Yan Hua tidak dapat mempercayai penglihatannya saat ia melihat ayahnya mengacungkan pedang penuh darah itu untuk menusuk ibunya. Tak ayal ia pun menjerit keras, "IBU!"
Ayahnya yang juga merupakan perdana menteri kanan Kerajaan Tang, Li Xin, seketika itu langsung menghentikan gerakan pedangnya dan menoleh ke arah putri kesayangannya, Yan Hua, yang berdiri di sana dengan wajah syok. Wajahnya menampakan berbagai emosi yang berkecamuk.
Liu Qian Qian pun memandang putrinya dengan penuh kasih sayang. Wajahnya bersih seputih salju dan kecantikan saat ia masih muda masih tetap terpahat jelas di wajahnya. Bibirnya yang merah merekah tersenyum tenang, hanya saja sinar matanya telah meredup, seolah-olah ingin saja ia melepaskan semuanya.
"Mari kita hentikan di sini saja.." Katanya lirih kepada suaminya sembari tersenyum sendu. Wanita itu mengulurkan tangannya untuk menggenggam ujung pedang yang memamg sudah ditodongkan ke arahnya. Ia mengernyit sedikit, menahan nyeri pada tangannya. Dan secepat kilat ia lalu mendorong pedang itu, masuk diantara rusuknya, menusuk tepat ke jantungnya.
Uahk- Mulutnya menyemburkan darah segar, membasahi pakaian sutranya yang berwarna putih bersih. Tubuhnya terkulai ke lantai yang dingin, darahnya membasahi pedang, berpadu dengan darah si pelayan muda yang telah terlebih dahulu terkulai tak bernyawa.
"QIAN QIAN!" Jerit Li Xin syok melihat perbuatan istrinya. Tangannya masih memegang pedang itu, hanya saja kini ujungnya sudah tertancap sempurna di dada istrinya. Tubuhnya bergemetar keras dan ia pun jatuh bersimpuh di samping tubuh istrinya.
"Qian Qian... K-kau.. Kenapa bisa begini jadinya.. Aku hanya..Aku..Bukan maksudku..." Kata Li Xin putus asa. Kedua tangannya memegang wajah istrinya dengan gemetar, menghapus sisa-sisa darah di wajah cantik itu.
Ia tahu dengan jelas bahwa tabib manapun tidak akan dapat menyelamatkan nyawa istrinya bahkan dewa sekalian pun tidak akan bisa mengambil istrinya dari kematian.
Qian Qian hanya mampu tersenyum lemah, ia tahu bahwa waktunya sudah tiba. Ia mencoba untuk menatap putrinya selama mungkin dan setetes air pun mengalir dari mata indahnya. "Maafkan ibu. Jagalah dirimu dengan baik," lirihnya.
Mata itupun terpejam, menutup dirinya dari dunia untuk selamanya. Yan Hua yang selama ini berusaha untuk tetap tegar pun akhirnya menangis sejadi-jadinya sembari memanggil-manggil nama ibunya. Sedangkan Qian Mei mencoba menenangkan Yan Hua dengan memeluknya erat, meskipun kesedihannya sendiri tak kalah jauh dengan Yan Hua.
Li Xin memeluk tubuh istrinya yang telah dingin. Ia sama sekali tidak menangis maupun berkata sesuatu. Tapi pandangannya kosong, seolah-olah jiwanya ikut mati bersama wanita yang di cintainya ini. Bukan maksudnya untuk menyebabkan istrinya berakhir seperti ini.
Ia memandang wajah Qian Qian, wajah istrinya yang membuatnya jatuh hati pada pandangan pertama.
...
10 tahun yang lalu, Chang'An, Ibukota Dinasti Tang.
Seorang sarjana muda baru saja menyelesaikan ujian tingkat akhirnya. Usianya tidak lebih dari 18 tahun. Wajahnya tidak terlalu tampan namun menarik, sedangkan rambut dan pakaiannya di tata seperti seorang pelajar pada umumnya. Ia berjalan diantara keramaian dengan kepala yang terangkat tinggi, bibirnya menampakkan senyuman angkuh.
"Minggir, tandu dari keluarga Liu akan melintas!" Teriak seorang lelaki jangkung.
Teriakan tersebut tak ayal langsung menarik perhatian sarjana muda tadi. Siapa yang tidak mengenal keluarga Liu dari Chang'An yang merupakan keluarga terkaya di seluruh wilayah di Kerajaan Tang. Pendiri keluarga itu merupakan seorang pensiunan menteri dari dinasti sebelumnya, yang kemudian beralih profesi menjadi seorang pebisnis. Bisnisnya meliputi perdagangan sutra, keramik, teh, hingga arak beras. Semua bisnis tersebut kemudian diturunkan kepada anak-cucu nya hingga menjadi seperti sekarang.
Meskipun Keluarga Liu merupakan keluarga terkaya di Kerajaan Tang, namun mereka sangat rendah hati dan selalu membantu rakyat sekitar yang kesulitan. Oleh karena itu, nama Keluarga Liu menjadi sangat terkenal di seluruh Chang'An sebagai keluarga aristokrat yang dermawan.
Tandu tersebut berbentuk persegi panjang dengan ukir-ukiran bunga pada sisi depan dan juga belakangnya. Sedangkan sisi kanan dan kirinya di tutupi oleh sehelai sutra berwarna merah muda.
Empat orang laki-laki berbadan besar yang menjadi pengangkat tandu tadi pun menurunkan tandu tersebut di depan pagar besar dengan tulisan 'Kediaman Keluarga Liu' di atasnya.
"Miss Qian Qian telah tiba! Buka pintu!" Teriak lelaki jangkung tadi yang ternyata merupakan kepala dari pengawal tandu.
Sebuah tangan terulur keluar dari tandu, diikuti dengan tubuh ramping pemiliknya. Seorang gadis berusia 13 tahun keluar dengan gerakan yang lemah gemulai. Wajahnya berbentuk oval, matanya jernih dan bening layaknya air mengalir, bibirnya pun merah dan tipis namun menggairahkan. Sebagian rambutnya di gelung ke atas dan di beri tusuk rambut perak. Pakaian sutra berwarna putihnya berkibar diterpa angin semilir.
Semua pria memandangnya takjub,
dengan mulut terbuka, seolah-olah mereka melihat seorang dewi dari kahyangan. Sedangkan para wanita berbisik-bisik, iri akan kecantikannya. Qian-Qian melihat ke sekelilingnya dan menemukan seorang pemuda yang terlihat paling menonjol diantara kerumunan, seorang sarjana muda.
Ia menatap pelajar itu seksama, cukup tampan tapi sayang bukan tipenya. Qian Qian hampir saja tertawa melihat pandang mata sarjana itu padanya, sebuah tatapan yang memujanya. Ia pun tersenyum sebentar lalu berjalan masuk ke kediamannya dengan anggun.
Li Xin hampir saja mengikuti gadis itu masuk sebelum akhirnya ia menampar pipinya sendiri. Ia memaki dirinya yang terlalu mudah jatuh ke dalam pesona wanita. Tapi tak dapat dipungkirinya bahwa gadis tadi sangatlah cantik, melebihi gadis-gadis yang pernah ia temui selama ini.
Saat gadis itu tersenyum, jantungnya memukul keras, dan rasanya ia telah kehilangan akal sehatnya.
"Ah, kurasa aku takkan pernah bisa melupakan senyuman itu. Liu Qian Qian" Gumamnya pelan sembari tersenyum lebar.
Saat itu juga ia tahu bahwa ia telah jatuh hati kepada seorang gadis bernama Liu Qian Qian.