Setelah semua penjahat itu berlari pergi, Angele, Baron Karl, dan Kapten Mark berjalan mendekati kereta itu.
"Kalian sedang bertemu dengan Count Philip, anak dari Marquis Syrias dari Kerajaan Rudin!" teriak salah satu pengawal kereta itu, sementara pria yang dilindunginya sedang sibuk membetulkan bajunya. Pria tampan itu terlihat terlalu merisaukan penampilannya.
"Count Philip, saya adalah Baron Rio dari selatan kerajaan. Keberadaan Anda saat ini adalah berkah bagi kami." Baron Karl maju dan membungkuk hormat. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Angele untuk tersenyum dan ikut membungkuk. Para pengawal menjadi gelisah mendengar bahwa pria itu adalah seorang Count, namun mereka ikut memberi hormat setelah melihat Angele dan ayahnya memberi hormat. Sebagian pengawal menundukkan kepala, sebagian lainnya bersujud, sementara sisanya hanya menarik pedang mereka sebagai tanda penghormatan. Sikap para pengawal itu membuat Angele dan ayahnya terdiam.
"Karl Rio, saya berterima kasih karena Anda telah menyelamatkan saya dari bahaya. Saya akan membalas budi ini suatu hari nanti." Pria muda tampan berbalutkan pakaian mewah itu maju dan berkata dengan lantang, seperti tidak peduli dengan sikap para pengawal. Suaranya keras dan jelas, seperti suara penyanyi di bumi.
"Count Philip, mohon bertanya, kemanakah Anda hendak pergi?" tanya sang baron sembari menegakkan badannya.
Count Philip memandang kedua pengawalnya selama beberapa saat, seolah tidak yakin apakah harus menjawab atau tidak.
"Kami dalam perjalanan menuju Pelabuhan Marua. Di sana, sahabat ayah saya bekerja sebagai pegawai pemerintah. Situasi saat ini sangat buruk, jadi kami berencana untuk bergabung dengan Ayah disana." Philip tersenyum, namun ia tetap menjaga jarak dari sang baron. Status sosialnya lebih tinggi, dan ia berpikir jika sang baron menginginkan sesuatu darinya.
"Ah, Count Philip, kami juga sedang dalam perjalanan menuju Pelabuhan Marua. Jika Anda tidak keberatan, Anda bisa ikut karavan kami. Perjalanan ini akan lebih aman jika dilakukan bersama-sama." Baron Karl merasa senang, namun raut wajahnya tidak menunjukkan kesenangan itu. Sementara itu, Philip merasa sangat senang, karena sebenarnya ia memiliki pemikiran yang sama setelah melihat kekuatan sang baron.
"Baiklah, saya hendak kembali dan bertemu ayah saya. Tetapi, karena Anda meminta, saya akan menemani Anda untuk sementara waktu." kata Philip sambil mengangguk, saat seorang ksatria muda membisikkan sesuatu di telinganya.
'Dasar bodoh! Kalau kau bisa kembali sendiri dan bertemu ayahmu, mana mungkin kau mau mengikuti karavan seorang bangsawan kelas rendah? Kau seharusnya memberi alasan yang lebih baik dari itu. Jelas sekali kau terpisah dari ayahmu. Kelompok penjahat berkuda itu sepertinya telah memberimu banyak masalah.' pikir Angele sembari memandang kedua ksatria pengawal Philip sebentar. Persenjataan mereka terlihat indah, namun Angele meragukan efektivitasnya.
'Dasar norak…' pikir Angele.
Baron Karl kembali ke karavannya, ditemani oleh Philip dan kedua pengawalnya. Orang-orang dari karavan Baron Karl turun untuk menyapa mereka bertiga, namun Philip tidak terlalu banyak bicara, hanya mengangguk untuk menandakan bahwa ia mendengar sapaan mereka. Angele mengernyitkan alisnya sembari menatap ayahnya yang sedang mengobrol dengan Philip tentang keadaan Kerajaan Rudin saat ini. Entah bagaimana, mereka menjadi semakin dekat setelah bercerita, berbagi pengalaman, dan membicarakan teman Karl.
Angele hanya berdiri bersama dengan Kapten Mark di samping. Perbedaan status antara Philip dan dirinya membuatnya tidak dapat ikut berbincang-bincang, jadi ia hanya berdiri di sana dan mendengarkan.
"Tuan Karl, saya merasa sedikit mengantuk, jadi saya akan beristirahat." Setelah berbincang-bincang selama beberapa lama, Philip menguap.
"Baiklah, saya akan memastikan tidak ada orang yang mengganggu mimpi anda." jawab sang baron sembari tersenyum. Philip mengangguk, dan kembali ke kereta kudanya bersama salah satu pengawalnya, sementara pengawal yang lain mengatakan sesuatu kepada sang baron.
"Saya mengerti. Mohon tunggu sebentar." Sang baron mengangguk, dan ksatria itu kembali ke kereta kudanya dengan wajah puas. Angele dapat mendengar jelas pertanyaan ksatria itu. Dia bertanya apakah karavan ini memiliki cukup air dan makanan.
"Ayah, walaupun kita punya cukup air untuk satu bulan kedepan, kita harus mengurangi porsi air harian semua penumpang. Selain itu, kita juga kekurangan makanan…" Setelah ketiga orang tersebut pergi, Angele berkata kepada ayahnya.
"Ayah mengerti. Kita telah menyelamatkan Count Philip, jadi kita akan mendapatkan balasan setelah sampai ke Pelabuhan Marua. Jika kita bisa menyimpan makanan untuk mereka, hidup kita di sana akan jauh lebih baik." ujar Baron Karl memotong perkataan anaknya.
"Ayah, kita bahkan tidak tahu apakah mereka benar-benar bangsawan kelas atas…" Angele mengernyitkan alisnya.
"Ayah pernah mendengar namanya. Dia adalah salah satu anak kesayangan Marquis Syrias. Kedua pengawalnya adalah ksatria, jadi ayah yakin setidaknya dia adalah orang penting." Sang baron menjelaskan.
"Kedua pengawal itu tidak tampak seperti ksatria…" Angele masih ingin tahu.
"Mereka menggunakan teknik berpedang kerajaan. Teknik itu hanya berguna untuk pertunjukan yang diadakan bangsawan kelas atas, dan sama sekali tidak berguna dalam pertarungan sesungguhnya. Kemungkinan besar, mereka menjadi ksatria karena memiliki sumber daya dan garis keturunan yang baik." kata sang baron sambil tertawa.
"Benarkah?" tanya Angele. Raut wajahnya seperti mengatakan bahwa ia menyadari sesuatu.
"Yah, untuk sementara ini, mari kita memperlakukan mereka dengan baik. Setelah mengambil kuda para penjahat itu, sekarang kita bisa menggunakannya secara bergiliran, jadi perjalanan kita akan jauh lebih cepat. Sekarang, kita hanya perlu dua bulan untuk mencapai perbatasan Dataran Andes. Setelah itu, kita akan baik-baik saja." kata sang baron setelah menepuk pundak Angele.
Angele mengangguk dan terdiam.
Dua pengawal membawakan makanan dan air untuk Count Philip, sementara pengawal lainnya mengambil kuda-kuda dari para penjahat yang telah mati untuk dijadikan cadangan. Angele berjalan ke arah ketiga penjahat yang dibunuhnya dengan anak panah. Ia melihat kebanyakan panahnya hancur, dan tidak bisa dipakai. Tidak ada penjahat yang membawa panah, sehingga ia menjadi sedikit kecewa. Angele mengambil satu panah cokelat tua yang retak, dan panah itu patah setelah Angele menekannya sedikit.
"Sialan, aku butuh panah kayu lagi." Raut wajah Angele terlihat sedikit gelisah.
Tiga hari kemudian, di suatu tempat di daerah Dataran Anser.
Hari sedang hujan, dan langit terlihat gelap. Perlahan-lahan, sebuah karavan bergerak maju menempuh dataran yang tak berujung. Di antara keempat kereta kuda pada karavan itu, kereta kedua terlihat jauh lebih indah dibandingkan ketiga kereta lainnya. Sementara itu, di dalam kereta terdepan, seorang remaja berambut cokelat sedang duduk dan memakan buah beri liar berwarna ungu. Wajahnya memang tidak tampan, namun posturnya menunjukkan seseorang yang tenang dan dapat diandalkan. Dia adalah Angele, yang saat ini mengenakan pakaian berburu berwarna hitam. Ia sedang berusaha untuk pulih total dari luka-luka yang dideritanya.
Dia mengambil satu buah beri dan melemparkan buah itu ke dalam mulutnya. Rasanya sangat masam, namun Angele masih bisa memakan buah itu. Di sampingnya, tergeletak sebuah botol air berwarna hitam dan beberapa buah beri. Dia terus memakan beri sembari menatap keluar jendela. Dalam sepuluh menit, ia telah menghabiskan beri-nya dan langsung meminum air.
Pintu kereta kuda itu dibuka dari luar oleh seseorang dengan alis yang mengernyit. Sosok itu adalah pria paruh baya berjenggot, berambut pirang sebahu, dan mengenakan pakaian bangsawan berwarna merah-hitam. Pria itu adalah Baron Karl.
"Angele, kita dalam masalah. Perbekalan makanan dan minuman kita hampir habis. Kita hanya akan bertahan 15 hari dengan jumlah bekal sebanyak ini." Kata sang baron.
"Bukankah ada tiga orang yang baru saja bergabung dengan karavan kita? Apa rencanamu, Ayah?" tanya Angele dengan raut wajah serius.
"Jika harus, kita bisa membunuh beberapa kuda. Kita mendapatkan 4 kuda dari penjahat itu." jawab sang baron.
"Itu adalah pilihan terakhir. Daging kuda rasanya masam dan baunya busuk. Bahkan tidak ada orang yang mau memakannya kecuali mereka benar-benar kelaparan." jawab Angele dengan nada ringan. Baron Karl terdiam, dan berusaha memikirkan jalan lain.
"Kemarin, aku melihat Count Philip membuang seember air dari keretanya. Mungkin mereka menggunakan air itu untuk mandi. Ditambah lagi, mereka tidak menghabiskan sup daging dan roti putih yang kita berikan. Mereka malah membuang sisanya. Jika mereka terus menghabiskan perbekalan kita seperti itu, kita tidak akan bertahan lama." Angele melanjutkan.
"Jika kita tidak menuruti mereka, mereka akan merasa tidak puas, karena mereka terbiasa hidup mewah di pusat kota. Mereka baru saja meminta minyak dan menyuruhku untuk merawat senjata mereka. Kita bahkan tidak punya cukup minyak untuk memasak!" Tawa sang baron terdengar sarkastik, dan kekecewaan terlihat jelas di raut wajahnya.
"Yah, aku akan mencoba memaklumi mereka, tetapi lebih baik jika Ayah bisa membicarakan situasi saat ini kepada mereka. Jika tidak, dengan perbekalan sekarang, kita bahkan tidak akan bisa bertahan dalam 5 hari." kata Angele.
"Baiklah, Ayah akan membicarakan hal ini kepada mereka." Sang baron mengangguk dan berjalan meninggalkan kereta.
Angele menghela nafas dan mengambil botol airnya, kemudian melompat keluar dari keretanya. Dia berjalan ke belakang, melompat masuk ke kereta terakhir, dan bertemu dengan Kapten Mark, kusir kereta itu. Mark terlihat sangat putus asa. Ia terpaksa senyum ketika melihat Angele datang.