Alena terbangun dipagi hari. Kepalanya terasa sedikit pusing. Ketika matanya terbuka maka yang dilihatnya adalah atap kamarnya yang sangat indah. Ada lukisan artistik tentang para bidadari yang memenuhi atap kamarnya. Lukisan yang dibuat seperti lukisan zaman renaisans.
Warna-warna klasik yang menghiasi setiap detail lukisan membuat Alena yakin yang membuatnya pasti orang Eropa. Sesaat Alena terpaku apakah Ia sedang bermimpi. Sedang berada dimanakah Ia sekarang? Alena bertanya-tanya. Bukankah dua hari yang lalu Ia sedang berada di Apartemennya dan sekarang Ia berbaring di atas ranjang yang dibawah atap yang penuh lukisan tentang para bidadari.
Alena merasa asing di tempat yang indah dan nyaman. Alena mencoba menggerakkan kakinya yang indah tapi Ia segera meringis. Kakinya maaih terasa ngilu walau sedikit. Ia kemudian mengingat-ingat apa yang terjadi. Dan setelah ingat Alena langsung merintih.
"Ouch..Kakiku sakit habis dicambuk" Alena mencoba bangkit. Para Pelayan langsung memburunya. "Oh yang Mulai berhati-hatilah. Mari sini Hamba bantu " Salah seorang pelayan membantu Alena untuk duduk. Alena mengangguk. Ia duduk bersandar pada sandaran ranjang.
"Aku haus..." Kata Alena sambil matanya mencari Cynthia.
"Hendak minum air apakah yang Mulia? Jus jeruk? teh? Kopi? susu? atau..." Pelayan itu menghentikan kata-katanya karena Alena keburu memotong.
"Air putih, berikanlah Aku segelas air putih."
'Oh ya mari silahkan yang Mulia" Seorang pelayan menyodorkan segelas air putih pada Alena. Alena langsung meminumnya sampai habis.
"Yang Mulia apa hendak sarapan dulu? "
"Jam berapa sekarang?"
" Sudah pukul 6 pagi"
"Oh Aku belum sholat subuh, Aku terlambat bangun." Alena mau bangun. Dua orang pelayan segera membantu Alena. Walau kesiangan Alena sholat dengan khusu. Tidak lupa Ia mencurahkan segala keluh kesahnya pada Pemilik Semesta Alam. Tak terasa air matanya mengalir lagi. Tapi kali ini hatinya tidak sesakit hari kemarin. Kemarin Ia tertidur dengan lelap mungkin karena pengaruh obat penenang yang disuntikkan ke tubuhnya. Bukankah tidur adalah obat yang paling ampuh untuk menguraikan semua permasalahan.
Usai mengadu pada Sang Khalik, Alena duduk di depan hidangan sarapan paginya. Pikirannya sudah mulai tenang dan bahagia.
"Kemana Cynthia? " Tanyanya pada Anisa. Pelayan yang baru saja berusia 23 tahun.
"Dia masih tertidur yang mulia. Tadi malam Dia dipanggil oleh yang Mulia Pangeran Nizam." Katanya sambil mengangguk hormat.
Alena menerima buah jeruk yang dikupaskan oleh pelayan Sarah. Temannya Anisa. Lalu menyuapkannya ke dalam mulutnya. Rasa manis langsung menyeruak di dalam mulutnya. Alena mengerjapkan bulu matanya yang lentik alami ketika ada rasa asam sedikit mencampuri rasa manis.
Pasti Nizam butuh teman bicara. Alena tidak mau ambil pusing dengan pertemuan antara Nizam. Pagi ini Ia hanya ingin mengisi perutnya yang terasa lapar. Karena kemarin Ia tidak makan dengan benar. Alena sangat menyukai menu yang terhidang di depannya. Pitta Bread dengan Apple cheese and banana. disiram madu yang disajikan dalam teko kecil dari kristal sehingga kuningnya warna madu terlihat dari luar. Ketika Ia menyuapkan pitta breadnya yang terakhir Ia melihat Cynthia datang sambil tersenyum manis.
"Hallo Alena.. Bagaimana keadaanmu."
Cynthia sangat senang melihat piring Alena yang sudah kosong. Sebagai temannya Alena Ia tahu persis kalau Alena lahap menyantap makanannya berarti suasana hatinya sedang dalam keadaan baik. Begitulah kelebihan temannya. Pikiran Alena sangat pendek. Ia tidak terlalu ambil pusing dengan permasalahan yang sedang Ia hadapi. Pikirannya yang polos tidak dapat memuat permasalahan yang berat. Agaknya Ia sudah lupa kalau kemarin Ia dicambuk kakinya.
Alena tersenyum lebar melihat Cynthia.
"Duduklah Cynthia, Maaf Aku sudah sarapan duluan. Aku sangat lapar. Aku dengar kamu kemarin dipanggil Nizam"
"Ya..Dia ingin tahu keadaanmu." Cynthia duduk sambil mengambil sebuah kue manis dipiring Lalu memasukannya dengan sekali suap. Ia juga meraih kopi yang ada didepan Alena. Cynthia tau kopi itu buat Alena. Tapi Ia tidak perduli Ia langsung menegaknya sampai habis setengah cangkir.
Alena mencibirkan bibirnya.."Menyebalkan mendengar namanya disebut. Kau cerita apa kepadanya?"
"Ya...Aku cerita kau sangat kesakitan dan kau juga menyuruhku untuk memanggil Edward agar menjemputmu."
Alena langsung menyemburkan jus jeruk yang sedang diminumnya ke muka Cynthia saking kagetnya. Cynthia sampai meloncat ikut kaget mendapatkan semburan jus jeruk secara tiba-tiba
"What the hell, Alena. Apa yang Kamu lakukan?" Kata Cynthia sambil melap mukanya yang basah oleh tangannya. Alena segera ikut berdiri dan membantu melalui wajah Cynthia menggunakan tisu.
"Ma..maafkan Aku Cynthia. Aku tidak sengaja. Aku sangat kaget mendengar perkataanmu. Kamu jangan mengada-ada. Kapan Aku bilang Aku meminta Edward untuk menjemputku?" Alena mencoba mengingat-ingat kejadian kemarin.
"Aku pikir setelah dicambuk otakmu makin beres. Nyatanya cambukan itu tidak berpengaruh banyak terhadapmu.." Cynthia menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu duduk kembali di kursinya. Tangannya mulai mengambil lagi kue-kue khas Azura yang setelah diicip-icip ternyata rasanya enak juga.
Alena masih mengingat-ngingat benarkah Ia menyebut nama Edward kemarin. Mungkin saking sedihnya Ia sampai tidak sadar apa saja yang sudah dibicarakannya.
"Sudah jangan mikir lagi Alena. Nanti kepalamu bisa pecah.."
Alena cemberut mendengar perkataan Cynthia.
"Apa Nizam marah mendengar ceritamu?"
"Apa Kau masih perduli dia marah atau tidak kepadamu? Bukankah Dia kemarin meninggalkanmu saat Kau dicambuk oleh ibunya."
"Tapi Aku mencintainya. Aku tidak ingin dia meninggalkanku tapi Aku tahu pasti Karena dia tidak berdaya menghadapi ibunya sendiri. Lagipula rasa sakit yang kemarin sudah Aku lupakan"
Mata Cynthia melebar Ia menatap Alena dengan roti yang masih ada di mulutnya. Tangan kanannya masih memegang sendok yogurt. Ia langsung menunjuk ke muka Alena dengan sendok itu.
"Kamu dan Nizam memang pasangan yang serasi. Dua-duanya adalah budak cinta. Kamu Alena gunakan akal sehatmu. Aku beritahu Kamu sekarang. Kamu itu sekarang bagaikan hidup disarang buaya, ular berbisa dan harimau sekaligus. Nizammu itu adalah buaya dan segera akan jadi predator para wanita di Haremnya. Dan Si Putri Reina itu adalah Ular berbisa yang siap menyelinap lalu menggigitmu dengan taringnya yang berbisa. Terakhir adalah ibu mertuamu yang galaknya serupa harimau sumatera dinegaramu itu, yang siap menerkammu kapan saja..." Selesai Cynthia berkata demikian tiba-tiba dibelakang mereka ada yang berbicara.
"Siapa yang Kau maksud dengan Harimau itu, Cynthia?" Suara yang terdengar sangat halus tapi bernada tajam bagai sebilah sembilu. Alena dan Cynthia terkejut mereka segera melihat kebelakang. Ketika dilihatnya Ratu Sabrina sudah berdiri dibelakang mereka sambil diiringi para pelayannya. Cynthia dan Alena sontak berdiri dengan kagetnya. Sendok yogurt yang dipegang Cynthia meluncur ke bawah jatuh ke atas lantai hingga menimbulkan suara yang berdenting nyaring.
"Ma...maksud ha..hamba...Anu mmm.. Selamat Pagi yang mulia Ibu Ratu..." Cynthia segera mengambil tangan Ratu Sabrina dan menciumnya. Alena juga langsung mengikuti Cynthia untuk mencium tangan ibu Mertuanya.
"Sungguh pembicaraan yang menarik dipagi hari. Kau mengupamakan Aku serupa Harimau. Syukurlah...Kamu tidak mengumpamakan aku sebagai Serigala berbulu domba."
"Hamba tidak berani yang Mulia. Mohon maafkan hamba" Chyntia menundukkan kepalanya penuh hormat sambil sedikit tegang. Jangan-jangan sebentar lagi kakinya bakalan kena cambuk juga. Tapi Cynthia bernafas lega karena ternyata Ratu Sabrina lebih tertarik menanyakan kabar menantunya.
"Bagaimana dengan kakimu? Masih sakit kah?"
Ratu Sabrina melirik ke arah pelayannya menggunakan bahasa isyarat agar memeriksa kaki Alena. Mahendri segera menghampiri Alena dan berlutut disisi Alena. mencoba menyingkapkan rok panjang Alena untuk melihat betisnya.
Secara Refleks Alena mengibaskan tangan Mahendri yang hendak mengangkat roknya. Melihat wajah Mahendri Ia jadi kembali trauma dengan kejadian kemarin
"Jangan takut Alena. Ia hanya mengecek luka di kakimu."
Alena lalu mengangkat roknya sendiri dan memperlihatkan kakinya pada Mahendri. Mahendri mengusap-usap luka memar dikaki Alena. Alena sedikit meringis tapi memang tidak terlalu sakit. Obat yang dioleskan oleh Dokter Azura itu memang luar biasa ampuh. Luka memar dikaki Alena ternyata cepat pulih.
"Sudah baik, Yang Mulia. Besok pasti sudah sembuh total." Mahendri bangkit lalu sambil tetap membungkuk Ia kembali ke sisi Ratu Sabrina.
Ratu Sabrina tersenyum lalu Ia duduk di kursi utama tempat Ia duduk tadi.
"Alena, Cynthia duduklah!" Alena dan Cynthia segera duduk dengan tergesa bahkan kepala mereka hampir beradu saking gugupnya. Ratu Sabrina memalingkan wajahnya ke samping menahan tawa. Ternyata kedatangan Alena dan Cynthia memberikan warna yang berbeda di kerajaannya. Tingkah kedua gadis itu benar-benar konyol. Tapi Ia tidak ingin terlihat lunak di depan mereka.
"Apa Kamu marah padaku, Alena?"
Alena menggelengkan kepalanya. Asalkan ada Nizam disampingnya Ia tidak perduli walau harus dicambuk seratus kali.
"Bagus..Kamu sudah mulai agak kuat sekarang. Alena pagi ini. Kita jadi akan mengadakan acara resmi perkenalanmu ke seluruh penghuni Harem. Baik dari Harem Nizam ataupun Harem Yang Mulia Baginda Al -Walid. Hari ini juga kamu harus sudah mulai mempelajari seluruh prosesi pernikahan mu. Kamu harus belajar menari tarian Azura sebagai tanda persembahan dari calon menantu kepada seluruh penghuni kerajaan. Karena Kamu berasal dari luar maka Aku ingin perayaan mu dirayakan dengan meriah. Aku juga mengundang beberapa pejabat dari negaramu termasuk presidenmu dan orang tuamu.
Akan ada beberapa pertandingan persahabatan antar kerajaan mencakup pertandingan olahraga dan menari, membuat puisi, pantun dan bernyanyi serta bermain musik yang akan diselenggarakan untuk menghibur para tamu. Jadi bersiaplah untuk mempelajari apapun yang harus Kau pelajari. Sekarang bersiaplah untuk pertemuan di Aula Harem..."
Alena dan Cynthia hanya manggut-manggut saja mendengarkan Ratu Sabrina menjelaskan segala sesuatunya.