Sungguh malam yang sangat panjang bagi Pangeran Barry menunggu wanita yang Ia sangka dengan pasti itu Putri Rheina hingga kemudian Ia tertidur di sampingnya. Setelah sekian lama Ia kehilangan gairahnya terhadap wanita. Wajah Putri Rheina yang cantik itu seketika membangkitkan semua yang mati pada tubuhnya.
Menjelang fajar terbit, Pangeran Barry terbangun dan Ia masih melihat kalau Putri Rheina masih tertidur. Ia memeriksa nadi dan mata Putri Rheina untuk memastikan bahwa semua baik-baik saja.
"Aku belum memastikan apaka kau Putri Rheina atau bukan tetapi aku yakin kalau kau memang benar Putri Rheina. Ketampanan ayahmu terjejak pada kecantikan wajahmu. Aku akan pergi dulu untuk mengurus sesuatu tetapi aku akan kembali lagi dan aku harap kalau kau akan segera bangun." Pangeran Barry lalu menundukkan mukanya dan Ia lalu mendekatkan bibirnya pada bibir Putri Rheina.
Ruangan disekelilingnya terasa berputar membuat denyut di kepalanya semakin kencang. Dadanya berdebar, perutnya masih menyisakan rasa mual.
Putri Rheina masih belum tersadar sepenuhnya setelah Ia mengalami tak sadarkan diri. Sunyi senyap merayapi perasaannya kalau saja Ia tidak mendengar ada langkah kaki mendekati tempatnya berbaring.
"Yang Mulia Putri Rheina. Bagaimana kondisi Yang Mulia? Apakah Yang Mulia bisa bangun? Mari Hamba bantu..." Seorang dari mereka seorang pelayan wanita dengan wajah penuh rasa kekhawatiran. Ia tampak sekali merasa ketakutan dan tertekan berada di ruangan bersama Putri Rheina yang sedari tadi pingsan.
Sesungguhnya Ia dan para pelayan wanita lainnya belum lama berada di istana Pangeran Barry. Ketika para penjaga mulai membelot dari Sultan Mahmud ke Pangeran Barry maka para pelayan wanita mulai diselundupkan masuk ke dalam istana di pulau pengasingan.