Selesai dengan segala aktifitas yang menguras tenaga dan pikiran kini Martin berdiri di balkon kamarnya, dari sanalah Ia bisa sekedar melihat siluet perempuan yang selama ini ada dalam pikiran dan hatinya. Masa bodoh jika ada yang bilang dia seorang pedofil atau pun penguntit karena apa yang ada di hatinya sungguh tak dapat ia sangkal. Ia mengakui pesona Yola tak dapat ia abaikan begitu saja. Ia begitu mengagumi sosok Yolanda Mahendra. Walau Ia pun tahu Yolanda termiliki oleh rekan bisnisnya, Abdul.
Martin menengak minuman yang ada di tangan kanannya namun sorot matanya masih setia menatap rumah yang berada tepat di samping rumahnya. Sekian menit Ia berdiri namun tak muncul seseorang yang Ia harapkan. Martin kembali menengak minumannya hingga tandas dan berniat ingin meninggalkan tempatnya saat ini namun saat Ia membalikkan badan, terdengar suara yang sangat Ia kenal, kembali Martin menoleh ke sumber suara, terlihat perempuan yang ia tunggu sedang tersenyum dengan ponsel di hadapannya. Dapat Martin pastikan jika kini perempuan itu sedang bertukar kabar dengan suaminya, namun entah Martin tak perduli dan tetap menatap wajah yang tengah tersenyum dengan begitu manisnya.
"Kau tumbuh dengan begitu cantik, Yola." Gumam Martin kemudian terkekeh mengingat Ia lah yang sering mengendong Yola saat gadis itu masih balita sedangkan Ia sendiri masih duduk di bangku kuliah.
"Om Danil dan Tante jelita sangat pintar mendidik mu." Lanjutnya.
Martin menarik nafas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya. "Dan aku tak mengira jika gadis kecil yang dulu nsangat aku manjakan bahkan sering ngompol di pangkuanku, kini pesonanya mampu memikat hatiku." Martin kembali terkekeh mengingat masa lalunya.
"Kini biarkan aku tetap menjaga ragamu, tanpa harus memilikimu. Selamat malam Yola." Martin kemudian masuk ke dalam kamarnya, tubuh lelahnya butuh guyuran untuk meredakan lelah dan penat.
Sementara Yola pu telah kembali ke dalam kamarnya setelah sebelumnya Ia melakukan video call dengan suami tercintanya. Ia ingin sekali segera menyelesaikan kuliahnya agar bisa segera kembali ke negaranya dan berkumpul dengan suami tercinta.
Pagi menjelang, kini Fatih dan Yola berada di ruang makan untuk menikmati sarapan mereka sebelum melakukan aktifitasnya.
"Yola apa benar Danil akan menikah dengan Lala dalam waktu dekat ini?" Tanya Fatih setelah menyelesaikan sarapannya.
"Ya kata Abdul, tapi ayah dan bunda belum menghubungiku akan hal itu."
"Apa kita harus pulang?"
"Tentu saja, apa kamu di gantung sama Danil?"
Fatih terkekeh, "Tentu saja tidak. Danil sangat menakutkan kalau sedang marah."
Kini Yola yang tertawa kecil, "Iya kamu benar, Oya... nanti kamu selesai kuliah jam berapa, sepertinya ada meeting yang harus kita hadiri."
"Meeting?"
"Ya, meeting sebelum melakukan penyerbuan kembali, bukankah markas utama komplotan itu sudah berhasil di lacak?"
"Ya, kemarin kami berhasil melacak, tapi..."
"Tapi apa?" terlihat raut penasaran dari wajah Yolanda.
"Sepertinya aku mengenali wajah salah satu dari mereka." Jawab Fatih dengan dahi berkerut.
"Kamu yakin?"
"Iya, aku akan meminta pada Mr. Martin agar aku bisa ikut langsung penyerbuan itu."
"Hm... kamu akan membuatku khawatir , keahlianmu di bidang IT bukan menembak."
"Walaupun aku bukan ahli menembak seperti mu, tapi paling tidak aku bisa menggunakan senjata untuk menolong diriku sendiri."
Yola menarik nafas panjang tak ada gunanya mencegah Fatih, Karena Fatih akan tetap melakukannya.
"Oya Yola, bagai mana lukamu?"
Yola menoleh ke samping untuk melihat sabetan peluru di tubuhnya.
"Sudah tidak apa – apa, hanya luka kecil kemarin sudah di tangani oleh dokter."
"Martin begitu mengkhawatirkanmu."
"Jelas, karena kita anggotanya."
"Bukan karena itu, menurutku dia..."
"Apa?"
"Menurutku dia menyukaimu."
Yola menatap Fatih intens kemudian tertawa kecil.
"Kamu ada – ada saja. Tak mungkin lah dia menyukaiku, aku sudah menikah, dan dia pun tahu kalau aku sangat mencintai Abdul, suamiku."
"Cinta tak harus memiliki, kamu tahu itu yolanda mahendra?" Ucap Fatih seraya bangkit dari duduknya.
"Lalu aku harus bagai mana?" kepala Yola mengikuti arah gerak Fatih.
Fatih menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap sepupunya itu.
"Diam saja, asal dia tak menganggu hubunganmu dengan Abdul, aku rasa cukup." Jawab Fatih lalu kembali melangkah menuju kamarnya.
Yola menarik nafas panjang, pungungnya menyender pada kursi di meja makan, pikirannya berkelana mengingat segala perlakuan Martin terhadap dirinya.
"Jika itu benar, yang penting Ia tak menganggu hubunganku dengan Abdul, Ya apa yang di katakan Fatih ada benarnya juga."
Fatih menatap sebuah foto yang selalu Ia simpan tersembunyi dalam dompetnya, perasaan tak menentu ia rasakan. Antara rasa khawatir, rindu dan juga rasa kecewa.
"Aku akan segera menyelesaikan urusanku disini, dan akan kembali padamu sesuai janjiku."
Bayangan bagai mana mereka menempuh hubungan yang sulit di katakan di tambah dengan jarak jauh yang orang lain tak pernah ketahui dan bagai mana mereka pernah melalui peristiwa yang menakutkan sungguh membuat dadanya kian sesak. Entah sampai kapan Ia akan menyembunyikan tentang hal ini yang jelas Fatih percaya jika Y0la maupun Martin cepat atau lambat akan mengetahuinya.
Desahan nafas berat lagi – lagi terdengar menyesakkan dari Fatih. Segera Ia kembali memasukkan foto itu ke dalam dompet miliknya lalu segera keluar dengan menenteng tas kuliah serta buku – buku penunjang lainnya.
Berjalan dengan langkah santai karena waktu memang masih pagi untuk mereka berangkat ke kampus, Fatih menghampiri Yola yang tengah menanti kedatangannya di teras, namun ternyata Yola tidak sendiri ada Martin da n Jason sang asisten yang telah duduk di sana dan terlihat sedang fokus membahas sesuatu.
"Ada apa?" Tanya Fatih saat semua mata tertuju padanya.
"Kamu lihat ini." Ucap Yola menyerahkan lembaran kertas yang tadi ia pegang.
"Ini...."
"Kamu tahu sesuatu?" Tanya Yola kembali, sedangkan Martin dan Jason hanya diam sambil menatap Fatih yang terlihat sedikit terkejut.
Anggukan Fatih, membuat Martin menghela nafas panjang.
"Lebih dari ekspektasi." Ucap Martin.
"Maafkan saya." Ucap Fatih sambil menundukkan kepala.
"Tidak masalah, aku yakin ada alasan tertentu sehingga kamu tidak menceritakan ini pada kami." Ucap Martin bijak.
"Aku dan gadis ini dulu pernah menjalin hubungan tapi entah hubungan seperti apa, hanya aku pernah berjanji suatu saat akan menemuinya kembali."
"kamu sadar Ia siapa?" Tanya Yola tak habis pikir jika saudaranya ini menyimpan cerita yang rumit.
"Aku tahu, Yola."
"Lalu?"
"Aku tak mungkin menyalahkannya, dia juga hanya seorang anak yang tak pernah tahu apa dan bagai mana pekerjaan ayahnya."
"Kamu serius bahwa dia tak tahu apapun tentang ayahnya? Termasuk tentang kamu yang menyebabkan pamannya mati?"
Fatih mengangguk. Entah mengapa hatinya begitu yakin tentang hal itu.
— ตอนใหม่กำลังมาในเร็วๆ นี้ — เขียนรีวิว