Hari ini cuaca sedikit cerah, Syabilla datang lebih pagi suasana sekolah masih sepi hanya ada beberapa satpam yang menunggu gerbang. Karena sudah dua hari dia menjaga Ronna dan akhirnya sore ini gadis kecil itu bisa pulang.
Syabilla membuka ruangannya menggunakan kunci cadangan yang selalu dia bawa sebab dia adalah orang yang paling sering datang pagi dan pulang paling akhir.
Dia membuka beberapa buku untuk mengisi materi hari ini, kesibukannya di rumah sakit membuatnya belum sama sekali membuka materi untuk di ajarkan kepada anak-anak. Saat asik dan fokus pada buku yang menjadi minatnya sebuah telpon masuk, Syabilla mengernyitkan kening tanda tak mengenali siapa yang menelponnya. Awalnya gadis itu ragu untuk menekan tombol hijau hingga panggilan itu terputus dan Syabila kembali fokus dengan bukunya. Berselang beberapa menit telpon itu berdering lagi, dan secepat deringan itu Syabila menekan tombol hijau.
"assalamualaikum.." Nihil tak ada sahutan di sebrang sana, Syabila mulai bimbang dia berpikir ada orang yang sengaja untuk mengerjainya tapi untuk apa?.
"hallo,,,... dengan siapa ya?" tanya Syabila tidak putus asa, tapi tak kunjung ada sahutan dari seberang sana dan telpon itu terputus sepihak.
"aneh" gumam Syabila, dia kahirnya kembali fokus pada buku didepannya.
Anak-anak sudah mulai berdatangan karena jam sudah menunjukkan pukul 7.30. Bertepatan dengan itu handphon Syabila berdering lagi, di barengi dengan rasa jengkel gadis itu menekan tombol hijau tanpa melihat siapa yang menelpon.
"mau apa lagi, kalau ngak mau ngomong ngak usah telpon-telpon" Tanpa jeda dan tanpa memberikan kesempatan untuk lawan bicaranya.
Terdengar helaan nafas dari sebrang telpon, dan disusul dengan suara yang pastinya Syabila kenali.
"udah marah-marahnya?"
Syabila keget dan dengan cepat dia menjauhkan handpon itu dari kupingnya, lalu memperhatikan dengan baik-baik siapa pemanggil itu dan alangkah kagetnya dia ternyata yang menelpon adalah suaminya. "Astaga... apa yang ku lakukan" guman Syabila sambil menepuk keningnya sendiri.
"Temui saya hari ini" Telpon itu terputus begitu saja, bahkan Syabila belum sempat menyuarakan pembelaannya.
"mati aku..." kalimat putus asa yang bergema dalam benak gadis ini, dia baru saja baikan dengan lelaki itu tapi pagi ini dia membuat ke kacauan lagi dengan menerima telponnya dalam ke adaan yang jengkel.
***
Hari ini suasana kelas tidak terlalu membuat Syabila pusing, karena seharian ini mereka sangat bisa di atur. Tapi yang membuat awan mendung masih bergelayut di hati Syabila adalah tentang kejadian tadi pagi, dia bahkan tidak bisa membela diri ketika Adam memintanya untuk menemuinya setelah pulang dari sekolah. Mengingat itu Syabila berfikir bahwa dia seharian ini tidak melihat Adam.
Syabila menuruni anak tangga untuk melihat di ruangan kepala sekolah, apakah pak Adam ada di sana. Ternyata nihil lelaki itu tidak ada di sana tapi ada seseorang di dalam ruangannya itu.
"ngapain Ibu Syabil?" tanya salah satu staf Tu yang kebetulan dia keluar dari ruangan.
"eh ngak"
"nyari pak Adam?"
"dia kemana?"
"kamu lupa ya... kalau pak Adam sudah ngak di sini lagi, beliau sekarang menjadi wakil Yayasan"
"eh.. kapan, kok aku ngak tau info itu" Syabila agak bingung, pastinya dia ketinggalan info tentang ini.
"dua hari yang lalu, kamukan ngak masuk makanya ngak tau"
"oo.. begitu, kalau begitu aku permisi dulu ya!" Syabila melangkahkan kakinya untuk menaiki anak tangga tapi kemudia memutar balik badannya.
"terus yang ganti pak Adam siapa?" tanya Syabila penasaran
"pak Umar" jawab staf wanita itu dengan senyuman khasnya.
"oo... terimakasih ya!"
" Iya Bu Syabil"
Syabila pun pergi dari tempat itu, tapi fikirannya masih berkelana dan bertanya-tanya kenapa pak Adam tidak memberitahukan tentang perpindahannya.
****
"Bu Syabil .. duluan ya!" Salah satu guru di sana menyapanya, Syabila mengguk sekenanya. Fikirannya masih kacau kira-kira Adam akan ngomong apa tentang omelannya tadi pagi.
"Bu Syabil ... " panggilan itu menghentikan langkahnya, dia balik badan dan mendapati seseorang yang memanggilnya.
"ya... Anda...?" Syabila menggantung kalimatnya serta mencoba mengingat siapa lelaki di depannya ini.
"Hasan, masih ingat"
"Hasan.."Syabila membeo dia benar-benar lupa kalau ada berkenalan atau memiliki teman dengan tampang memukau seperti ini.
"lupa ya..."lelaki itu tersenyum lembut.
"masih ingat pohon mangga di depan rumah nenekmu, atau layang-layang putus" Hasan memberikan klu agar Syabila setidaknya ingat tentang dirinya.
"Hasan... Hasan yang itu, Allahu akbar... apa kabarnya?" Gadis itu tersenyum sumringah dia mendapati teman lamanya, teman yang paling setia dan teman yang dulu menghilang tidak ada kabarnya sama sekali.
"Alhamdulillah baik"
"ngapain di sini?" Tanya Gadis itu
"ngajarlah..."
"sarius?"
Hasan tersenyum girang ketika dia masih mendapati kebawelan dari temannya itu, tapi senyum itu memudar ketika dia mendapati sebuah cincin melingkar di jari manis gadis itu.
"tapi bukannya dulu kamu malas jadi guru?"
"itu dulu Syabila... lain sekarang" Lelaki itu menerawang masalalu, dia bahkan tidak berdebat sangat hebat dengan Syabila ketika memutuskan cita-cita menjadi guru itu tidak semudah yang di bayangkan.
"apa yang membuatmu berubah pikiran?" Tanya Syabila serius.
"kamu... kamu yang membuat aku berubah pikiran"
"aku" Syabila menekan kalimat itu dari posisinya. Belum sempat Syabila melanjutkan kata-kata itu sebuat klakson mobil menghentikan pembicaraan mereka, arah mata Syabila mengenali mobil itu dan dia buru-buru untuk membereskan tas miliknya.
"aku duluan ya Pak Hasan" Pamit Syabila dengan senyumnya, Hasan mengangguk dan Syabila berjalan cepat menuju mobil yang itu.
Seiring perginya gadis itu, Hasan menerawang jauh bahwa dia sudah tidak memiliki harapan dengan dia, dia yang mungkin saja telah di miliki oleh orang lain.
***
Syabila duduk tenang di samping Adam, seperti biasa suasana dingin itu pasti akan selalu sama yang terdengar hanyalah lantunan ayat suci al qur'an dari radio yang ada di mobil itu.
"aku kekampus dulu" Adam berbicara tidak formal seperti biasa ketika mereka hanya berdua saja.
"ngajar! kalau begitu antar aku kerumah saja ya" Adam melirik sekilas kepada istrinya itu, apakah gadis ini tidak faham kalau dia ingin mengajaknya ke kampus seperti bisa karena dengan membawa serta istrinya dia bisa terhindar dari lirikan mahasiswi. apalagi kejadian waktu itu cukup membuatnya ngeri, mendapatkan pernyataan cinta dari mahasiswinya sendiri bahkan di depan istrinya.
"kamu ikut aku!" Final sudah dan Syabila tidak berani membantah lagi itu adalah keputusan final dari mahkluk yang bernama Adam.
***
Kebosanan pasti melanda Syabila, menunggu Adam mengajar itu sangat melelahkan dan Syabila bosan. Disela kobosanannya itu deringan telpon sedikit mengusik perhatiannya.
"dari panggilan tanpa nomor lagi" Syabila mulai takut dengan situasi ini, ini adalah kesekian kalinya dia mendapatkan telpon seperti ini tapi rasa penasaran di hati membuatnya tetap menekan tombol hijau tanda menerima telpon itu.
"hallo" ada suara krusuk-krusuk di sebrang sana tapi tak kunjung ada jawaban.
"hallo... siapa ini..?" Syabila mulai gemetar, mengusik memori buruk.
"hallo...." Syabila mengulang kembali tapi tetap tak ada jabawan.
"kalau tidak mau bicara aku tutup telponnya" Ancaman Syabila sukses membuat orang di sebeberang sana bersuara.
"apa kamu bahagia?" pertanyaan itu sukses membuat Syabila bergidik ngeri karena suara itu terdengar lagi padahal ini sudah berlalu begitu lama dan Syabila masih sangat ingat dengan suara ini tapi tak pernah tau siapa pemilik suara ini.
"siapa kamu?" Syabila bergetar, dan orang yang menjadi lawan bicaranya itu hanya tertawa, tertawa puas ketika dia mengetahui Syabila mulai ketakutan.
"apa kamu bahagia?"
"Ngapain kamu Bil" Panggilan itu sukses membuat Syabila menolehkan kepala tanpa memindahkan telpon itu di kupingnya.
"Pak Adam"
Adam melihat gelagat istrinya seperti orang yang ketakutan.
"Telpon dari siapa?" Secepat kilat dia merebut Handpon itu dari tangan istrinya dan menempelkan Hendpon itu kekupingnya untuk mendengarkan siapa yang menelpon.
"siapa kamu?" Adam terlihat menahan emosinya.
"kamu suaminya? Apa dia bahagia?" pertanyaan yang sama, dan Adam kembali melihat pada istrinya, perempuan itu benar-benar kacau bahkan air mata sudah mulai tumpah tak terbendung.
"dia sudah bahagia" Secepat kilat Adam menutup telpon itu. Sementara Syabila meremas kuat-kuat tangannya sendiri untuk menenangkan gejolak jiwanya, mimpi buruknya.
"kita pulang" Ajak Adam tanpa repot -repot untuk bertanya keadaan istrinya itu, dan handpon itu dia simpan ke dalam saku celananya.
****
menulis itu perlu waktu dan saya meluangkan waktu yang sedikit ini untuk menyelesaikan beberapa bab lagi.
semoga masih ada yang menunggu
6/5/2020