Seisi sekolah gempar...!!! Arena Pertempuran Sekolah sudah menjadi hutan lindung! Dengan kekuatan api semestinya tanaman itu bisa diatasi. Tapi ini bukan sembarang tanaman, ini tanaman besi! Pelakunya tidak lain adalah Samudra Karang Wasi.
Sebagian besar petarung di arena itu sempat melarikan diri. Mereka yang terlambat menghindar, atau bahkan yang terlibat pertarungan langsung dengan Samudra Karang Wasi belum diketahui nasibnya.
"Cepat kumpulkan para ahli pengobatan..."
"Sisi sebelah sini dapat ditembus..."
"Cepat..."
"Es... es... "
"Pentol... pentol..."
Teriakan menggema di sudut-sudut arena. Menyelamatkan mereka yang masih bisa diselamatkan. Walau masih ada orang yang menjual jajanan di sekitar.
"Berapa banyak yang tewas di arena itu?" Jeon tidak bisa menahan perasaan ngeri.
Tidak seperti di Sekolah Menengah Pertama, di sini membunuh untuk taraf tertentu hanya akan menerima hukuman ringan. Penguasa mendukung kebijakan ini. Mati terbunuh saat pertarungan menandakan kau belum siap melakukan pertarungan. Meminta ampun untuk nyawamu jika masih ingin hidup. Jika perlu berikan kompensasi untuk hidupmu, bahkan harga dirimu sebagai petarung.
Samudra Karang Wasi melayang di udara tanpa sadarkan diri. Tiada siapa yang dapat menyentuhnya. Para penjaga sekolah menunggunya pulih dengan memberikan pengobatan jarak jauh.
Guru-guru hanya menjadi penonton di ruang dewan. Bagi mereka gadis ini jelas aset penting, bisa menaikan prestise sekolah. Terlebih dalam setahun ke depan akan ada Pekan Seni Bela Diri Spiritual tingkat Negara Bagian Borneo.
Di Negara Bagian ini, ada sepuluh Kota yang masing-masing memiliki 4-5 Sekolah Spiritual Menengah Atas. Seleksi akan dilakukan enam bulan lagi untuk mewakili kontingen tiap-tiap Kota. Pesertanya adalah para siswa.
Situasi berangsur dapat terkendali. Namun masih banyak siswa yang menonton dari berbagai sudut di sekolah.
"Harga diri dibandingkan dengan nyawa, kamu pilih mana, Wa?" Yanda mengajukan pertanyaan ini setelah melihat kekuatan super dari seorang siswa baru.
"Sama kayak lu, pilih nyawa donk." Melihat ke arah Yanda, Aswa tersenyum lebar. Maksudnya menyindir Yanda yang pengecut.
"Gak pure iblis... ck.. Di luar ekspektasi." Yanda balik menyerang Aswa dengan kata-kata.
"Harga diri itu label dari orang lain. Bumbu dunia." Aswa mulai berfilosofi sambil memandang ke arah arena. Sesaat kemudian menghadap Yanda dengan tegas. "Mati hanya untuk menjaga harga diri bukan pilihan... tidak ada yang bisa diubah dengan kematian dan harga diriku. Siapa aku? Bukan siapa-siapa. Saat nanti aku mati belum tentu akan menjadi sesuatu yang baik. Aku harus terus hidup untuk mengejar mimpiku."
"Dari berbagai profil pendekar iblis yang ku baca tidak ada yang takut mati. Demi harga diri, mereka bertarung di jalur iblis dengan segudang kebanggaan." Sambil memejamkan mata Yanda memalingkan wajah, masih tidak mau kalah debat. Tapi sebenarnya tidak berani menatap Aswa.
"Itu masalah mereka. Mimpi mereka hanya sampai di situ. Banyak pendekar iblis yang telah mencapai puncak maha kekuatan. Tapi akhirnya hilang meninggalkan wasiat kepada pendekar lain untuk melanjutkan kejahatan. Dunia kembali aman berkat pahlawan. Akhirnya mereka dicap penjahat. Citra pahlawan tetap pahlawan." Aswa mulai mengeluarkan nada serius, saudara-saudara. Tapi sebenarnya untuk mendoktrin nih bocah.
Yanda selama ini tidak menyadari kenapa ia telah terobsesi dengan penjahat. Padahal karir penjahat selalu berakhir tragis. Sedangkan Aswa tau kalau Yanda hanya terobsesi dengan kebebasan. Kebebasan menurut Yanda adalah sesuatu yang keren abis, metal!
"Bagimu hidup lebih berarti dari sekedar harga diri, Wa?" Aswa mengangguk ke arah Yanda.
Alkisah, sekitar 2000 tahun yang lalu ada seorang yang fakir (tidak memiliki pekerjaan) dan miskin. Hidup dalam belas kasihan orang lain. Makan tiga hari sekali.
Suatu ketika hendak menyantap sepotong roti di antara gedung bertingkat, si fakir menghayal tentang nikmatnya hidup dalam kemewahan. Tinggal di gedung pencakar langit. Pakaian mahal silih berganti. Menggunakan kendaraan mewah hingga tidak terkena debu, hujan dan terik matahari.
Memikirkan khayalan dengan kenyataan sangatlah pahit baginya. Dalam keadaan lapar ia memohon kepada Tuhan untuk mengganti roti yang ia pegang dengan kekayaan dan gedung mewah.
Sesaat setelah berdoa ia melihat seorang pria berpakaian mewah tapi tanpa alas kaki merangkak ke arahnya. "Tolong aku.. sejak tadi malam hingga sekarang aku dikejar oleh sekelompok pembunuh. Aku belum ada makan." Pria ini jelas orang kaya, pikir si fakir. Jika tidak siapa yang sudi membunuhnya.
"Makanlah roti ini. Aku masih bisa menahan lapar. Apa yang bisa aku bantu?" si fakir dengan tulus ingin membantu.
"Mari kita bertukar pakaian. Gantikan aku untuk dikejar pembunuh. Jika kau lolos, temui aku di tempat ini. Aku akan memberikanmu kekayaan." Pria kaya membuat perjanjian dengan si fakir.
Si fakir menyetujui.
Singkat cerita si fakir lolos dari pengejaran dan mendapatkan kekayaan. Hidup dalam kemewahan seperti yang ia inginkan.
Tahun demi tahun silih berganti, Si Fakir yang telah menjadi kaya raya menerima banyak penyakit. Upaya penyembuhan tidak kunjung membuahkan hasil. Bahkan kondisinya semakin memburuk dan hendak menemui ajal. Akhirnya ia ingat saat menjadi fakir dahulu. Walau tidak memiliki harta, ia masih tetap hidup dalam kesehatan.
"Untuk apa aku hidup kaya jika aku mati? Wahai Tuhan, ampunilah aku. Ambilah kekayaan ini, berikanlah aku roti dan kehidupan miskinku."
Penyakit si fakir berhasil disembuhkan dengan menghabiskan seluruh kekayaannya.
Akhirnya ia bisa tersenyum saat kembali menjadi fakir dengan sepotong roti di tangannya. Menjalani hidup apa adanya untuk kenikmatan duniawi sebagai orang miskin. Kenyamanan hidup, itulah yang ia cari. Nyatanya kenyamanan itu bukan dari seberapa banyak anda memiliki, tetapi seberapa nikmat yang anda miliki. Si fakir baru menyadari nikmat hidupnya lebih dari apapun setelah merasakan hidup seperti orang lain yang ternyata tidak lebih nikmat.
"Hiduplah walau kau menjadi sampah di tengah masyarakat. Capai mimpi sebagai iblis walau Iblis gilaaa...!!!" Mata Yanda bercahaya diiringi dengan teriakan beringasnya seperti macan yang siap menerkam...!!!
"Apa-an sih? Kalian betul-betul gak suka pahlawan?" bagi Jeon, yang dibicarakan kedua temannya ini awalnya ia anggap sebagai candaan. Tapi sudah benar-benar kelewatan.
"Kita itu sekolah untuk jadi orang yang benar, bukan menjadi orang yang tidak beradab!"
Jeon langsung pergi meninggalkan party. Duo Aswa dan Yanda cuma bisa saling menatap.
"Kamu terlalu eksplosif tadi, Da..."
"Lu yang jelasinnya detil amat... gua aja jadi terpengaruh..."
"Kamu yang nanya duluan... sudah sana minta maaf." Aswa tidak terpengaruh dengan masalah seperti ini, otaknya terus berpikir melakukan hal-hal yang sudah direncanakannya.
Sendirian membuatnya lebih leluasa saat ini.
Sungguh Aswa tidak sengaja memancing emosi Jeon. Kata-katanya digunakan untuk mendoktrin Yanda. Merekrut ya untuk menjalankan beberapa misi rahasia yang telah ia rencanakan dengan Ayahnya.
Untuk kasus Jeon, Aswa masih memikirkan perannya nanti. Berteman dengan Jeon jelas bukan keinginan Aswa.
Sejak memiliki kemampuan Kognisi Divine, Aswa telah banyak membaca sumber bacaan online maupun buku cetak. Walaupun sumber bacaan yang berasal dari 1000 tahun silam telah terhapus. Sengaja atau tidak itu masih menjadi teka-teki yang ingin dipecahkan Aswa.
Membaca banyak literatur seolah tidak membuat isi otaknya penuh. Padahal selama ini ia hanya menggunakan satu ranah pikiran yaitu [Domain 6] untuk membantu menganalisis dan menyimpan informasi penting. [Domain 7] untuk beberapa hari ini ia gunakan untuk menyusun rencana strategis pengembangan kekuatan spiritual berdasarkan petunjuk dari mimpi.
Walau memiliki bakat Divine di bidang kognitif, Aswa masih ragu untuk mengikuti semua petunjuk yang tertera dalam mimpinya. Istilah "Takdir" dengan segala simbolnya masih dalam tahap analisisnya.
"Makna 'takdir' masih sangat dangkal dalam pikiranku." Saat ini [Domain 6] Aswa alihkan untuk membedah istilah "Takdir" secara semiotik.
Secara naluriah, membangun kekuatan untuk berhadapan dengan Penguasa dan lalu mati adalah sesuatu yang konyol. Itu bukan prinsip keluarga Aswa. Faktanya, Penguasa jelas memiliki kekuatan maha dahsyat. Sanggup menggenggam dunia di akhir pertempuran.
Penguasa menyebut dirinya sebagai kaki tangan Tuhan. Kenapa tidak menyebut dirinya Tuhan? Pertanyaan ini sudah Aswa jawab beberapa bulan lalu, namun ia kembali mengulangi proses berpikirnya. Memverifikasi jika ada terjadi kekeliruan dalam membentuk alur pikir.
[Domain 6] terus menjalankan instruksi Aswa untuk berpikir secara deduktif-induktif. Bagaimana jika penguasa tertinggi yang telah mengatur semua ini? Mengingat usianya yang telah mencapai lebih dari seribu tahun dengan profil super ketat. Hanya citra kepahlawanan saja yang saat ini terus terbentuk dalam opini publik. Tanpa rekaman video maupun gambar semua citra itu bukan bukti autentik kisah kepahlawanan si makhluk yang dianggap abadi ini.
Ditambah lagi tdak ada foto atau monumen yang menunjukkan profil fisik penguasa tertinggi, yang mana orang-orang menyebutnya Kaki Tangan Tuhan. Dengan informasi dari internet atau buku cetak yang beredar saat ini, sangat sulit membuka tabir rahasia yang tersembunyi tentang Kaki Tangan Tuhan.
Selama data informasi 1000 tahun silam belum ditemukan, Aswa tidak akan mengambil kesimpulan. Apakah Kaki Tangan Tuhan adalah orang jahat atau bukan itu menjadi tidak penting. Menghilangkan informasi adalah kejahatan yang paling besar. Membuat manusia hidup dalam kegelapan dari segi pengetahuan.
Literatur saat ini lebih menonjolkan kepahlawanan Kaki Tangan Tuhan yang menyelamatkan Dunia dari Kiamat. Berdasarkan informasi yang didapat oleh Aswa dari berbagai sumber, cerita Kaki Tangan Tuhan dimulai setelah dunia mengalami kekurangan sumber daya karena pemanasan global. Negara-negara, kerajaan-kerajaan dari berbegai ras sudah saling berperang menggunakan senjata-senjata canggih yang menambah parah kondisi dunia. Setengah populasi dunia dari berbagai ras tewas pada periode itu. Kaki Tangan Tuhan bersama empat orang pengikutnya memasuki berbagai medan perang, melakukan mediasi kepada pihak-pihak yang bertikai. Akhirnya perang dapat diredam. Kaki Tangan Tuhan memerintahkan empat orang pengikutnya pergi ke empat penjuru dunia untuk melakukan perbaikan terhadap kerusakan alam. Penghijauan hutan gundul, reklamasi terumbu karang, hingga penghentian penggunaan sumber daya alam secara total. Semua itu dilakukan dengan kemuliaan kemampuan sihir.
Sebelumnya kekuatan sihir adalah sesuatu yang tabu untuk diperlihatkan. Tapi kelima pemuda ini, termasuk Kaki Tangan Tuhan, menganggapnya sebagai solusi terbaik. Sihir adalah pemberian Tuhan yang Maha Mulia. Gunakanlah untuk kebajikan.
Suhu bumi akhirnya menjadi normal dengan banyaknya paru-paru dunia yang terselamatkan. Terumbu karang berbaris dengan indahnya di laut, menjadi wadah berkembang biak bagi ikan-ikan kecil. Dunia menjadi wadah yang nyaman untuk hidup.
Kaki Tangan Tuhan benar-benar menjadi juru selamat bagi dunia dan menjadi pemimpin dunia hingga saat ini. Di bawahnya ada negara-negara dan kerajaan-kerajaan dari berbagai ras yang tunduk dan patuh selama 1000 tahun. Termasuk Negara Federal Antarnusasia, negara tempat keluarga Aswa tinggal.
Dalam periode perang, negara-negara yang bertikai akan sibuk untuk mempertahankan sumber daya salah satunya data server yang mereka miliki. Memusnahkan informasi dari berbagai situs di internet semestinya sangat sulit dilakukan.
Mengingat banyaknya server yang tersebar di berbagai negara. Jika memang ada alat perang yang dapat menghancurkan seluruh sistem internet beserta data dan cadangan data, apa alatnya? Terlebih, apa motifnya? Sampai saat ini Aswa belum mengetahui siapa pelaku pemusnahan informasi di internet.
Faktanya, sekarang beberapa titik di dunia sedang melakukan perlawanan kepada Penguasa setempat. Membangun kekuatan untuk melawan kekuatan tertinggi. Mereka adalah penganut ideologi iblis, persis seperti citra yang diinginkan penguasa.
Mengambil peran antagonis di tengah masyarakat dunia. Hidup dalam kekurangan sumber daya. Sangat membutuhkan uluran tangan dari orang lain. Keluarga Aswa termasuk kalangan yang memberikan dukungan secara sembunyi-sembunyi.
"Sebaiknya aku menunggu mimpi saat bertemu dengan si pria misterius. Banyak perkataannya yang aku lupa untuk merekam, saking takjubnya aku dengan bayangannya."
Menyerahkan diri pada takdir bukanlah gayanya. Bagi Aswa, jika ia memang ditakdirkan menghadapi musuh terakhirnya dan mati, maka ia akan mengubah takdir itu minimal mati bersama musuh terakhirnya. Lost-Lost Solution Strategy.
"Pada akhirnya, obsesiku harus terwujud! Aku yang akan menggenggam dunia! Walau dunia akan mengalami kehancuran di titik itu...!" Batin Aswa tengah bergejolak.
Walau belum mendapatkan jawaban, tantangan di depan membuat motivasinya melonjak berkali-kali lipat. Dia sudah siap dengan berbagai resiko. Bahkan jika harus mengorbankan nyawa orang lain. Keluarga atau teman sekalipun.
Dia harus tetap hidup untuk menggapai mimpinya.
Senyum iblis tergambar di wajah Aswa, kala langkahnya yang tegas berderu meninggalkan tepi arena pertarungan sekolah. Menyiapkan diri untuk pertarungan dengan makhluk terkuat...
***