Air mata berkumpul di pelupuk mata Farani, tertahan, bersiap untuk meluncur . Apapun yang ada di dalam bingkisan itu, Farani tidak pernah membayangkan apa isinya. Bagi Farani, kesehatan dan kasih sayang dari orang yang terkasih adalah yang paling utama. Tentu ini menjadi kejutan yang paling tak terduga.
"Ini cantik banget." Kata Farani, setelah bisa menguasai dirinya.
"Pakai kalo suka." Sita tersenyum.
Bagi Sita, dia tidak pernah membayangkan efek yang akan muncul dari kado kecilnya itu. Dan dia merasa bersyukur karena sudah meminta pendapat Kia untuk menyiapkan kado itu. Kado kecil yang penuh makna. Kado kecil yang biasa namun spesial.
Setelah benar-benar tenang dan menguasai dirinya, Farani memulai topik pembicaraan yang ringan.
"Gimana kalo kita ganti nama panggilan?" tiba-tiba Farani teringat topik pembicaraan itu.
"Kenapa?"
"Gue dikritik. Masa sama pacar panggilnya lo gue."
Tentu saja para pengkritik itu adalah sahabatnya. Amel, Tika, Sasha dan bahkan Lulu juga berkomentar tentang nama panggilan sayang itu. Bahkan Fareza yang absurd saja punya panggilan sayang untuk Rere. Pada awalnya Farani tidak pernah memusingkan masalah itu, namun semakin banyak orang yang menjejalinya dengan pemikiran itu membuat Farani tidak nyaman.
"Terserah, yang penting nyaman."
"Menurut lo, apa nama panggilan yang cocok?"
Sisa waktu kunjungan itu mereka habiskan untuk memikirkan nama panggilan sayang yang menurut mereka cocok. Namun sampai menit ke 15 sejak dimulainya pembahasan itu, tak kunjung ada nama yang menurut mereka cocok.
"Gue pamit ya. Besok gue dateng lagi."
"Happy birthday." Sita menatap wajah kekasihnya dengan penuh sayang. "I love you."
"I know. I love you too"
Saat Farani akan melangkah, tanganya ditahan oleh Sita. Genggaman tangan itu terasa lemah, namun ada kekuatan yang cukup untuk menahan tangan Farani.
Tanpa berpikir, Farani duduk lagi di samping Sita, menggenggam tangan Sita dan menciumnya.
"Cepet sehat, cepet pulang ke rumah." Farani tersenyum.
Sita juga tersenyum, merasa yakin dan puas dengan perkataan pacarnya.
"Apapun yang terjadi, yakin kalo gue sayang sama lo."
"Apa lo jadi alay sekarang?" goda Farani.
"Iya, gue pengen alay dan ngegombal." Itu senyum terakhir yang terlihat, sebelum keduanya berpisah.
Diluar ruangan, Farani tersenyum puas setelah bertemu dengan Sita. Ada perasaan tidak tenang yang terus menggelayuti pikirannya, namun dia berusaha menepisnya. Membuang jauh-jauh hal yang tidak baik. Dia hanya percaya dengan hal yang baik. Itu yang ada dipikiran Farani.
Sebelum pulang ke Beethoven 15, Raffi mengajak Farani untuk dinner. Ini sudah direncanakan untuk waktu yang cukup lama. Setidaknya begitulah pemikiran Raffi. Dia ingin menjadikan hari ini sebagai hari yang istimewa untuk Farani. Untuk orang yang dia sayangi.
Restoran yang mereka masuki memang bukan restoran yang mahal, tapi itu cukup membangun suasana romantis untuk melewatkan dinner.
"Gue nggak berusaha gantiin posisi Sita, tapi dari dulu gue emang pengen dinner romantis sama lo." Ucap Raffi, berusaha menghindari kesalahpahaman yang akan terjadi kelak.
"Gue juga nggak berusaha berpaling dari Sita, tapi gue pengen melewatkan malam ini dengan cara yang romantis."
Alasan Farani berkata seperti itu tak lain karena dia sudah meminta ijin kepada Sita. Dan Sita dengan lapang dada mengijinkan kekasihnya untuk dinner dengan Raffi. Meskipun dalam hati Sita tidak merelakan, tapi demi kebahagiaan Farani, akhirnya Sita mengiyakan. Dan untuk Farani sendiri, dia selalu berusaha terbuka dengan Sita.
Saat duduk dihadapan Raffi, dia melihat ada cincin indah yang tersemat di jari manis Farani. Sepintas Raffi tampak cemburu, tapi dia berhasil menguasai kecemburuannya. Apa yang pantas dia cemburui untuk hal yang sudah jelas? Bahwa Sita dan Farani adalah sepasang kekasih? Mungkin seharusnya Sita yang merasa cemburu karena kekasihnya sedang dinner romantis denganya saat ini.
Sambil menunggu pesanan datang, Raffi teringat dengan kue ulangtahun buatannya.
"Sesuai janji, gue bikin sendiri kue ini. Yah walaupun masih di bantu sama Mama, tapi paling nggak 85% usaha gue."
Segera, kue ulangtahun buatan Raffi tersaji di meja. Lengkap dengan sebuah lilin angka satu yang tertancap di tengah kue.
"Kok lilinnya cuma angka satu?" tanya Farani keheranan.
"Angka sisanya aku convert jadi ini." Raffi mengeluarkan kotak seukuran kartu nama.
Setelah dibuka, didalam kotak itu ada delapan kertas yang bertuliskan 'your wish' dengan beberapa warna. Melihat itu, Farani masih tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Raffi. Farani sejenak memandang Raffi, meminta penjelasan untuk kado ulangtahunnya itu.
"Tulis permohonan lo di kartu itu. Selama gue bisa mengabulkan, gue bakal berusaha mengabulkannya."
"Apa aja?" Farani menekankan perkataannya, berusaha mencari keseriusan dalam mata Raffi.
Raffi menganggukkan kepalanya, "Selama gue mampu."
Sebuah senyum jahil terlintas di wajah Farani. Ini memang kado yang tidak pernah dia harapkan. Melihat senyum licik diwajah Farani, mau tidak mau Raffi segera menyesali apa yang baru saja dia lakukan. Bisa dipastikan bahwa Farani tidak akan meminta hal yang mudah untuk dikabulkan.
Meski sudah mempersiapkan mentalnya jauh-jauh hari, tapi saat mendapati senyum itu dari Farani secara langsung membuat Raffi harap-harap cemas.
"Ini ada expired-nya nggak?"
Pertanyaan yang bagus. Dengan cekatan Raffi menjawab, "Ada dong. Itu berlaku selama gue ada disini aja. Kalo gue udah balik kuliah, itu nggak berlaku."
"Gimana kalo tahun depan pas lo balik ke Indonesia? Apa itu masih berlaku?"
"Intinya kehadiran gue disini. Mau tahun depan atau 100 tahun lagi, nggak masalah."
Senyum lebar terukir di wajah Farani. Ini kado yang sangat menarik.
Dengan segera Farani segera memikirkan hal-hal apa saja yang akan dia minta dari Raffi untuk diwujudkan. Benar-benar hanya untuk hal yang menurut Farani penting, mengingat dia hanya memiliki delapan kartu ditangan.
*
Kamar lantai dua di Beethoven 15.
Lulu sudah tertidur dengan pulas setelah memberikan kadonya untuk Farani. Tekad Lulu selalu sama sejak mereka menjadi sahabat, menjadi orang terakhir yang mengucapkan selamat ulang tahun dan memberinya kado. Itu hanya 5 menit sebelum pergantian tanggal.
Itulah cara Lulu memberikan perhatian untuk sahabatnya. Meski sekarang keduanya sudah memiliki kesibukan masing-masing, persahabatan mereka tetap akan terjalin. Dan itu terbukti, apalagi dengan jarak yang ber kilometer jauhnya memisahkan mereka, mereka tetap terhubung sebagai sahabat yang saling melengkapi.
Farani sebenarnya sudah sangat mengantuk, tapi saat dia memandangi cincin yang tersemat di jari manisnya, rasa kantuk seakan terbang menjauh. Lama dia memandangi cincin itu. Sesinggung senyum terulas di wajahnya, dan perlahan dia tertidur.
"Tuhan, berikan kesembuhan dan kesehatan untuk Sita. Apapun itu asal yang terbaik buat dia."
Begitulah doa Farani sebelum benar-benar terlelap dalam tidurnya.