Saat mampir di kafe tadi, Sita sempat mengirim pesan ke Fareza. Dia berkata ingin berkunjung ke rumahnya karena Sita di rumah sendirian. Langsung saja Fareza mengiyakan, terlebih dia hanya berdua dengan pacarnya. Ayah dan Bundanya sedang ke rumah nenek, karena ini malam minggu, tampaknya beliau akan menginap.
Awalnya Sita ingin memberitahu Farani tentang skenarionya itu, tapi diurungkan karena akan membuang waktu untuk menjelaskannya. Untungnya Farani hanya diam saja mendengar penjelasan dari Sita kepada Rere tadi.
Begitu Rere masuk ke dalam rumah, Sita lalu menggenggam tangan Farani. Jelas Farani merasa kaget dengan kelakuan Sita. Disaat Farani berusaha mati-matian menyembunyikan apa yang mereka lakukan, Sita malah dengan jelas menampakkan hal ingin disembunyikan Farani.
Percuma Farani berusaha melepaskan tangan Sita, karena semakin dia berusaha melepaskan tangan Sita, semakin kuat genggaman tangan Sita. Hal pertama yang dilakukan oleh Sita begitu masuk ke dalam rumah adalah mencari Fareza.
"Sampe juga lo." Fareza menyapa sahabatnya itu.
Raut muka Fareza langsung berubah ketika dia melihat adiknya berjalan dibelakang Sita dengan wajah tertunduk. "Ada apa ini?"
Baik Sita maupun Fareza menampakkan wajah seriusnya. Rere menoleh ke arah Farani, mencoba mencari penjelasan dari adik pacarnya itu. Bahkan Farani hanya bisa memasang wajah memelas sambil menggelengkan kepala.
"Gue pacaran sama adik lo."
Sepersekian detik, Sita langsung jatuh tersungkur. Fareza merasa amarahnya memuncak setelah mendengar apa yang Sita katakan. Dia tidak pernah menyangka sahabatnya itu bisa melakukan hal yang menurutnya sangat tidak sopan.
"Abang apaan sih main pukul?" Farani lalu menghampiri Sita yang masih tersungkur di lantai. Sudut bibir Sita mengeluarkan darah.
"Masuk kamar!"
Rere langsung menarik Farani, menjauh dari 'medan perang'. Mata Farani bertemu dengan mata Sita saat dia berjalan naik ke kemarnya.
"Serius kalian pacaran?" Rere langsung bertanya begitu mereka sampai di kamar Farani.
Jujur Farani tidak tahu harus menjawab apa. Kenyataannya, Farani dan Sita tidak pernah melalukan perjanjian atau ada ucapan yang membuat mereka menjadi sepasang kekasih. Melihat Farani yang diam saja, Rere menarik kesimpulan bahwa Sita dan Farani memang menjalin hubungan khusus.
"Sejak kapan?" Rere melanjutkan pertanyaannya. Sekali lagi Farani diam saja. "Apa kalian mau menyembunyikan semua ini?"
Dengan ragu Farani menjawab, "Nggak pernah ada yang menyatakan perasaan, jadi gue juga kaget waktu dia bilang kek gitu ke abang. Re, tolong pisahin mereka, abang bisa ngamuk kalo nggak dipisah."
Di lantai bawah, terdengat beberapa kali suara sesuatu jatuh menghantam tanah. Bayangan Farani, itu Sita yang berkali-kali ambruk dipukuli oleh abangnya. Rasanya ingin Farani lari dan emlerai mereka, tapi dengan adanya Rere disampingnya, itu akan terlihat sulit dilakukan.
Farani menyadari bahwa apa yang Rere lakukan adalah untuk melindungi dirinya juga. Tak bisa dipungkiri, dengan berada disekitar mereka dirinya hanya akan menjadi korban.
Tak tahan mendengar keributan yang terjadi di lantai bawah, Farani langsung berlari keluar kamar dan berusaha melerai. Sita yang tergeletak di lantai dengan beberapa luka di wajah membuat Farani sangat marah. Bukan karena kondisi Sita, melainkan karena kakaknya bisa dengan sebrutal itu menghajar sahabatnya.
"Abang kenapa sih?" Teriakan Farani membuat Fareza menurunkan amarahnya.
"Jangan pernah deketin adek gue!" setelah selesai mengancam, Fareza mendorong Sita keluar lalu menutup pintu dengan cara dibanting.
*
Sebelum kembali ke rumah, Sita mampir ke apotek untuk membeli beberapa obat. Jelas luka yang dibuat oleh Fareza tidak akan hilang hanya dalam beberapa hari. Untungnya dia sendirian di rumah, jadi tidak perlu bersusah payah menjelaskan kepada anggota keluarga yang lain darimana dia mendapatkan luka itu.
Kling.
Sebuah pesan masuk di HP Sita. Dari Farani.
'Udah sampai rumah?'
Tanpa membalas, Sita melemparkan HPnya ke sofa dan berjalan ke wastafel membersihkan beberapa lukanya. Wajahnya penuh luka dan memar.
"Why it feel so hard?" sambil menahan perih, Sita terus mengobati lukanya sendiri.
Lalu teleponnya berdering, menandakan adanya panggilan masuk. Farani.
"Halo."
"Udah sampai rumah?"
"Udah. Kita ngobrol besok aja."
Klap, Sita menutup telepon tanpa basa basi.
*
Farani mengurung diri di kamarnya. Dia benar-benar marah dengan abangnya, tapi dia juga tidak bisa menyalahkan abangnya 100%.
"Kenapa adek nggak cerita kalo kalian pacaran?" dengan wajah yang penuh kasih sayang, Fareza mencoba berbicara dari hati ke hati dengan adiknya.
"Abang, kita bahkan baru beberapa kali ketemu."
"Trus kenapa Sita ngomong kek gitu?" Fareza menuntut penjelasan.
"Mana adek tau. Bahkan kita aja nggak pernah ngobrol kan. Abang tau itu."
Lalu Fareza memeluk adiknya dengan erat. Dia ingin melindungi adiknya dari apapun dan dengan cara apapun. Baginya, Sita bukan laki-laki yang cukup baik untuk Farani. Tapi dia akan menghargai pilihan Farani jika memang adiknya ingin bersama Sita.
"Jangan marah kek gitu lagi. Abang jadi nggak ganteng lagi." mendengar rayuan Farani, Farza langsung tersenyum. "Kalo gini kan ganteng. Itu baru Abangnya Farani."