Setelah tiba di Singapura, Finland buru-buru mengemasi barang-barangnya di Rose Mansion. Ia menerima beberapa SMS dari Caspar yang menanyakan kabarnya, tetapi ia tidak membalas. Finland segera mencari kamar sewaan di Singapura yang murah agar ia bisa pindah.
Air matanya bercucuran saat ia melihat Rose Mansion yang harus ia tinggalkan, tempat itu sudah terasa seperti rumah selama beberapa bulan ini, dan sekarang ia harus pergi. Kini dengan gajinya ia hanya sanggup menyewa kamar jelek di pinggir kota yang jauh dari kantor.
[Aku dengar dari Ms. Law kau sedang mengepak barang-barangmu... Aku mengerti kalau kau sudah tidak mau tinggal di Rose Mansion bersamaku. Tapi aku tidak akan membiarkanmu hidup menderita. Aku sudah menaruh uang yang cukup di rekeningmu. Kau bisa menyewa apartemen atau rumah mana pun yang kau inginkan. Kumohon, jaga dirimu baik-baik. Jangan tinggal di kamar yang tidak layak. Ini permintaan terakhirku.]
Caspar mengirimnya SMS ketika Finland sedang resah memikirkan tempat tinggal baru. Gadis itu sangat terkejut membacanya, Caspar seolah bisa membaca pikirannya. Kini ia memberikan apa yang ia tahu dibutuhkan oleh Finland, tanpa diminta.
Finland membuka ibanking dan memeriksa saldo rekeningnya. Saking kagetnya ia hampir tak dapat bernapas selama beberapa detik. Caspar telah mengiriminya uang yang cukup untuk membeli sebuah rumah bagus di Singapura, kalau ia mau.
Dalam hati Finland merasa gengsi menerima hadiah uang demikian besar, tetapi ia juga tahu bahwa kedua berlian yang ada di tangannya bernilai lebih mahal dari itu dan kalau ia sangat membutuhkan uang, ia dapat menjualnya. Walau demikian ia merasa sangat sedih kalau harus menjual hadiah pemberian Caspar, apalagi salah satunya adalah cincin milik ibunya.
Akhirnya Finland menelan gengsinya dan memutuskan untuk menerima hadiah uang itu. Ia tahu dirinya akan sangat membutuhkan uang, apalagi sebagai istri Caspar ia sebenarnya berhak mendapatkan nafkah dari suaminya sendiri. Ia lalu mengganti pencariannya, tidak lagi kamar yang murah, ia mencari apartemen yang terletak dekat kantornya agar ia bisa segera pindah.
Finland segera menghubungi beberapa agen properti dan membuat janji untuk melihat beberapa unit setelah pulang kerja. Ia tidak membuang waktu, keesokan harinya segera mengunjungi beberapa unit yang masuk dalam daftar yang direkomendasikan agen.
Salah satu unit yang akan dilihatnya terletak di lantai 15. Ia hampir tidak mendengarkan saat agen properti bicara panjang lebar tentang segala fasilitas yang ada di apartemen itu. Ia hanya mengangguk-angguk dan berjalan ke balkon.
"Ada kolam renang dan gym yang lengkap..." Agen itu terus berbicara di ruang tamu, tidak memperhatikan Finland yang menatap keluar dengan sikap waspada, lalu pelan-pelan memanjat tembok balkon. Ia duduk di pinggir tembok dan memejamkan matanya, lalu membuat gerakan seolah ia akan terjun...
Finland kembali duduk. Ia melihat ke sekeliling dan mendapati tidak ada gerakan atau suara sama sekali, hanya agen properti yang terus mengoceh. Ia menarik napas panjang.
Barusan ia ingin membuktikan bahwa Caspar tidak mengirim siapa pun untuk menguntitnya. Tadi ia pura-pura mencoba melompat dari gedung untuk melihat apakah ada yang akan bereaksi, tetapi ternyata tidak ada siapa pun yang mengawasinya. Ia merasa lega karena kali ini Caspar menepati janjinya dan tidak lagi menguntitnya.
"Saya ambil unit ini." Finland masuk ke ruang tamu dan mengambil tasnya yang tadi ia taruh di meja. "Kapan saya bisa masuk?"
"Oh, besok juga bisa, begitu sewanya dibayar," jawab agen properti dengan wajah berbinar-binar. "Saya akan siapkan kontraknya malam ini. Nanti tolong kirimkan saya kartu identitas Anda lewat Whatsapp."
"Baik. Sampai jumpa besok."
Finland merasa lega. Tadinya ia takut Caspar masih melacaknya, tetapi kini ia sudah merasa aman. Setelah keluar dari gedung apartemen ia menaiki taksi dan pergi ke rumah sakit. Ia sudah yakin kini Caspar tidak akan tahu kalau ia pergi ke rumah sakit seperti ini.
Finland mendaftar ke resepsionis dan menunggu namanya dipanggil. Sambil menunggu ia membuka ponselnya dan menulis pesan kepada Anthony Wu.
[Bos, apakah tawaranmu untuk pindah ke Amerika masih berlaku?]
[Kau berubah pikiran? Aku masih membutuhkanmu, kalau kau mau. Aku sudah mulai menyiapkan kepindahanku ke sana.]
[Apakah perusahaan akan memberikan visa kerja dan menanggung proses relokasi untukku?]
[Tentu saja.]
[Baiklah. Aku perlu bicara denganmu besok di kantor.]
Nama Finland sudah dipanggil dan ia bergegas mengikuti perawat masuk ke dalam ruang periksa dokter.
"Selamat malam Nona Finland. Ada keluhan apa?" tanya dokter setelah Finland duduk. Finland tercenung beberapa saat dan kemudian mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
"Saya sudah beberapa minggu belum datang bulan, dan 5 hari yang lalu saya tes dengan alat kehamilan hasilnya positif. Saya mau memastikan apakah saya memang hamil atau tidak..." Finland menaruh testpack di meja dengan wajah yang sangat sedih. "Saya hidup sendiri dan perlu memikirkan langkah apa yang harus saya ambil bila saya memang hamil."
Dokter mengangguk. Ia sudah bertemu bermacam-macam pasien dan Finland bukanlah gadis muda pertama yang hamil tanpa suami yang datang kepadanya, maka ekspresinya tidak berubah sama sekali.
"Kalau begitu kita USG saja ya..."
Ia menyuruh Finland berbaring di ranjang rumah sakit dan mengeluarkan mesin USG. Setelah mengoleskan gel ke perut gadis itu ia mulai menggerak-gerakkan pemindai dan menunjuk pada layar, memberi tahu Finland hasil USG.
"Selamat ya, Anda memang mengandung, umur kandungan sudah sekitar 5 minggu."
Finland menggigit bibirnya dan mengangguk. Pikirannya menjadi berkabut dan ia tak mendengarkan kata-kata dokter selanjutnya. Ia teringat saat mual-mual di Paris setelah pulang dari rumah sakit untuk menjenguk Jean. Ia mengira dirinya masih sakit dan stress, tetapi setelah beberapa hari mualnya tidak juga hilang dan ia kemudian sadar bahwa dirinya sudah beberapa minggu tidak menstruasi.
Akhirnya dengan sangat hati-hati ia membeli testpack untuk mengetes apakah dirinya hamil. Finland sangat terkejut ketika melihat hasil positif pada alat tes kehamilan itu. Di satu sisi ia sangat bahagia karena akan memiliki anak, tetapi di sisi lain ia takut Caspar tidak akan pernah melepaskannya kalau pemuda itu sampai mengetahui bahwa ia hamil.
Ia tahu betapa Caspar sangat ingin memiliki anak darinya, karena itulah ia berkali-kali mengancam Caspar bahwa ia tidak akan pernah memaafkannya kalau ia masih menguntit Finland.
Selama beberapa hari terakhir ini ia sudah memastikan bahwa Caspar sudah menepati janjinya. Ia bahkan mencoba melompat dari gedung tinggi untuk bunuh diri sebanyak dua kali, dan tidak ada yang berusaha menyelamatkannya... Ini membuatnya yakin bahwa Caspar memang tidak mengawasinya, karena itulah malam ini Finland berani memeriksakan kandungannya ke rumah sakit.
"Maafkan aku, Caspar..." bisik Finland sedih saat ia bergegas meninggalkan rumah sakit. "Aku tak bisa membiarkanmu tahu bahwa kau punya anak. Aku takut kau takkan pernah melepaskanku... Di saat seperti ini, aku tak bisa hidup dalam kungkungan siapa pun."
Wahhhh...... Ternyata Finland hamil.... Kasihan ya, Caspar tidak tahu....