ดาวน์โหลดแอป
41.17% The Loneliest CEO / Chapter 6: Penantian Tak Berujung

บท 6: Penantian Tak Berujung

Malam itu di kamarnya, Grando sedang mengamati keris yang dihadiahkan oleh Prabu Rumbaka untuknya. Ia berniat untuk membawa keris itu ke Gallery milik Rudy setelah Agung pulang dari rumah sakit. Ia percaya bahwa keris itu akan bereaksi pada tuannya. Jika memang Rudy adalah reinkarnasi dari Prabu Rumbaka, keris itu pasti akan mengeluarkan cahaya. Saat ia sedang mengamati keris itu, tiba – tiba Grando menerima pesan singkat dari Vita di telepon genggamnya. Iya tersenyum lalu membuka pesannya."Pak Bos, Jangan lupa besok traktir ya". Kemudian Grando membalasnya, "Ya, kosongkan perutmu besok dari pagi kita keliling Jakarta". Grando mengetik pesannya sambil tersenyum, kemudian ia mengangkat wajahnya dan melihat ke arah cermin. Ia melihat dirinya yang sedang tersenyum.

"Apa – apaan ini, sudah 700 tahun aku tidak pernah tersenyum, sepertinya aku mulai tidak waras". Kata Grando sambil melihat dirinya di cermin.

Ke esokan harinya, Vita bangun pagi – pagi. Ia bersiap untuk wisata kuliner bersama Grando seharian. Alya merasa iri padanya karena ia harus menghabiskan hari sabtunya sendirian. Alya merasa sebal dengan Vita karena ia sudah membuatkan sarapan tetapi Vita menolak untuk memakan makanan yang sudah ia sediakan. Tidak lama kemudian Grando menelpon Vita dan mengatakan bahwa ia sudah ada di parkiran. Vita pun pamit pada Alya untuk pergi bersama Grando. Setelah Vita pergi, Alya memasukan makanan yang ia buat kedalam kotak makan, ia berniat untuk piknik sendirian di taman.

Jam menunjukan pukul 7 pagi, Alya keluar dari apartemennya dan pergi ke taman dekat apartemennya dengan jalan kaki. Sesampainya di taman, ia menggelar tikarnya dan mulai menata makanannya. Lalu tak sengaja ia melihat seorang nenek yang terlihat pucat dan lemas sedang duduk melamun sambil memegang bunga. Kemudian Alya menemui nenek itu dan mengajaknya untuk makan bersama.

"Ayo nek, karena hari ini aku sendirian, lebih baik kita makan bersama". Kata Alya.

"Wah, kau baik sekali cucuku, ini bunga untukmu". Kata si nenek.

Sambil menikmati makanan yang dibuat oleh Alya, nenek itu bercerita sebuah kisah tragis seorang putri yang bunuh diri di hari pernikahannya. Nenek itu pun memulai ceritanya.

"Pada tahun 1279 saka, seorang Putri Sunda di lamar oleh Raja Jawa, seluruh penghuni Istana Kerajaan Sunda sangat bahagia mendengar berita itu, bahkan rakyat Sunda ikut berbahagia. Rakyat Sunda berharap dengan pernikahan Putri Sunda dan Raja Jawa, kedua kerajaan itu akan menjadi sekutu yang baik. Sebuah arak – arakan mengiringi kepergian sang Putri yang di damping oleh Raja dan Ratu Sunda menuju ke Kerajaan Jawa. Sesampainya mereka di Kerajaan Jawa, pasukan arak – arakan pengantin beristirahat di Lapangan Canggu sambil menunggu jemputan dari Kerajaan Jawa. Tiba – tiba datanglah seorang patih yang meminta Raja Sunda untuk menyerahkan sang putri sebagai persembahan, terjadilah pertumpahan darah di tanah canggu. Seluruh pasukan dari Kerajaan Sunda habis tak tersisa, Raja dan Ratu Sunda tewas di tusuk oleh Keris Sakti milik Patih Mahawira. Melihat seluruh pasukan Kerajaan Sunda serta Ayah dan Ibunya yang sudah meninggal, sang putri pun menusuk dirinya sendiri dengan keris itu".

Mendengar cerita itu, Alya sedikit bersedih, menurut ia patih di Kerajaan Jawa sangat licik hingga membuat calon istri raja bunuh diri. Kemudian Alya bertanya pada nenek itu, bagaimana kelanjutan dari kisahnya setelah sang Putri meninggal.

"Katanya saat ini Patih Mahawira sedang menjalani kutukannya". Kata nenek itu.

"Kutukan apa itu nek?". Tanya Alya.

"Ia mendapatkan hidup abadi, untuk menebus dosanya dengan membuat banyak pernikahan". Jawab si nenek.

"Oh begitu ya, yasudah karena kita sudah selesai makannya, aku pamit dulu ya nek". Kata Alya.

Alya pergi meninggalkan nenek itu tanpa mengetahui kalau sebenarnya nenek itu adalah Dewi Bulan. Entah apa tujuan dari dewi bulan yang menceritakan kisah itu kepada Alya. Apakah mungkin Alya adalah reinkarnasi Putri Cendrawati?.

Di tempat lain, Grando dan Vita sedang lari pagi sambil cuci mata. Cuci mata nya mereka adalah melihat jajanan pinggir jalan. Sesekali mereka berhenti untuk membeli jajanan pinggir jalan. Hingga akhirnya mereka terhenti di tukang bubur ayam.

"Ayo pak, kita sarapan bubur dulu deh". Ajak Vita.

"Makannya disini vit?". Tanya Grando.

"Ya iya pak, sekali – sekali bapak makan di pinggiran dong, jangan makan di restoran mahal terus". Kata Vita.

"Oke deh siapa takut".

Merekapun duduk dan menikmati bubur ayam. Sesekali Grando menatap Vita yang sedang makan dengan lahap. Tetapi saat Vita menatapnya Grando langsung buang muka.

"Pasti kalau sama cewe – cewe lain, bapak makannya di restoran mahal ya?". Tanya Vita.

"Aku belum pernah makan dengan cewe lain". Jawab Grando.

"Hah berarti aku yang pertama dong, hahahahaa".

"Iya, kau yang pertama".

Setelah selesai makan bubur, mereka pulang ke rumah masing – masing untuk mandi terlebih dahulu. Grando berjanji akan menjemput Vita pada jam makan siang. Vita pun menyetujuinya. Kemudian Grando mengantarkannya pulang.

Hari itu, Agung sudah diperbolehkan untuk meninggalkan rumah sakit. Ia membereskan pakaiannya kemudian berjalan menuju mobil di temani oleh kakaknya. Saat masuk ke dalam mobil, lisa menelponnya. Lisa menanyakan apakah ia sudah sembuh, lalu Agung mengatakan bahwa ia sudah sembuh. Setelah mengetahui keadaan Agung yang telah membaik, Lisa pun menutup telponnya. Setelah mendengar suara Lisa, tiba – tiba Agung kembali merasakan sesak di dadanya. Rudy melihat Agung yang sedang meremas dadanya dan terlihat seperti sedang kesakitan.

"Gung, kamu masih sakit?". Tanya Rudy.

"Nggak kok kak, saya sedikit pengap aja". Kata Agung.

"Oh yasudah buka jendelanya aja gung, AC alami lebih sehat kan". Kata Rudy sambil bercanda.

Sementara itu di Apartemen Vita, Alya menceritakan pada Vita bahwa ia bertemu dengan seorang nenek saat piknik di taman, kemudian nenek itu bercerita tentang kisah tragis putri sunda yang bunuh diri dengan menusukkan keris ke tubuhnya sendiri.

"Keris?" Tanya Vita.

"Ia, konon katanya keris itu sangat sakti". Tambah Alya.

Kemudian Vita mengingat saat ia lupa membelikan lukisan Prabu Rumbaka dan Putri Cendrawati, Grando marah besar padanya, pada saat itu Grando menusukan keris ke meja nya hingga terdengar suara petir menyambar.

"Apa kau pernah melihatnya? Keris sakti". Tanya Alya.

"Sepertinya bos ku punya keris sakti juga". Kata Vita.

"Mana mungkin, kata nenek itu keris sakti adanya pada tahun 1279 saka, atau abad ke 14". Tegas Alya.

"Oh begitu ya, tapi tadi kau bilang patih mahawira sedang menjalani kutukannya". 

"Ya gak mungkin juga bos mu si patih mahawira, lagipula itu kan hanya mitos". Kata Alya.

Vita mulai mencurigai keris yang dimiliki oleh bosnya itu, ia berniat untuk menanyakannya nanti siang saat makan siang bersama Grando.

Di tempat lain Bambang sedang asyik main game di hand phone nya, tiba – tiba ayahnya datang dan mengambil hand phonenya. Kemudian Ayahnya melemparkan hand phone nya. Handphone itu menjadi rusak.

"Ayah, kenapa kau jahat sekali, ini kan hp model terbaru". Kata Bambang dengan mulut manyunnya.

"Kau ini, kapan kau bisa jadi dewasa, umur mu sudah 25 tahun Bambang!". Teriak Ayahnya.

"Iya aku tau, tapi kan aku butuh hiburan".

"Apa, kau masih sempat memikirkan hiburan, disaat kau tau orang yang memberi kita hidup sedang menikmati kesengsaraannya sepanjang hidup".

"Yaa itu kan bukan salah ku, lagian kenapa sih keluarga kita harus mengabdi pada Patih Mahawira, sebal". Kata Bambang.

"Kalau kakek moyang kita tidak di selamatkan oleh gusti patih, kau tidak akan terlahir di dunia ini".

Ayah Bambang yaitu Baskoro sudah semakin menua, tetapi Bambang masih saja belum bisa bersikap dewasa. Itu membuatnya bersedih hati. Padahal Baskoro sudah sakit – sakitan. Ia berharap Bambang bisa mengabdi pada Grando dengan baik.

Hari menujukan pukul 12.00, waktunya makan siang telah tiba. Grando sudah sampai di parkiran apartemen Vita. Ia menelpon Vita dan meminta Vita untuk segera turun. Alya mendengar pembicaran Vita dan Grando.

"Duh ile yang mau kencan sama pak boss". Ledek Alya.

"Apaan sih, lumayan lah makan – makan gratis". Vita mengambil tas nya lalu pergi.

"Huh awalnya aja saling benci, abis itu jadi saling cinta, kaya di drama korea aja". Kata Alya.

Grando dan Vita sudah sampai di restoran. Grando memesan makanan favorite nya yaitu sate ayam, sedangkan Vita memesan Sop Iga yang merupakan makanan Favorite nya. Vita memaksa Grando untuk mencoba Sop Iga miliknya tetapi Grando menolaknya.

"Ayolah pak, masa gak suka sop iga sih, ini kenikmatan yang hakiki lho". Rayu Vita.

"Aku tidak pernah makan daging sapi". Kata Grando.

"Benarkah? Sejak kau lahir?". Tanya Vita.

"Ya, sejak aku lahir".

"Oh my god, yang aku tahu hanya orang bali yang tidak makan daging sapi, ternyata orang Jakarta juga ada yang tidak makan daging sapi". Kata Vita.

Vita makan dengan sangat tidak anggun, bahkan sampai muncrat – muncrat ke wajah grando, Grando sangat tidak nyaman. Tetapi karena ia mulai jatuh cinta pada Vita, ia pun memakluminya. Tiba – Tiba Vita mengingat keris yang sebelumnya di ceritakan oleh Alya, kemudian ia menanyakan keris itu pada Grando.

"Keris sakti? keris apa maksudmu?". Tanya Grando yang pura – pura tidak tahu.

"Haduh itu lho keris yang bapak tancapkan di meja, kemudian muncul petir". Kata Vita.

"Aduh, kamu masih percaya aja sama mitos, itu keris biasa aja, aku membelinya di pameran benda pusaka". Tegas Grando.

Tetapi Vita tidak mempercayai apa yang diucapkan Grando, Karena keliatannya Grando mencurigakan. HP Vita berbunyi menandakan pesan masuk.

"Eh ada chat dari Agung, katanya dia udah pulang". Kata Vita.

"Really? Terus si Rudy gimana?". Tanya Grando.

"Si Rudy??? Hei kakak nya Agung itu lebih tua dari bapak,, bisa – bisa nya bapak ini panggil namanya saja".

"Maksud aku, Kak Rudy". Kata Grando.

"Apaa? Kak Rudy? Kok menjijikan ya kedengarannya". Vita sambil tertawa.

"Astagah begini salah, begitu salah,, cepat tanya si Agung, kakak nya buka Gallery gak hari ini, aku mau ke gallery nya".

Kemudian Vita menanyakan Agung mengenai kakaknya sesuai permintaan Grando. Lalu Agung mengatakan bahwa Gallery nya buka jam 6 sampai jam 8 malam. Akhirnya Grando membatalkan rencana makan malam dengan Vita hari itu demi menemui Rudy. Vita merasa kecewa dengan Grando, meskipun Grando berjanji besok ia akan mentraktir makan di restoran bintang 5.

"Yasudah, aku udah gak nafsu makan lagi nih, ayo pulang". Kata Vita yang lagi Bete.

"Apanya yang gak nafsu, itu mangkuk sama piring udah bersih gitu". Ledek Grando.

Vita tersenyum malu. Tetapi ia tetap masih ngambek pada Grando. kemudian Grando mengantarnya pulang.

Matahari mulai tenggelam, Grando bergegas menuju Gallery milik Rudy. Ia turut membawa kerisnya untuk menguji apakah Rudy benar – benar Raja nya yang ia tunggu selama ini. Sesampainya di Gallery Rudy, Grando melihat – lihat beberapa benda pusaka jaman kerajaan jawa dan sunda. Juga beberapa lukisan kehidupan masa kejayaan kerajaan Jawa dan Sunda. Hal itu membuatnya terbawa ke masa lalu. Apalagi disana ada lukisan dirinya yang sedang duduk disamping Prabu Rumbaka di singgah sana, ia memimpin rapat kenegaraan bersama dengan Prabu Rumbaka.

Rudy menyadari kedatangan Grando, kemudian Rudy menyapa Grando. Grando mengatakan bahwa ia juga tertarik dengan benda – benda pusaka, kemudian ia minta ditunjukan tempat penyimpanan keris oleh Rudy. Lalu Rudy membawanya ke sebuah lemari pajangan berisi berbagai macam keris dari peninggalan kerajaan Jawa, Sunda, Sumatra, Kalimantan dan lain – lain. Tetapi Grando tidak menemukan model keris yang mirip dengan keris miliknya. Mungkin saja keris milik Grando hanyalah satu – satunya yang sengaja dibuat untuk dihadiahkan kepadanya sebagai Jendral Perang.

Setelah berkeliling melihat koleksi keris yang dimiliki oleh Rudy, Rudy mengajak Grando untuk duduk dan meminum teh. Grando sudah tidak sabar untuk membuktikan bahwa Rudy adalah Raja yang selama ini di acari. Rudy menuangkan teh kedalam gelas Grando. Grando mengeluarkan keris miliknya untuk di tunjukan kepada Rudy.

"Wah, itu keris koleksi Pak Grando? sepertinya sangat langka". Puji Rudy.

"Apa bapak belum pernah melihat keris ini?". Tanya Grando.

"Belum pernah, sepertinya itu limited edition". Kata Rudy.

Dan ternyata keris itu tidak bereaksi. Kemudian Grando bertanya pada Rudy, apakah dia percaya adanya reinkarnasi. Karena Rudy adalah seorang sejarahwan yang begitu menjunjung tinggi leluhur Indonesia, ia berkata bahwa ia mempercayainya. Kemudian Grando meminta izin untuk menatap nya, karena ia sedang mencari Raja nya di masa lalu. Rudy pun mengizinkannya.

Grando mulai masuk ke dalam masa lalu Rudy. Ia melihat singgah sana Kerajaan Jawa. Disana dia berdiri di samping sang Raja, kemudian di depannya ada Prabu Rumbaka yang masih berusia 15 tahun. Di singgah sana ia mengumumkan penurunan tahta dari Prabu Mahesa Nagara kepada Prabu Rumbaka yang merupakan adik dari Prabu Mahesa Nagara. Hari itu Prabu Rumbaka diangkat menjadi Raja.

Terungkap sudah masa lalu Rudy. Dia bukan lah reinkarnasi Prabu Rumbaka. Dia adalah Reinkarnasi dari Prabu Mahesa Nagara, seorang Raja yang diturunkan karena menderita sakit parah, karena ia tidak memiliki keturunan, maka tahtanya diturunkan kepada adiknya yaitu Prabu Rumbaka. Grando menghela nafasnya dan menunjukan kekecewaannya.

"Apakah saya bukanlah reinkarnasi Raja yang anda cari?". Tanya Rudy.

"Di masa lalu, anda memang seorang Raja, tetapi anda bukanlah Raja yang saya cari". Kata Grando.

"Kalau boleh tau, kenapa bapak mencari reinkarnasi Raja itu?". Tanya Rudy.

"Untuk menebus dosa, saya menjalani hidup yang panjang karena dosa saya kepada gusti prabu,, maaf jika saya sudah membuang – buang waktu anda". Ucap Grando.

"Tidak masalah pak, saya senang dikunjungi oleh Pak Grando, lain kali silahkan datang kembali". Kata Rudy.

"Kalau begitu saya permisi dulu pak, terima kasih tehnya".

"Sama – sama pak".

Grando pergi meninggalkan Gallery milik Rudy dengan kecewa. Sepertinya ia memang masih harus bersabar, hingga dewa membukakan jalannya untuk bertemu dengan reinkarnasi Raja yang paling ia sayangi dan ia hormati sepanjang hidupnya. Ia menyetir mobilnya sambil melamun hingga sampailah ia di depan rumah Bambang. Bambang yang saat itu sedang mencuci mobil terkejut melihat kedatangan Grando.

"Loh, gusti, kok tumben gak nelpon dulu". Tanya Bambang.

"Baskoro ada?". Tanya Grando.

"Oh ayah, ada di ruang kerjanya, mari masuk". Ajak Bambang.

Grando diantar oleh Bambang ke ruang kerja Baskoro. Didalam ruangan itu nampak seperti perpustakaan. Banyak buku – buku koleksi Baskoro yang disimpan di dalam ruang kerjanya.

"Ah, Gusti patih, mari silahkan masuk". Baskoro mempersilahkan Grando untuk masuk dan duduk.

Kemudian Bambang meninggalkan Ayahnya dan Grando di ruangan itu. Sepertinya Grando sedang membutuhkan tempat curhat.

Grando bercerita bahwa hari itu ia bertemu dengan seseorang dengan penuh harapan, tetapi harapan ia harus berubah menjadi debu karena ia tidak mendapatkan apa yang ia harapkan. Baskoro mencoba untuk menenangkannya.

"Para tetua mengatakan bahwa apapun yang kita usahakan, apabila tidak mendapatkan restu dari para dewa, mungkin itu akan menjadi sulit". Ucap Baskoro.

"Tetapi mengapa dewa tidak pernah berpihak padaku, aku sudah menjalani kutukanku selama ratusan tahun, tetapi itu masih belum cukup baginya". Kata Grando.

"Sabar gusti, mungkin dewa ingin menguji gusti patih sekali lagi". Kata Baskoro.

"Sepertinya anda terlihat pucat, apa anda kurang sehat?". Tanya Grando.

"Ya seperti ini lah hidup sebagai manusia, maafkan saya jika waktu pengabdian saya kepada gusti hanya sebentar, besok – besok mulailah berbicara pada Bambang, dia akan menggantikan saya untuk mengabdi pada gusti".

Grando meneteskan airmatanya sambil memegang tangan Baskoro. Ia sangat berterima kasih karena keluarga Baskoro yang sudah secara turun – temurun hidup mengabdi untuknya. Namun kini sepertinya usia baskoro sudah tidak dapat diperpanjang lagi.

Sepulang dari rumah Baskoro, Grando pergi berjalan kaki sendirian menikmati udara malam hari. Ia menatap bintang – bintang di angkasa yang bersinar terang. Kemudian ia duduk di sebuah bangku yang ada di trotoar jalan. Ia menatap bintang sambil meminum soda. Tiba – tiba Dewi Bulan muncul di sampingnya menjelma menjadi seorang wanita cantik. Dewi Bulan duduk dan memberikan bunga untuk Grando.

"Apa ini?". Tanya Grando.

"Mawar putih, itu adalah berkah dari Dewa". Kata Dewi Bulan

Tetapi Grando melemparkan bunga itu ke tong sampah.

"Aku sudah menerima ribuan bunga dari mu, tetapi aku tidak pernah merasakan berkah itu". Tegas Grando.

"Kau pasti kecewa karena salah orang lagi, tetapi sesungguhnya kau tidak salah 100% lho". Kata Dewi Bulan.

"Maksudnya?".

"Prabu Rumbaka adalah adik dari Prabu Mahesa Nagara, Raja yang diturunkan karena penyakit kronisnya. Jika dimasa lalu mereka adalah kakak beradik, kemungkinan di kehidupan inipun mereka kakak beradik". Tegas Dewi Bulan.

"Kakak beradik, di kehidupan saat ini?".

Grando menoleh namun Dewi Bulan sudah menghilang. Tetapi Grando masih bingung mengartikan kata – kata yang diucapkan oleh Dewi Bulan. Apakah itu adalah sebuah teka – teki yang harus ia pecahkan agar ia menemukan reinkarnasi Prabu Rumbaka?

Ia terus bersih keras memikirkan perkataan Dewi Bulan, kemudian Agung muncul dalam bayangannya. Agung adalah adik dari Rudy yang merupakan reinkarnasi dari Prabu Mahesa Nagara. Artinya ada kemungkinan bahwa reinkarnasi Prabu Rumbaka adalah Agung. Apakah kebenaran itu akan terungkap? Tentu Grando harus membuktikannya terlebih dahulu.


next chapter
Load failed, please RETRY

สถานะพลังงานรายสัปดาห์

Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
Stone -- หินพลัง

ป้ายปลดล็อกตอน

สารบัญ

ตัวเลือกแสดง

พื้นหลัง

แบบอักษร

ขนาด

ความคิดเห็นต่อตอน

เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C6
ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
  • คุณภาพงานเขียน
  • ความเสถียรของการอัปเดต
  • การดำเนินเรื่อง
  • กาสร้างตัวละคร
  • พื้นหลังโลก

คะแนนรวม 0.0

รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
โหวตด้วย Power Stone
Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
Stone -- หินพลัง
รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
เคล็ดลับข้อผิดพลาด

รายงานการล่วงละเมิด

ความคิดเห็นย่อหน้า

เข้า สู่ ระบบ