungnya acara ini. Cathy memandang pria itu dengan curiga. Pria itu memang memakai pakaian rapi, tapi dia memakai pakaian serba hitam dan menutupi wajahnya dengan masker hitam. Sungguh sangat mencurigakan.
Cathy menatapnya dengan waspada. Apakah mungkin orang ini merupakan salah satu yang ingin menghancurkan acara ini?
Saat dia hendak memanggil sekuriti, pria itu segera melepaskan maskernya.
"Ini aku,"
Kening Cathy mengernyit setelah melihat wajah pria itu dengan jelas. Kenapa Vincent memakai masker yang mencurigakan itu? Dan apa yang dilakukan pria itu di luar sini? Bukankah seharusnya dia bekerja dan mengambil foto selama acara berlangsung?
Mungkin karena dia terlalu lelah dan terlalu mengkhawatirkan adiknya beserta pelaku yang belum tertangkap, jantungnya berdebar dengan sangat cepat saat mengingat cara pemuda itu memandanginya beberapa saat lalu.
Kenapa Vincent menatapnya seperti itu tadi? Pandangan itu membuatnya merasa tidak nyaman dan sayangnya... dia tidak bisa tidak mengakui... untuk pertama kalinya seumur hidupnya.. dia merasa senang setelah mengetahui Vincentlah yang memberinya pandangan takjub tadi.
Sedikit.. Iya.. hanya sedikit merasa senang. Cathy berusaha meyakinkan dirinya sendiri.
Yang terakhir rasanya deg..deg..deg..