Martin menatap layar laptopnya di hadapannya berdiri Jason sang asisten dengan tatapan mengarah pada sang bos. Sebenarnya Jason begitu penasaran dengan apa yang di lakukan bos besarnya itu sementara dokumen di atas meja telah menumpuk dan tak satupun yang tersentuh. Namun apa lah daya Jason tak berani untuk menanyakan pada sang bos.
"Bos, lima belas menit lagi kita ada meeting dengan Andara Corp." Jasson mengingatkan, namuna taka da respon dari sang bos.
Jason menarik nafas panjang, karena lagi – lagi sang bos mengacuhkannya.
Martin masih sibuk menatap layar laptopnya, sesekali Ia menekan tombol pada keyboard lalu membuatnya tiba – tiba tersenyum.
'Jangan bilang pak bos mulai gila karena cintanya ga kesampaian.' Bisik Jason dalam hati.
"Kita berangkat sekarang!" Ucap Martin tiba – tiba yang membuat Jason melongo tak percaya.
Martin yang sedang mengenakan jasnya menatap tajam pada Jason yang justru ternganga.
"Kenapa kamu diam saja!" Sentak Martin.
"Kemana?"
"Meeting! Kamu bilang kita ada meeting sekarang." Ucap Martin dengan kedua tangan bersedekap di dada setelah selesai mengenakan jasnya.
"Saya kira anda tidak mendengar!"
Martin mendesah nafas berat lalu melangkah meninggalkan Jason yang langsung gelagapan, Jason buru – buru mengambil dokumen yang Ia letakkan di atas meja kerja bosnya lalu segera mengekori Martin yang telah menghilang di balik pintu.
Martin duduk di dalam mobil mewah miliknya yang akan mengantarkan Ia dan Jason ke tempat meeting di sebuah hotel mewah di tengah kota. Tak berapa lama Jason telah menyusul lalu segera masuk ke dalam mobil.
"Jalan Pak." Ucap Jason pada sang sopir.
Jason melirik bosnya sekilas dan lagi – lagi membuat Ia bingung dengan kelakuan bosnya.
'Sebenarnya apa yang di lihat pak bos dari tadi ya? Ga di laptop ga di hp, kenapa pak bos senyum – senyum sendiri begitu?' Jason masih memikirkan bosnya itu saat terdengar suara sang bos yang terlihat khawatir.
"Apa penggerebekan di gudang narkoba? Dan Yola ikut? Jaga dia baik – baik aku akan datang ke sana sekarang juga." Ucap Martin melalui sambungan telpon entah dengan siapa tapi Jason yakin itu dari kantor Interpol.
"Jason! Kau saja yang datang menggantikan aku meeting, aku ada masalah yang lebih serius."
Lagi, Jason menarik nafas panjang seraya berucap. "Yang anda khawatirkan itu istri orang bos."
Kedua mata Martin menatap tajam pada Jason yang dengan berani mengatakan hal demikian.
"Yang aku tahu, aku hanya ingin melindunginya terlepas dia istri orang atau bukan." Jawab Martin lalu menyuruh sang sopir menepikan mobil di pingir jalan karena ia akan berpindah ke mobil lain yang sudah menjemputnya.
"Aku pergi!"
Jason hanya mengangguk tanpa bisa melakukan apa- apa. 'Bagai mana jika mommy tahu, putra kesayangannya justru mencintai istri orang bukannya mencari gadis lajang?'
Martin kini berpindah ke sebuah kendaraan khusus miliknya, Ia segera melepas jas dan menggantinya dengan baju anti peluru. Lalu kedua tangannya meraih senjata yang selalu tersedia di dalam mobilnya itu dan memastikan jika selongsong peluru telah terisi.
Ditempat lain, Yola yang baru saja memasuki sebuah gudang kosong dengan beberapa anggota Interpol lainnya berjalan mengendap – endap, mencari posisi terbaik untuk melakukan penyerangan.
"Pada hitungan ketiga!" Frans yang memimpin pasukan mulai memberi aba – aba pada anak buahnya termasuk Yola.
"Yola, tetap bersamaku."
"Siap!"
"Fatih, bagai mana situasinya?" Tanya Frans melalui earphone yang terpasang di telingga kanannya.
"Aman, siap melakukan penyerangan." Sahut Fatih yang berada di dalam mobil sambil memperhatikan laptop miliknya yang menampilkan situasi gudang tersebut.
Beberapa jam sebelumnya Fatih dan beberapa tim IT lainnya telah lebih dahulu ke lokasi dan menerbangkan mini Drone ke dalam gudang untuk melihat situasi di dalam gudang tersebut.
"OK."
"Pada hitungan ketiga, kita mulai penyerangan… satu… dua… tiga.."
DOR
DOR
DOR
Bunyi tembakan menggema di seluruh gudang berisi narkoba yang siap dikirim ke berbagai negara.
Frans mulai maju dengan Yola yang menjadi tim pelindung berada beberapa meter di belakang Frans.
DOR
Satu tembakan dari Yola tepat mengenai dada salah satu anak buah gembong narkoba yang hendak menembak Frans dan teman – temannya.
PYAR
Sebuah meja bundar tiba – tiba pecah saat salah satu anak buah dari gembong narkoba jatuh dari atas karena salah satu tembakan tim Interpol.
"Good!" Teriak Frans. Namun seketika kedua mata Frans membulat saat melihat mobil baja masuk dan tepat berada di belakang Yola.
"Yola Awas!!"
Yola yang terkejut seketika melompat sebisanya menghindari mobil baja tersebut yang berisi pasukan dari gembong narskoba. Ini diluar prediksi mereka jika ternyata para gembong narkoba itu memiliki pasukan cadangan.
Yola terus menghindar, namun detik berikutnya sebuah tembakan berhasil mengarah padanya.
"AucH!" tembakan itu mengarah tepat pada pungung Yola namun tembakan itu tidak tepat sasaran, Yola memiringkan tubuhnya alhasil hanya luka goresan.
PRANG!!
Abdul yang sedang keluar dari rumah tak sengaja menyenggol vas bunga disisi ruangan. Seketika jantungnya berdenyut bukan hanya karena kaget karena bunyi Vas yang terjatuh namun pikirannya yang langsung tertuju pada Yola.
"Apa kau baik – baik saja sayang? Baru beberapa hari aku tinggal semoga Allah selalu melindungimu." Ucap Abdul sambil menatap foto keluarga yang terdapat foto Yola disana.
DOR
DOR
DOR
Kini tembakan bertubi – tubi muncul dari seseorang yang tiba – tiba saja datang di samping Yola setelah berhasil menarik Yola untuk bersembunyi di belakangnya.
Dengan tatapan membunuh orang itu menembakkan senjata nya tanpa ampun kearah mobil baja, jangan ditanya model peluru seperti apa yang diguankan oleh orang itu hingga dapat menembus kaca depan mobil tersebut hingga sang sopir terkapar dengan berlumur darah.
Beberapa detik selanjutnya para anggota Interpol yang lain berhasil menghentikan mobil baja tersebut setelah Martin menembak mati sang sopir dan orang yang telah mengarahkan senjatanya untuk membunuh Yola.
Martin menoleh ke belakang saat situasinya terkendali. Di tatapnya Yola yang sedang mengigit bibir bawahnya menahan rasa sakit di pungung.
"Yola! ayo pergi kamu harus segera ke rumah sakit." Ucap Martin dengan tatapan lembut.
"Tapi…"
"Biarkan Frans dan yang lain mengurus gudang ini."
"Baiklah."
Martin mengulurkan tangannya hendak membantu Yola namun Yola menggelengkan kepalanya.
"Aku masih bisa jalan sendiri, yang sakit itu pungungku bukan kakiku."
Martin mengangguk, dihatinya bertengger kekhawatiran pada Yola namun apa yang terjadi Yola terlihat santai dengan luka di pungungnya.
"Pakailah." Martin menyerahkan jaket yang membungkus baju anti peluru yang ia gunakan.
"Terima kasih."
Di sudut lain, Frans yang melihat Martin dan Yola hanya tersenyum kecut, ada sudut hatinya yang emndadak nyeri melihat interaksi kedua insan tersebut.
Sedangkan Fatih sudah menunggu Yola di dalam mobil, walau Ia khawatir namun fatih tahu Yola perempuan yang kuat Ia tak selemah itu untuk tumbang.
DRRrrTttttt DRrttttt
"Abdul. Mampus aku!" Gumam Fatih saat melihat ponselnya menyala dan memperlihatkan nama suami sepupunya itu. Entah jawaban apa yang akan ia beri pada Abdul tentang kondisi Yola yang nyaris tertembak.