"Tuan. Kita sudah sangat jauh. Kita seharusnya suudah aman sekarang."
Aku melepas jubahnya dan menatap pemilik suara misterius itu. Dan pemiliknya adalah salah satu warga dari kerajaan sebelah yang berbicara pada kami di perbatasan. Dia adalah salah satu orang yang nggak bicara saat itu.
"Kau.....?"
Aku merasa seperti itu bukanlah orang yang sama.
"Ingat yang kita bicarakan tentang dopplegänger yang menyamar sebagai bunda?"
"Um... Ya..."
"Inilah orangnya."
"Ini adalah pertemuan pertama kita, Tuan. Apa anda mengenali saya karena penjelasan putri Melty? Saya harap begitu, Tuan. Jika tidak, saya telah gagal sebagai bayangan."
"Kurasa kau mengatakan itu salah."
"Ini adalah perintah dari sang putri, jadi saya tidak punya pilihan, Tuan."
"Kita sudahi saja candaan ini... bicaralah. Kenapa kau menyelamatkan kami? Siapa kau? Apa maumu?"
"Saya adalah seorang anggota dewan rahasia Melromarc. Saya adalah "bayangan". Itu sebabnya saya membantu anda. Dan juga, saya tidak punya nama. Jika anda ingin memanggil saya, Tuan, silahkan panggil saya Shadow."
Shadow... Apa dia berusaha terlihat keren? Aku ingat pernah bertemu salah satu dari mereka sebelumnya. Itu terjadi saat di Riyute, saat aku balapan dengan Motoyasu.
Pasti ada suatu perbedaan antara cara berpikirku, yang datang dari dunia lain, dan cara berpikir warga dunia ini.
Kalau aku mulai mendaftar mereka semua, daftarnya akan sangat besar. Jadi aku mengabaikannya untuk saat ini.
"Kenapa kau menyelamatkan kami?"
Itulah yang paling ingin ku ketahui. Aku bisa memikirkan beberapa alasan, tapi nggak satupun yang kelihatan sangat memungkinkan.
"Saya tidak bisa menjawabnya, Tuan."
"Sungguh tertutup."
"Jika saya harus menjelaskan, saya bisa mengatakan bahwa tugas saya adalah melindungi Putri Melty."
"Itu nggak banyak menjelaskan."
Kalau itu alasannya, dia harusnya datang untuk membantu saat Melty mulai bertarung.
"Saya tau bahwa Pahlawan Perisai akan melindungi dia. Itu sebabnya saya tidak muncul."
"Kau...."
"Pertarungan itu terlihat cukup berbahaya, tapi kita berhasil kabur dengan aman. Saya yakin ini karena para Pahlawan lain memiliki keraguan terhadap misi mereka sendiri."
Jadi pada dasarnya, dia tau apa yang sedang terjadi, dan cuma melihat saat semua itu terjadi. Dia pasti sangat handal.
"Selain itu, saya sudah ada disini jadi saya akan menyampaikan berita tentang keberadaan sang ratu pada putri dan pada Pahlawan Perisai."
Shadow menunjukkan sebuah peta pada kami, dan dia menunjuk sebuah negeri di sudut barat daya.
Itu berlawanan arah dengan Siltvelt.
"Sang ratu saat ini berada di negeri ini. Itu berlawanan arah dengan negeri demi-human dimana anda ingin mencari ruangan jam pasir naga. Itu sangat jauh, dan oleh sebab itu persiapan anda tidaklah cukup untuk kesana. Anda butuh perlindungan."
"Yah...."
Aku mulai mencurigainya, tapi sekarang ini sudah jelas bahwa semua orang telah menebak kemana kami pergi.
Satu-satunya alasan yang bisa kupikirkan adalah bahwa para demi-human mempercayai Pahlawan Perisai—kebalikan dari gereja di Melromarc. Kalau aku berhasil kabur dan sampai di ruang jam pasir naga disana, itu akan sangat buruk bagi gereja dan Sampah itu.
Tentunya, aku ingin membuat mereka jengkel dengan datang ke kerajaan demi-human, tapi mempertimbangkan penjagaan ketat di perbatasan, pada dasarnya pilihan itu saat ini mustahil. Dengan kecepatan Filo, butuh dua minggu untuk sampai disana, dan kalau para pahlawan lain mencegat kami dan sampai disana duluan, maka kami nggak akan bisa menerobos. Belum lagi mereka bahkan telah mengantisipasi Filo serta kekuatannya—mereka bahkan membuat sebuah pencegahan untuk membuat dia nggak bisa bertarung.
Meski begitu, bahkan jika membutuhkan jalan memutar yang panjang, aku masih ingin kesana.
"Motif atas masalah anda saat ini sudah mengakar dalam. Jika memungkinkan, saya ingin para Pahlawan lain membantu kita."
"Apa maksudnya?"
"Church of the Three Heroes jelas-jelas telah melemah karena semua yang telah anda lakukan, Tuan. Itu sebabnya mereka sampai bertindak sejauh itu."
"Melemah? Mereka nggak kelihatan melemah buatku."
"Tunggu dan lihatlah apa yang akan terjadi saat warga mengetahui tentang rencana untuk membunuh putri Melty."
Memang benar kalau kami berhasil sampai sejauh ini karena banyak orang yang membantu kami.
Apa itu artinya bahwa penduduk akan kehilangan keyakinan pada ajaran gereja?
"Lihat? Ayah bukanlah orang yang berada dibalik semua ini."
"Shadow ini mungkin berbohong pada kita. Jangan begitu saja percaya yang dia katakan."
Aku harus memperingatkan sang putri, tapi aku masih tertarik mendengar apapun yang bisa Shadow katakan pada kami.
"Anggap saja aku percaya padamu untuk saat ini. Itu akan menjelaskan kenapa mereka berusaha memaksakan cerita pencucian otak yang konyol ini pada semua orang."
Apa yang telah kulakukan untuk mengganggu mereka? Menjual obat, membantu warga disana-sini. Apa betul-betul itu? Ironis, masalah terbesar bagi mereka mungkin adalah bahwa aku membersihkan kekacauan-kekacauan yang disebabkan oleh para pahlawan lain.
Kalau mereka punya keyakinan didasarkan pada memuja para pahlawan selain perisai, maka tindakanku sebenarnya mungkin memyebabkan mereka gelisah. Itu akan menggoyahkan keyakinan warga. Kalau mereka bisa meyakinkan semua orang bahwa aku melakukan semua ini melalui manipulasi dan pencucian otak, maka mereka bisa memulihkan keyakinan warga pada ajaran mereka. Disisi lain, kalau aku bisa membuktikan ketidakbersalahanku, itu akan menimbulkan pukulan fatal pada reputasi baik mereka dimata warga.
"Apa yang akan anda lakukan, Tuan? Apa anda ingin melanjutkan ke Siltvelt dan pergi ke ruang jam pasir naga disana?"
"Yah....."
Aku nggak bisa begitu saja menyerahkan tanggung jawab lalu pergi ke suatu tempat yang lain dan menjalani kehidupan penuh kedamaian. Kalau Siltvelt dan Melromarc akan berperang, itu nggak akan menyelamatkan aku juga—gelombang berikutnya akan datang, dan aku akan dipindahkan ke tengah-tengah musuhku lagi. Itu nggak akan bagus.
Dan coba pikirkan—orang-orang inilah yang membuatku berada dalam keadaan ini. Wanita jalang itu mungkin bekerja untuk gereja. Menurut putri kedua, si Sampah nggak ikut serta.
Itu artinya bahwa aku mungkin nggak cuma harus mendatangi ruang jam pasir naga, meminta bantuan, dan melancarkan serangan balik. Itu akan lebih masuk akal untuk menggunakan orang-orang yang sudah terbukti mereka percaya padaku. Kalau semuanya berjalan baik, kami akan menghemat beberapa hari juga.
Namun.....
"Katakan saja aku menemui sang ratu. Apa artinya buatmu? Kami mungkin berakhir menghancurkan gereja."
"Saya tidak bisa mengatakan itu pada anda, Tuan."
Jadi bayangan itu cuma memberiku informasi tentang sang ratu. Dia nggak berencana mengatakan padaku apa yang akan dilakukan setelah itu.
Tapi nggak diragukan bahwa dia bekerja untuk ratu.
Dia terhubung dengan sang putri dan bekerja untuk ratu. Jadi nggak masalah untuk mengasumsikan dia bertindak atas nama sang ratu. Itu artinya sang ratu pasti berpikir bahwa bertemu denganku akan membantu sang putri.
Sejujurnya, aku nggak paham apa yang diinginkan sang ratu.
Dari apa yang dikatakan sang putri, sepertinya prioritas tertingginya adalah menghindari perang dengan kerajaan-kerajaan tetangga. Selain itu, kalau dia mau repot-repot membantuku meskipun negerinya sendiri memiliki kepercayaan yang mendalam terhadap Iblis Perisai, dia pasti menganggap ancaman gelombang sangat serius.
Bayangan mengatakan bahwa dia ingin "bantuan" mereka.
Rencana sang ratu nggak sejalan dengan rencana gereja.
Yah, satu hal yang kurasa aman untuk diasumsikan adalah bahwa sang ratu bukanlah musuhku. Entah dia itu kawanku atau bukan, aku nggak tau. Tapi dia mungkin merupakan pilihan terbaik kami dalam situasi ini.
"Kali ini saja."
"Apa maksud anda, Tuan?"
"Kau menyelamatkan kami tadi. Jadi aku akan mempercayaimu kali ini. Apa kami harus bertemu sang ratu?"
Kalau sang ratu bisa mengakhiri seluruh bencana ini, aku harus mempercayai dia.
"Aku nggak betul-betul suka dengan ide di atur-atur—tapi mungkin itu adalah pilihan terbaik kami. Kalau kau menghianati kami...."
"Saya paham. Baiklah, saya akan pamit. Bagaimanapun juga, kita tidak tau kapan para bayangan dari gereja akan sampai."
"Gereja juga punya bayangan?"
"Kami bukanlah sebuah organisasi monolitis. Jadi harap berhati-hatilah."
"Gimana caranya?"
"Pahlawan Perisai, anda penuh dengan keraguan—mereka akan menyelamatkan anda. Anggap saja anda bertemu dengan seseorang yang berbicara seperti saya. Apakah anda akan langsung mempercayai mereka?"
Dia benar. Aku harus tetap waspada jika kami bertemu lagi.
"Baiklah kalau begitu, selamat tinggal."
Dia berpamitan dan menghilang dengan cepat.
Cara berbicaranya aneh, tapi kayaknya dia handal dalam pekerjaannya.
"Apa kita bisa mempercayai dia?"
Sejujurnya aku nggak tau.
"Ya. Bunda mempercayai dia."
"Aku nggak tau apa-apa tentang ratu."
Pola pikir sang Ratu nampaknya sangat berbeda dari Sampah atau wanita jalang itu—tapi aku nggak tau apa yang sebenarnya dia pikirkan. Segala sesuatu yang Mel dan Shadow katakan membuat sang ratu tampak seperti kawan buatku, tapi aku masih nggak tau apa tujuannya. Bagian terburuk yang gak bisa kuabaikan kemungkinannya adalah bahwa dia bersekongkol dengan gereja dalan rencana pembunuhan sang putri.
Kalau semua itu adalah bagian dari rencana sang ratu untuk membunuhku, maka aku sudah kehabisan pilihan.
Kalau kami berbalik dan menjauh dari Siltvelt, maka dia telah membuat kami semua masuk perangkap. Aku nggak mau mempercayainya, tapi ratu mungkin juga mengincar nyawa sang putri. Aku harus mencari tau apa tujuannya. Kalau aku bisa mengetahui dipihak mana dia berdiri, aku juga akan tau apa yang harus kulakukan.
"Yah, setidaknya kita tau kemana tujuannya kita."
"Ya. Ayo pergi."
"Ya. Ayo pergi. Filo."
Setidaknya, kami tau apa yang harus dilakukan sekarang. Itu membuat kami selangkah didepan daripada saat kami mencoba mencari tau gimana caranya melintasi perbatasan. Kami berbalik kearah barat daya dan mulai berjalan.
"Ya, tapi aku capek. Tanganku sakit, dan aku sudah menggunakan semua sihirku."
Filo duduk, kelemahan. Dia butuh istirahat.
"Dia benar. Selain itu, kita meninggalkan kereta serta semua barang kita."
"Kita gak punya pilihan."
Yang kami punya cuma tinggal uang, sedikit barang, dan pisau yang bisa kugunakan untuk masak.
Tapi kami bahkan kehilangan equipment milik Raphtalia.
Yang lebih buruk lagi, Filo terjebak dalam wujud manusia. Gimana caranya kami menyingkirkan ring itu?
"Raphtalia, bisakah kamu mencoba cara lain untuk melepas ring itu?"
"Akan aku coba."
Raphtalia memegang ring itu dan berusaha membongkarnya. Tapi ring itu nggak menunjukkan tanda-tanda merenggang.
"Keras banget."
Aku jadi kuatir. Tapi aku nggak bisa menunjukkan hal itu pada wajahku.
"Aku akan mencobanya juga."
Sang putri melangkah maju.
"Aku penasaran apakah sihir bisa bekerja?"
Aku ingat bahwa di dunia asalku memiliki sesuatu yang disebut air pemotong. Itu adalah sebuah mesin yang mengunakan tekanan air untuk memotong sesuatu. Aku berpikir tentang itu, mencoba mengingat cara kerjanya. Mel gelisah karena ring itu.
"Aku nggak bisa melakukannya, keras sekali. Kurasa kita membutuhkan seorang alkimia atau seorang pembuat item untuk melepaskannya."
"Tidak!"
Filo memasang wajah jengkel.
Itu wajar sih. Dia mungkin benci terjebak dalam wujud manusia. Dia nggak bisa menggunakan semua kekuatannya.
"Seorang pembuat item?"
"Ya. Kurasa itu mungkin disegel dengan sihir—yang mana artinya nggak ada kunci yang bisa membukanya."
"Seorang pembuat item...."
Raphtalia menatapku. Apa yang dia mau? Kurasa aku memang lumayan bisa dalam dasar-dasar pembuatan item.
"Tuan Naofumi, kamu handal dalam kerajinan tangan. Apa kamu mau mencobanya?"
"Aku memang lumayan bisa, tapi aku nggak tau gimana caranya membuka sesuatu."
Aku punya kawat kecil. Aku bisa mencobanya.
Memutar ring itu dengan tanganku, aku menemukan sebuah lubang kecil yang kelihatan seperti itu mungkin sebuah kunci. Aku memasukkan kawat itu kedalam lubang itu. Kalau aku bisa membukanya, aku penasaran apakah itu akan membuka suatu skill kerajinan tangan?
Aku memutuskan untuk memfokuskan kekuatan sihirku pada kawat itu. Huh? Sesuatu merespon pada sihir itu.
Penjual item yang pernah ikut kami telah mengajarkan aku sebuah trik tentang menggunakan keduanya disaat yang bersamaan. Aku menyentakkan kawat itu. Ring itu sepertinya dikunci dengan mekanisme yang rumit—meskipun aku merasa seperti aku bisa merusaknya secara paksa. Atau, kalau aku merusaknya aku mungkin nggak akan bisa melepasnya. Tapi kalau aku bisa merenggangkan pengunciannya, aku mungkin bisa menetralkan efek yang terjadi pada Filo.
Aku mencobanya dan menerapkan sihir pada kawat itu dan kemudian memasukkan kawat itu kedalam ring tersebut. Ada suara klik yang keras, dan ring itu mulai longgar. Itu seperti adegan dalam anime dimana mereka menggunakan senjata pelumpuh elektrik untuk merusak kunci elektrik.
"Ah."
Dengan kepulan asap yang dramatis, Filo berubah kembali ke wujud Filolial Queen-nya.
"Apa kau bisa mengerjakan sisanya dengan paksa?"
"Tentu!"
Filo menggunakan kakinya yang bebas, dan satu sayapnya untuk memegang ring itu. Menariknya dengan kekuatan yang besar, ring itu mulai merenggang.
"Sungguh cara yang kasar untuk melepasnya."
"Oh diam. Kau nggak bisa melepasnya kalau pakai perasaan."
"Makasih, Master!"
"Berhati-hatilah mulai dari sekarang. Motoyasu akan lebih berpersiapan lain kali."
Butuh banyak pekerjaan yang rumit untuk melepaskan ring itu. Kami nggak akan bisa melakukannya di tengah pertempuran.
"Baik!"
Dan setelah itu kami menuju ke tenggara se-rahasia mungkin.
Aku nggak tau apakah aku bisa menyakinkan mereka, tapi nggak ada tanda-tanda bahwa Ren atau Itsuki mengikuti kami. Bisa juga mereka mungkin mencegah kami di tengah perjalanan.
Meski begitu—pencucian otak? Mereka nggak mungkin sebodoh itu. Aku mungkin harus lebih mengkuatirkan Motoyasu.
Meski demikian, baguslah si pahlawan terkuat, Ren, dan Itsuki di penyerang jarak jauh nggak ada. Filo bisa mengurus Motoyasu, dan asalkan sang putri bersama kami, mereka nggak akan menyerang secara langsung.
Meski begitu, kami punya segunung masalah yang harus dihadapi.
"Apa yang harus dilakukan....."
Kami mulai mendiskusikan pilihan-pilihan kami.
***
Kami melanjutkan perjalanan kami ke barat daya.
Kami nggak punya kereta, jadi kami semua harus menunggangi Filo.
"Haruskah kita mencuri sebuah kereta disuatu tempat?"
Kami sudah dikejar para pemburu hadiah. Gak masalah kan kalau cuma nambah kasus satu kereta kecil?
"TIDAK!"
Filo berteriak gak setuju.
"Kalau kita mencuri sebuah kereta, aku gak mau menariknya!"
Kurasa Filo punya rasa keadilan yang cukup tinggi.
"Yah, aku nggak mau mencuri kereta juga sih, tapi menunggangimu sepanjang waktu sangat melelahkan."
"Gimana menurutmu, Putri?"
"Hmm....."
Sang putri terlihat kebingungan oleh pertanyaanku.
Apa yang menggangu dia?
"Itu mungkin agak berbahaya, tapi mungkin lebih baik menyuruh Raphtalia pergi ke desa terdekat untuk membeli kereta."
Itu mungkin ide yang bagus. Atau haruskah kami meminta bantuan Shadow?
"Hari sudah senja. Haruskah kita berhenti untuk beristirahat?"
"Ya! Oh..."
Aku setuju dengan ide dia, tapi sang putri masih menatapku sambil merengut. Ada apa dengan dia?
Perut Filo bergemuruh keras.
"Aku laper!"
"Makanmu banyak sekali, Filo!"
Mel menusuk Filo dengan jari telunjuknya.
"Heh, heh."
Aku senang mereka berteman, tapi mereka mulai bertindak seperti pasangan yang bego. Itu menjengkelkan.
Aku selesai membuat api unggun dan melanjutkan membuat makan malam.
"Silahkan, Putri."
Aku selesai membuat makan malam dan mengulurkan piring pada putri—tapi dia masih merengut padaku.
Ada apa dengan dia?
"Mel, bukankah kau juga mau makan?"
"Ya, tapi..."
Dia melirik padaku lalu memalingkan tatapannya. Dia kuatir tentang sesuatu.
Tapi apa?
"Ada apa?"
"Bukan apa-apa."
Saat Raphtalia menanyai dia, dia mengulurkan tangan dan merampas piring yang kutawarkan.
"Ada apa denganmu, Mel?"
"Um...."
Mel bertindak cukup aneh sampai-sampai Filo jadi kuatir sekarang.
"Kau tau aku nggak punya kekuatan pencuci otak, kan?"
"Aku tau itu!"
Dia segera berpaling.
Meskipun sejujurnya dia nggak bersikap begitu aneh—semua hal perlu dipertimbangkan. Dia bermain dengan Filo, dan tersenyum serta berbicara dengan Raphtalia.
Dia cuma bersikap jengkel padaku. Dia mengabaikan aku.
Aku nggak tau apa masalahnya.
"Jangan katakan itu."
"Huh? Apa itu, Putri?"
Dia gemetar, dan dia menggumamkan sesuatu.
"Apa yang kukatakan?"
"Jangan memanggilku 'Putri' lagi!"
Dia berteriak. Matanya berlinang air mata.
"Kenapa kau marah begitu?"
"Aku punya nama! Namaku Melty!"
"Apa? Kenapa aku menyatakan dengan jelas kayak gitu?"
"Aku marah, Pahlawan Perisai, karena kau tidak memanggilku dengan namaku! Dulu kau biasa memanggil aku Mel!"
Putri pasti merasa stres karena perjalanan panjang kami. Dia memegang kepalanya dan bertindak histeris.
Filo dan Raphtalia memperhatikan sang putri yang ngomel-ngomel. Mereka jelas-jelas sama terkejutnya kayak aku.
"Kukatakan lagi! Aku punya nama. Namaku Melty. Tapi Pahlawan Perisai terus memanggilku 'putri kedua'! Itu gelarku, bukan namaku!"
"Apa? Kau mau aku memanggilmu dengan namamu?"
"Bukan itu sebabnya aku marah! Kenapa kau memperlakukan aku secara berbeda dari yang lainnya?!"
"Memperlakukanmu secara berbeda? Itu nggak seperti kau sudah jadi bagian dari partyku untuk waktu yang lama!"
"Tapi aku sudah berbagi suka dukamu, kan? Jangan memanggil aku menggunakan gelarku!"
"Terus, kau sendiri memanggilku 'Pahlawan Perisai'."
Sang putri kayaknya paham.
"Pahlawan Perisai" bukanlah namaku.
"Baik, aku akan memanggilmu Naofumi kalau begitu. Aku akan memanggilmu Naofumi, jadi aku minta kau memanggilku Melty!"
"Duh....."
"Nah kan?! Ayolah, Naofumi! Panggil aku Melty!"
Aku nggak suka bertindak begitu akrab.
Dia sangat sopan pada Raphtalia, tapi kami harus bertindak seperti kami benar-benar dekat secara tiba-tiba?
Tetap saja, aku nggak mau dia memanggilku "Tuan" atau semacamnya. Itu akan mengingatkan aku pada saat-saat bersama Lonte itu. Lonte itu dulu memanggilku "Tuan Pahlawan Perisai."
Kalau aku nggak menyetujuinya sekarang, dia pasti akan menyebabkan lebih banyak masalah, selain itu, dia membantu kami melindungi Filo dalam pertempuran yang sebelumnya.
Sejauh yang kutau, dia nggak bohong pada kami—dan dia berusaha mendamaikan si Sampah denganku, setidaknya sampai para knight ikut campur dan mengacaukan semuanya. Kalau dipikir lagi lebih jauh, dia menyelamatkan kami saat Motoyasu menyebabkan keributan di kota.
Dia nggak bohong, dan sepertinya juga nggak berusaha menculik Filo dari kami.
Aku punya keraguan tentang mempercayai orang-orang dari dunia ini, tapi kalau aku harus mempercayai seseorang, kurasa aku bisa mempercayai dia.
Filo itu naif dan polos, tapi dia punya karakter dengan penilaian yang bagus. Kalau Filo mempercayai dia, kurasa aku bisa mencoba mempercayai dia juga.
"Oke, baik. Melty. Apa itu lebih baik?"
"Ya! Tetap panggil seperti itu, jangan diganti lagi!"
"Oke, oke."
Jadi dia akan mengamuk setiap kali aku memanggil dia "Putri"? Itu akan sangat menjengkelkan.
"Itu mengejutkan."
Tentunya, Filo memang gila dan berisik, tapi dia nggak histeris. Dia cuma mengamuk secara kekanakan.
Mel dan Filo itu mirip, mungkin karena mereka berusia hampir sama.
"Oh Putri Melty, aku nggak tau kalau kamu semarah itu."
"Raphtalia, berhentilah memanggilku 'Putri'!"
"Baiklah, Nona Melty."
"Itu lebih baik!"
Aku penasaran gimana yang dirasakan Raphtalia tentang itu. Dia mulai memanggilku dengan namaku saat kami melawan anjing berkepala dua. Kurasa saat kami menggunakan nama kami, itu semacam bukti kalau kita semakin dekat.
"Raphtalia, aku senang kau bukanlah orang yang pilih-pilih."
Dia sangat merepotkan awalnya, tapi pada akhirnya dia jadi sangat berguna.
Nggak seperti Filo, dia bertarung secara tradisional, menggunakan pedang. Karena aku adalah pengguna Perisai, kami sangat cocok. Saat kami menjual barang, dia bisa menjalankan toko. Saat kami lari, dia menggunakan penyamaran. Dia selalu jadi bantuan yang besar.
"Apa itu pujian?"
"Tentu."
"Dan kurasa kau serius?"
Dia mendengus.
"Ada apa, Master?"
Adapun untuk Filo, aku nggak mau Filo memanggilku dengan namaku....
"Filo, jangan gunakan namaku."
"Kenapa?!"
"He, he..... Itu akan aneh!"
"Tapi kenapa? Kenapa cuma aku satu-satunya yang gak boleh memanggilmu dengan namamu?!"
"Coba katakan."
"Naofumi!"
Aku bahkan nggak dapat awalan "Tuan"? Dan dia secara berlebihan mengucapkan setiap suku katanya. Itu terasa salah.
"Ya, nggak enak banget. Dan bisakah aku mendapatkan honorifik?"
"Nanny, nanny, booboo!"
"Oke Filo, tenang."
"Tapi!"
"Melty benar. Filo, kau panggil aku Master saja. Kau bisa menyebut itu 'tersisihkan', tapi disisi lain, itu membuatmu spesial!"
"Boo!"
"Baik. Aku yang membesarkanmu, jadi gimana dengan 'Papa?' 'Dad?' 'Ayah?'"
"Um.... Aku nggak suka itu!"
"Kenapa?"
Bagus juga sih, aku nggak mau mahluk sebesar dia memanggilku "Papa".
"Aku lebih suka memanggilmu 'Master' daripada 'Ayah'!"
"Betul kan? Oke, tetap panggil begitu."
Aku penasaran apakah dia punya semacam motivasi dalam menyukai suatu kata? Terserahlah.
"Naofumi."
"Apa?"
Mel berpaling kearahku.
"Katakan namaku lagi."
"Huh? Kenapa, Melty?"
Dia memejamkan matanya dan mendengarkan dengan cermat saat aku mengatakan namanya.
"Bukan apa-apa."
"Dasar aneh."
Aku betul-betul dikelilingi oleh orang gila.
Bahkan jika dia ngomel-ngomel, aku memutuskan untuk menyesuaikan suasananya.
"Gimana kalau kita tidur lebih awal biar besok kita bisa memulai hari baru lebih segar?"
Beberapa hari belakangan, sejak kami bertemu Melty di desa yang terjangkit penyakit, sangatlah sibuk. Begitu banyak hal yang telah terjadi.
Kami hampir mati beberapa kali. Banyak hal buruk yang terjadi, tapi kalau perjalanan kami yang sekarang berhasil, maka semuanya akan terbayar lunas.
Ditambah aku punya anggota party lagi yang mempercayai aku. Sejujurnya aku sangat senang.
Aku masih terkejut bahwa aku bisa mempercayai adiknya wanita jalang itu.
Kalau kami saling mempercayai, kami bisa membuktikan ketidakbersalahanku. Diakhir perjalananku, aku merasa seperti ada secercah harapan.
Adapun untuk malam ini, aku ingin tidur nyenyak.
Aku harus.... aku punya teman-teman yang mempercayai aku.
***
bình luận đoạn văn
Tính năng bình luận đoạn văn hiện đã có trên Web! Di chuyển chuột qua bất kỳ đoạn nào và nhấp vào biểu tượng để thêm nhận xét của bạn.
Ngoài ra, bạn luôn có thể tắt / bật nó trong Cài đặt.
ĐÃ NHẬN ĐƯỢC