"Todi, Laras, kalau sudah selesai makan, nanti kalian balik duluan ya ke kamar hotel, Bunda kasihan lihat Laras, kayanya dia sudah kecapean," perintah Tante Mirna kepada mereka berdua.
Laras menghentikan aktivitasnya yang masih memijat betisnya, sementara Todi yang duduk disamping Laras, masih asyik dengan sepiring Zuppa sup hangat didepannya. Pria itu hanya mengangguk dengan acuh tanpa membalas tatapan ibunya.
"Baik Tante," jawab Laras sambil tersenyum. Setelah ibunya meninggal, Laras sudah menganggap mertuanya ini sebagai ibunya sendiri.
"Loh, kok Tante?" protesnya, matanya langsung terbuka dengan lebar, menunggu Laras memanggilnya dengan sebutan yang sama dengan Todi, yaitu "Bunda".
"Eh..oh..hehe..iya..emmm...iya Bunda" ucapnya langsung, sedikit terbata. Sedangkan wanita paruh baya didepannya itu langsung tersenyum senang mendengar panggilan dirinya dari Laras.
"Oke, nanti Bunda sudah suruh Pak Yadi ambil kunci kamar sekalian anter barang-barang kalian ke kamar ya," ucap Bunda. Todi dan Laras secara serentak mengangguk setuju.
Sepuluh menit kemudian, pak Yadi datang dengan membawa dua tas berukuran sedang.
"Sore Mas, Mbak," sapa Pak Yadi dengan hormat. Pria itu memberikan sepasang kunci kamar hotel kepada Todi. Pria itu langsung mengambil dan berjalan pergi meninggalkan Laras yang baru berdiri dari duduknya, masih kesulitan dengan kebaya panjangnya. Laras membungkuk untuk mengambil sepatu heelsnya.
Pak Yadi hanya menggelengkan kepalanya, bingung melihat tingkah tuan mudanya.
"Mari Mbak, saya aja yang bawa," ucap Pak Yadi, mengambil sepatu dari tangan Laras.
"Makasih Pak," balas Laras, tersenyum manis.
"Saya antar ya Mbak, kamarnya ada di lantai 15," ucap Pak Yadi. Laras mengangguk. Dia dan Pak Yadi berjalan menyusul Todi yang sudah berlalu dengan cepat.
Kamar 1530, adalah kamar presiden suite di hotel ini. Kamarnya besar sekali, didalamnya ada fasilitas jacuzzi pribadi, sangat cocok untuk pasangan yang sedang berbulan madu. Laras memandang dengan takjub dekorasi kamar mewah ini, romantis sekali. Kamar ini dihiasi dengan lilin-lilin cantik dan kelopak bunga mawar. Pemandangan Laras langsung terganggu saat melihat Todi dengan acuh mengibaskan helaian kelopak mawar yang menghiasi tempat tidur mereka. Dia ingin memekik untuk mencegah Todi, tapi Laras mengurungkan niatnya, dia ingat kejadian tadi siang. Baru menawarkan makan saja lelaki ini sudah kasar, apalagi kalau Laras protes, bisa-bisa dia sakit hati mendengar ucapan Todi nanti, pikirnya.
"Aduh, bikin susah tidur aja," ucap Todi ketus, tangannya kembali menepiskan kelopak-kelopak mawar yang didominasi warna merah muda itu. Hati Laras sedih mendengarnya.
Apa memang lelaki ini sama sekali tidak mencintainya, atau lebih parah, jangan-jangan Todi memang benar-benar membenci dirinya, jerit hati Laras.
"Mbak, ini ditaruh dimana?". Pertanyaan Pak Yadi menyadarkan Laras.
"Oh, disini saja pak, nanti saya yang bereskan," jawab Laras. Pak Yadi mengangguk, menaruh tas di tempat yang diminta oleh Laras lalu pamit dari kamar itu.
Setelah Pak Yadi pergi, Laras menyibukkan diri untuk mengatur barang bawaannya. Mereka hanya menginap sampai satu hari saja. Todi menolak untuk berbulan madu, alasannya karena sekolahnya sedang di divisi sibuk, akan sulit kalau mengambil cuti banyak. Laras saat ini merasa bersyukur dengan permintaan suaminya itu, tidak terbayang kalau mereka harus berbulan madu hanya berdua, entah bagaimana sedihnya Laras nanti bila Todi berlaku atau berkata kasar.
"Kamu tidur di kasur saja, aku di sofa," ucap Todi tiba-tiba. Laras membalikkan badannya menatap suaminya. Dia segera menggeleng.
"Biar kakak saja tidur di kasur, aku yang di sofa. Sofanya tidak terlalu panjang, nanti kakak tidak nyaman tidurnya." balas Laras dengan nada datar. Wajahnya dia buat berekspresi sedingin mungkin. Sebelumnya Laras sudah melihat ukuran sofanya, terlalu kecil untuk ukuran badan Todi, pasti tidak nyaman, pikir Laras.
"Terserah," jawab Todi cepat. Walaupun sudah menduga, tetap saja hati Laras sedikit sakit mendengarnya. Dia memilih diam dan masih sibuk dengan tas bajunya. Sementara Todi sudah berbaring dengan malas, dia hanya melepas jasnya dengan sembarangan.
Laras mengaduk-aduk tas bawaannya, ini berbeda dengan baju yang sudah dia siapakan. Sebelumnya dia sudah menyiapkan piyama terusan kesayangannya. Piyama katun itu nyaman sekali dipakai tidur. Laras hanya menemukan dua buah lingerie berwarna hitam dan merah menyala, lalu ada terusan berbahan sutra dengan potongan dada yang rendah. Laras menghela napas berat. Ini pasti ulah kakaknya, Luna. Beruntung Luna memasukkan dua terusan, yang satu lagi terlihat lebih sopan. Laras memutar otak untuk pakaian tidurnya malam ini. Kalau dia mengenakan ini, bisa-bisa Todi menganggap dirinya murahan, pikirnya sedikit gelisah. Akhirnya Laras mengambil jubah mandi didalam lemari. Untung saja tubuhnya pendek, jubah mandi ini cukup panjang sehingga Laras cukup nyaman karena bagian tubuhnya tidak terumbar dengan mudah. Laras mengambil terusan yang akan dia kenakan, jubah mandi, peralatan mandi dan pembersih make up dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Laras berlama-lama di kamar mandi, dia menitikkan air mata sedikit, mengingat momen-momen pernikahannya yang baru beberapa jam dia lalui, sedikit mengutuk kebodohannya karena mau saja menerima lamaran Todi, tapi hati kecilnya tidak bisa bohong, dia mencintai Todi. Dia bisa saja berubah, pikirnya. Laras cepat-cepat menggelengkan kepalanya. Tapi pasti tidak semudah itu. Aku harus menjaga diriku baik-baik, Todi bisa menceraikan aku kapan saja, gumam Laras, bersedih.
Setelah selesai, Laras keluar sambil berjingkat-jingkat. Dia melirik Todi, pria itu masih tertidur. Laras melihat jacuzzi yang didalamnya sudah dihiasi dengan kelopak-kelopak mawar, dia ingin sekali mencoba jacuzzi itu, sayang sekali bila tidak ada yang mencoba, bayaran satu malam dikamar mewah ini pasti mahal, pikirnya. Laras melirik lagi suaminya. Kelihatannya Todi tidur cukup pulas, satu jam sepertinya cukup untuk mencoba jacuzzi ini. Laras dengan segera mengganti lagi bajunya dengan lingerie dan celana pendek, hanya ini baju yang dia punya, dia sengaja menaruh jubah mandi didekatnya, kalau-kalau Todi bangun saat Laras masih berendam disana. Dia mulai berendam didalam jacuzzi itu, airnya hangat, nyaman sekali. Laras merasakan seluruh otot di tubuhnya terasa pegal, sedikit demi sedikit terasa berkurang. Laras merebahkan tubuhnya. Sekitar 30 menit, Laras tidak menyadari dirinya sudah terlelap. Sebuah tepukan membangunkannya. Laras membuka matanya pelan, dia mendapati wajah Todi dihadapannya. Pria itu memalingkan tatapannya, sambil memegang jubah mandi Laras.
"Ayo bangun, keluar dari sana, Bunda ajak kita makan malam," ucap Todi cepat. Laras tersadar penuh, dia memandangi Rodi sebentar, pria ini sudah bersiap dengan kaus polo berkerah warna biru dongker, ah sudah berapa lama Todi melihat dirinya tertidur. Laras sadar saat ini pakaiannya terlalu menggoda, walaupun tubuhnya terlalu kurus, tetap saja pakaiannya saat ini bisa menggoda lelaki normal. Spontan Laras menyilangkan kedua tangannya didepan dada, menutupi bagian pribadinya, gadis itu dengan cepat menyambar jubah di tangan Todi dan memakainya dengan terburu-buru. Laras keluar dari jacuzzi dengan terburu-buru, dia langsung bergegas menuju kamar mandi untuk mengganti bajunya untuk acara makan malam. Baru beberapa langkah, Laras kehilangan keseimbangannya, tapak kakinya masih basah dan lantai sedikit licin. Badan Sarah nyaris terpelanting, tiba-tiba sebuah tangan memegangi tubuhnya. Todi meraih lengannya dengan cepat, menyelamatkan Laras yang hampir terjatuh. Tarikan tangan Todi langsung menyebabkan seluruh tubuh Laras yang mungil bergerak kearah Todi. Wajah Laras sukses membentur dada Todi. Beberapa saat mereka terdiam sebentar, Laras merasakan detak jantung Todi yang terasa cepat. Apa dia merasa berdebar didekatku, tanya Laras, sedikit berharap. Tapi Laras langsung menepis harapannya itu, dia tidak mau patah hati terlalu sering. Laras mendorong tubuh Todi menjauhi tubuhnya.
"Terimakasih," ucapnya cepat. Laras berlalu dengan cepat, setengah berlari, menyambar baju yang sebelumnya sudah dia siapakan. Didalam kamar mandi, dia berusaha menenangkan detak jantungnya yang tidak kalah cepat dengan detakan jantung Todi yang dia dengar sebelumnya. Lamunannya terhenti saat Todi mengetuk pintu kamar mandinya.
"Aku tunggu dibawah, cepatlah" ucapnya dingin. Sedetik kemudian Laras mendengar suara langkah kaki menjauh dan suara pintu kamar dibuka lalu ditutup kembali. Laras segera bersiap-siap.
Laras turun ke lobi, keluarga inti Todi sudah menunggu. Kali ini Laras memakai terusan berwarna biru dongker diatas lutut, dia memoles wajahnya tipis.
"Aduh, menantu Bunda cantik sekali, kalian janjian warna baju ya?" goda Bunda.
Perkataan Bunda membuat Laras spontan memandangi baju Todi dan dress-nya bergantian. Ah, aku bahkan tidak tahu apa saja warna baju Todi, gumamnya dalam hati.
Laras membalas Bundanya dengan senyuman kaku, bingung harus berkata apa.
"Ayo Bun, pak Yadi sudah datang, aku lapar," sahut Todi, dia pergi segera menuju mobil yang baru saja memasuki lobi hotel.
Bunda menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir dengan tingkah laku anaknya yang dingin sekali.
"Jangan dipikirkan ya, Todi memang begitu, dingin kaya gunung es, tapi dia baik kok," ucap Bunda, berusaha menghibur hati Laras.
"Iya Bun," balas Laras, berusaha tersenyum, walau hatinya terasa pahit. Bunda menarik tangan Laras, mengajaknya pergi.
Makan malam hari itu terasa hambar, Laras rasanya ingin makan malam itu berlangsung sampai besok pagi, dia bingung bagaimana malamnya nanti bersama Todi. Selesai makan malam, semua keluarga kembali ke rumah mereka masing-masing, sebelumnya Bunda dan ayah Todi mengantarkan Todi dan Laras kembali ke hotel.
"Selamat beristirahat ya sayang,. Todi kamu baik-baik ya sama Laras," Bunda melambaikan tangan sambil mengedipkan sebelah mata. Laras dan Todi membalas lambaian tangan dengan senyuman kaku, mereka coba buat semanis mungkin.
"Naiklah ke atas, aku akan pesan satu kamar lagi," ucap Todi saat mobil Bunda sudah keluar dari hotel. Laras malas berdebat, dia hanya mengiyakan. Laras naik ke atas untuk menuju kamarnya, meninggalkan Todi yang masih berada di resepsionis untuk memesan kamar untuknya.
Setelah masuk kamar, Laras melepas bajunya, dia iseng, penasaran melihat rupanya bila memakai lingerie yang diberikan Luna. Laras mencoba lingerie berwarna merah menyala. Gadis itu mematut dirinya didepan cermin. Terlalu kurus, sama sekali tidak menarik, gumamnya kesal. Dia membayangkan Sarah, mantan kekasih suaminya yang cantik itu, perasaan marah langsung datang saat dia mengingat sosok itu. Laras mendengus kesal, memandang lagi tubuhnya, pantas saja Todi tidak menyukainya, dia tidak menarik, ucapnya lagi dalam hati.
"Kamu sedang apa?".
Sebuah suara sontak membuat Laras nyaris melompat saking kagetnya. Todi sudah masuk kedalam kamar tanpa dia sadari.
"Emm..aku..em..sedang mencoba..baju," Laras menjawab terbata, kedua tangannya sibuk menutupi bagian-bagian pribadi di tubuhnya. Wajahnya terasa memanas. Dia dengan segera meraih jubah mandi untuk menutup tubuhnya. Dia melirik suaminya, mata Todi terlihat dua kali lebih besar, lelaki itu langsung membuang tatapannya saat mata Laras menatapnya. Ah, begitu tidak sukanya dia padaku, pikir Laras.
"Kenapa kembali? kakak bilang mau pesan kamar?" tanya Laras setelah selesai mengenakan jubah mandinya.
"Semua kamar penuh sampai hari Minggu besok," sahut Todi cepat.
Entah mengapa Todi berjalan mendekati Laras. Melihat itu, Laras mundur beberapa langkah. Todi menyadari tingkah Laras, lelaki itu langsung menghentikan langkahnya.
"Tidurlah, aku tidur di sofa, jangan khawatir, aku tidak tertarik sama kamu, jangan pikir aku punya pikiran macam-macam," ucapnya ketus.
Laras menaikkan sudut bibirnya, sambil tertawa sinis.
"Kamu saja yang tidur disana, keluargamu yang membayar hotel mewah ini, cukup tadi aku sudah menggunakan jacuzzinya, aku tidak mau menikmati kemewahan kamar ini lagi, tidur di sofa sudah cukup bagiku, jangan khawatir aku juga tidak tertarik sama kamu, jangan pikir aku akan menggodamu," balas Laras tidak kalah ketus. Gadis itu langsung berlalu dari hadapan Todi, pergi ke arah sofa.
Laras tidur memunggungi Todi. Hatinya sakit sekali. Dia baru menikah beberapa jam, tapi hatinya sudah sakit berkali-kali. Tak terasa air mata menetes di pipinya. Malam pertama yang harusnya dinanti-nanti oleh semua pasangan yang baru menikah, justru menjadi malam penuh dengan kejadian yang membuat cintanya hilang dan patah hati berkali-kali. Dalam hati Laras berjanji untuk tidak pernah lagi jatuh cinta pada lelaki ini.
up baru ya
yang sudah membaca, terimakasih,
ditunggu komennya ya☺️
saran, kritik, bintangnya juga diharapkan, supaya lebih semangat untuk up2 berikutnya
terimakasih