Senin malam pun tiba. Keluarga Hwang mempersiapkan jamuan makan malam untuk menjamu David pada malam itu.
Charice dan Yeonhee membantu memasak dan menata ruang makan.
"Eon, padahal kan kita Cuma ngundang satu orang aja, kok ribet gini, berasa ngundang sedesa!" gerutu Charice sembari membawa vas bunga untuk diletakan di tengah meja makan.
"Masalahnya Char, Pak David itu tamu spesialnya Appa. Kita harus memperlakukan dan menjamu Pak David sebaik mungkin."
"Karena mau balas budi Eon?"
"Itu salah satunya. Lagipula, sepertinya Appa punya niat lain." Yeonhee tersenyum menggoda adiknya.
"Niat apa?"
"Kita lihat aja nanti."
Dalam hati Charice. Bodo ah. Udah nggak mau mikir lagi, pussing.
Tepat pukul 7 malam Pak David datang.
Meja makan keluarga Hwang terdiri dari 8 kursi. Mejanya berbentuk persegi panjang dengan susunan bangku 3 di kanan, 3 dikiri dan masing-masing 1 di utara dan selatan. Soojong duduk di tengah, di sebelah utara. Di sebelah kanan ada Aera dan di sebelahnya Yeonhee. Di sebelah kiri ada David dan d sebelah David ada Charice. Makan malam mereka pun dimulai. David banyak berbincang dengan Soojong.
"Dave, kamu katanya lulusan Amerika ya?" tanya Soojong.
"Iya Pak."
"Hebat sekali ya. Jurusan apa?"
"Marketing Pak."
"Bapak kuliah di universitas apa?" tanya Yeonhee.
"Colorado University."
"Waw, kebetulan adiknya Charles Oppa juga kuliah di Colorado University dan ambil jurusan marketing juga." ujar Yeonhee.
Charice terkejut, ia langsung menatap David. Ia ingat jelas jika Jessica adalah salah satu orang apenting bagi David.
"Kebetulan banget ya, soalnya dulu keluarganya Charles Oppa... Eh Charles Oppa itu tunanganku. Dia sama keluarganya tinggal di Fort Collins. Sekarang masih ada kakek-neneknya Charles Oppa tinggal di sana. Tadinya mereka tinggal sama adeknya Papanya Charles Oppa, Bibi Dennise, tapi Bibi Dennise sudah meninggal karena kecelakaan 5 tahun yang lalu."
Dalam hati David. Ini bukan kebetulan, saya yang memang mengikuti Jessica.
Makan malam mereka pun selesai.
Mereka menuju kolam belakang rumah keluarga Hwang.
"Rumah Bapak cukup besar ya," ujar David.
"Rumah David pasti lebih besar, saya yakin."
Sementara Charice dan kakaknya duduk di ayunan dekat kolam. Charice memegangi perutnya sudah kekenyangan.
"Eon, nggak kuat... Aku kekenyangan."
"Makanya, udah tahu nggak sanggup makan banyak, nggak usah sok-sokan mau gendut."
"Aku harus gimana biar gendut Eon? Aku nggak mau dikira Anak SMA Eon!"
"Disuntik aja biar subur," goda Yeonhee.
"Maksud Eon?" Charice bingung, tak mengerti maksud kakaknya.
Soojong dan David menghampiri ayunan tempat Charice dan Yeonhee duduk.
Tiba-tiba Soojong memanggil Yeonhee. "Yeon, ikut Appa yuk. Appa mau nanya kerjaan di excel Appa, tolong bantuin sebentar." Soojong memberikan tanda mengedipkan mata satu kepada Yeonhee.
Yeonhee paham maksud ayahnya. "Oh Ok Appa... Sini biar aku bantu."
"Dave, Bapak tinggal dulu ya sebentar. Kamu bincang-bincang sama Charice dulu ya!"
"Oh, baik Pak!"
Mereka berdua pun meninggalkan Charice berdua di area kolam renang.
Mereka berdua tampak kikuk tidak ada bahan obrolan.
"Kamu suka apa Char?" tanya David membuka obrolan.
"Aku suka..." Charice berpikir sejenak. "Coklat."
"Yaudah lain kali saya akan bawakan kamu coklat."
Charice merasa aneh karena sifat David yang tidak bisa ia mengerti.
"Bapak mau kesini lagi lain kali?"
"Boleh kan?"
"Kalo Appa aku ngijinin ya boleh aja."
Charice sebenarnya ingin membahas mengenai kejadian malam itu namun ia bingung harus memulai dari mana.
"Kamu benar belum ada pacar? Saya takutnya PDKT sama kamu ternyata kamunya udah ada yang punya."
Dalam hati Charice. WHAT? PDKT? Wah, nggak salah denger kan aku?
"Eng... Enggak kok Pak. Saya nggak ada pacar." Dalam batin Charice. Maksudnya Pak David apa sih... Dia mau PDKT-an sama aku gitu? Beneran? Tapi ini cringe banget. Dia kayanya lupa deh kejadian malem itu. Iya, mungkin dia ga inget muka aku.
David meraih tangan Charice, ia menyium aroma tangan Charice. Charice diam saja, ia hanya memperhatikan wajah David yang tampan.
Charice yang gugup menarik tangannya dan dia memegangi tangannya. Dia tak berkata apa pun karena masih terkejut dengan apa yag dilakukan David. Rasanya raga Charice terbius, membuatnya tak bisa berbicara maupun melakukan apa pun. Hatinya berdebar, detak jantungnya terpacu dengan kencang. Charice merasa sesuatu yang tak biasa, sesuatu yang sudah lama yang tak pernah ia rasakan lagi.
***
Sejak kejadian malam itu, Charice tak bisa berhenti memikirkan David Park. Ia merasa jika memiliki ketertarikan dengan pria tersebut.
Pada malam itu, Charice bertukar nomor HP dengan David namun David belum juga menghubungi dirinya, padahal ini sudah seminggu sejak pertemuan malam itu.
Dalam hati Charice. Pak David kok nggak ngubungin aku ya, padahal ini udah seminggu. Kayanya aku yang terlalu ngarep deh, mungkin perkataannya malem itu nggak serius. Aduh aku kemakan deh omogan cowok yang buaya. Ah masa sih Pak David buaya... Kok kayanya feelingku dia bukan cowok tipe begitu deh. Udahlah lupain aja.
Charice yang sedang melamun di meja kantornya tiba-tiba ditepuk dari belakang oleh seseorang.
"Charice!"
Seketika Charice terbangun dari lamunannya. "Eh iya Minji Eonni..."
"Ayo loh mikirin apa?!"
"Eng... enggak ada kok..."
"Ah masak?"
"Iya nggak ada kok Eon!"
"Aku ada kerjaan penting dan perlu bantuan kamu Char. Kamu ada waktu?"
"Aku usahain Eon, emang apa?"
"Ini aku harus nyerahin draft laporan pengeluaran bagian kita selama setahun ini ke Pak Raymond."
"Terus aku suruh ngapain?"
"Aku minta tolong buat cekin ATK kita, aku lagi lost banget selama 6 bulan ini buat ngurusin ATK gara-gara ngejar berita kepersidenan yang waktunya unpredictable jadi kerjaan administrasi aku terbengkalai."
"Ah iya Minji Eonni, padahal ngejar berita kepresidenan kan paling makan banyak waktu ya tapi Eonni harus ngerjain kerjaan admin bagian kita juga. Harusnya bagian kita ada admin khusus kaya bagian lain deh!"
"Iya tapi mau gimana lagi Pak Raymond kan nggak ACC kalo bagian kita mau nambah personil," kata Minji pasrah. "Jadi gimana Char? Kamu mau bantu aku kan? Nanti kalo udah tolong gabungin laporannya, udah ada templatenya kok. Terus aku minta tolong kamu wakilin aku ketemu Pak Raymond, aku udah bilang sama dia juga kalo aku sekarang jarang di tempat dan dia bilang nggakpapa kalo diwakilin sama yang lain."
"Iya Eonni, aku kebetulan hari ini Cuma nulis aja kerjanya, belum ada agenda keluar. Sini aku bantuin kerjanya Eonni."
"Makasih ya Char."
Charice pun membantu pekerjaan Minji dalam administrasi.
Ia menyusun laporan keuangan departement mereka. Sore ini adalah agendanya bertemu dengan Raymond.
Akhirnya sore tiba, ia sudah mengirim email kepada bosnya tersebut jika ia yang menggantikan Minji untuk menemuinya.
Charice sudah berada di ruangan Raymond. Raymond mengecek laporan yang telah dibuat oleh Charice tersebut. Charice melihat bagian kepala bosnya ada luka yang masih terlihat bekasnya.
"Saya cek laporannya sudah bagus."
"Oh makasih Pak."
"Kamu boleh pergi," ujar Raymond dingin.
"Udah Pak gitu aja?"
"Emang kamu mau ngapain lagi?"
"Enggak sih... Pak, itu kenapa kepalanya?"
"Ini Cuma ketatap aja." Raymond memegangi lukanya.
"Oh ketatap..."
"Yaudah deh Pak, kayanya Bapak udah nggak enak liat muka saya, saya mending keluar aja."
Charice pun berjalan menuju pintu keluar ruangan Raymond. Belum sempat Charice membuka pintu, Raymond memanggil Charice. "Tunggu dulu!"
Charice membalikan badan. "Iya Pak, ada apa?"
"Kamu jangan salah paham jika saya selama ini nggak suka sama kamu."
Charice terkejut dengan pernyataan bosnya. "Ma... maksud Bapak?"
"Char, saya akan kasih penilaian kamu A jika kamu nggak ambil kasus Airis, bagaimana?"
Charice tercengang. "Ta... tapi Pak..."
"Char, asal kamu tahu saya adalah salah satu investor di klub Airis."
Charice kaget mendengar pernyataan Raymond.
"Hah? Ja... jadi Airis itu punya Bapak?"
"Saya hanya salah satu investor saja. Sekarang ini saya sedang berusaha membersihkan nama klub Airis. Kamu percaya sama saya jika klub Airis tidak lama lagi akan bersih dari mafia narkoba. Saya juga tidak ingin menjalankan bisnis ilegal, saya masih mau memiliki penghasilan dengan cara halal," jelas Raymond panjang lebar.
Charice tidak tahu harus berkata apa, ia hanya diam membisu mendengar penjelasan Raymond.
Charice dilema namun ia tak bisa berbuat banyak.
***