Safira bangun pukul 6 tepat. Badannya sedikit pegal efek berlari membabi buta kemarin. Kakinya masih sakit namun bengkaknya sudah mulai mengempis.
Pagi ini Safira menyiapkan mentalnya untuk program pengenalan sekolah. Kalau di sekolahnya yang di Jakarta, program pengenalan sekolah ini biasa disebut Masa Orientasi Siswa (MOS).
MOS bukanlah hal yang menyenangkan. Sewaktu masuk SMP dulu, Safira harus menghadapi kakak-kakak kelas aneh yang berlagak sok senior yang menghukum setiap kesalahannya dengan push up dan lari memutari lapangan. Bagaimana dengan tempat ini? Akankah sama?
Safira khawatir. Ia tidak tahu seperti apa kakak kelas yang akan dihadapinya di tempat ini. Bisa jadi mereka lebih seram dari kakak kelas di Jakarta mengingat kepala sekolahnya, Bu Fariya sangat dingin dan tidak suka basa-basi. Mungkin saja.
Safira mandi air hangat dan memakai seragam sekolahnya. Seragam sekolahnya terdiri dari kemeja putih lengan pendek, rompi hitam dengan bordiran logo sekolah dan namanya, rok bermotif kotak-kotak berwarna abu-abu diatas lutut, stocking hitam dan sepatu abu-abu.
[Rupanya sekolah ini punya selera fashion juga. Menarik]
Safira turun dari asrama. Ada banyak siswi lain yang turun dan berjalan keluar asrama dengan pakaian yang sama dengannya. Mereka berjalan diam.
[Bahkan murid disini pendiam]
Keanu sudah menunggu Safira di depan gedung asrama. Keanu memakai seragam dan menenteng tas ranselnya di salah satu bahunya. Wajahnya nampak segar. Senyum Keanu mengembang saat melihat Safira.
"Hai," sapanya. "Bagaimana tidurmu?"
"Nyenyak sekali," jawab Safira bersemangat.
Keanu dan Safira berjalan beriringan. Tapi banyak mata memandang mereka. Para perempuan dari asrama putri melihat Safira dengan tatapan bingung, heran dan … iri. Mata mereka seolah berkata 'kok kamu bisa jalan bareng Keanu?!'
Perasaan Safira jadi tidak enak dibuatnya. Ia tahu berjalan bersama Keanu akan sangat mencolok. Keanu punya wajah tampan, tubuh tinggi dan punya aura hangat. Para wanita di sekolah ini pasti jatuh hati setengah mati padanya. Setidaknya itu asumsi Safira melihat ekspresi para wanita di asramanya.
"Kamu kenapa?" Keanu mengamati wajah Safira yang takut.
"Ah, tidak apa-apa," Safira menggeleng. Ia berusaha mengganti topik pembicaraan, "ngomong-ngomong kamu pasti kakak kelasku ya?"
"Bisa di bilang begitu. Kamu tahu dari mana?"
Safira tersenyum tipis. "Tidak mungkin anak baru tahu banyak hal seperti kamu. Jadi aku menebak kalau kamu seniorku."
Keanu tertawa.
"Apakah program pengenalan sekolah ini akan menyeramkan seperti di Jakarta?" tanya Safira.
Keanu mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu program pengenalan sekolah yang di Jakarta, tapi disini akan sangat berbeda. Lihat saja nanti."
Mereka berjalan masuk ke ruang makan yang terletak di sisi kiri gedung sekolah. Ruang makan adalah tempat seluas tiga ratus meter persegi. Tempat itu lengkap dengan 80 pasang meja dan kursi panjang, 10 wastafel untuk mencuci tangan, tempat mengambil makan makan yang dijaga 5 petugas dan area untuk meletakkan piring bekas makan.
Sudah banyak siswa laki-laki dan perempuan yang duduk makan di ruang itu.
***
Setelah makan, Keanu mengantar Safira ke aula besar. Aula ini terletak di lantai 3 gedung sekolah. Ukuran aula yang sangat besar mampu menampung 500 orang.
"Perhatian harap berbaris sesuai kelas kalian masing-masing," kata wanita bertubuh gempal dengan rambut keriting dari arah podium aula.
Safira mengecek berkasnya. Ia rupanya masuk ke kelas 10-2.
Safira bergegas masuk ke barisan kelas 10-2. Matanya menghitung-hitung. Setidaknya ada 10 kelas per angkatan disini dengan 25 siswa di tiap kelasnya.
Bu Fariya masuk ke podium. Ia memberi sambutan dan mengucapkan selamat pada 250 siswa yang masuk ke sekolah ini atas usaha dan kerja keras mereka. Well, setidaknya Safira bukan termasuk siswa yang berusaha dan bekerja keras untuk bisa sekolah di tempat ini. Ia terpaksa sekolah disini.
"Di tahun pertama, setiap kelas akan mendapatkan satu instruktur. Nanti para instruktur akan menjelaskan secara detail program sekolah dan latihan fisik yang harus kalian jalani selama satu tahun," kata Bu Fariya dengan pengeras suara.
[Hah? Apa maksudnya?]
"Permisi," Safira menepuk pundak gadis bertubuh kecil di depannya. Ia berbisik pelan, "aku tidak mengerti apa maksud Bu Fariya dengan instruktur dan latihan fisik. Kenapa harus latihan fisik? Kenapa ada instruktur?"
Gadis itu memasang wajah bingung. "Apa kamu tidak tahu kalau…"
Ucapan gadis bertubuh kecil terputus begitu Bu Fariya mengeraskan suaranya lagi. "Ini dia para instruktur kalian."
Ada sepuluh orang pria dan wanita yang maju ke atas podium. Seluruh siswa bertepuk tangan. Tepuk tangan mereka semakin ramai ketika seorang pria bertubuh tinggi dengan rambut hitam panjang dikuncir naik ke podium. Ia memakai kemeja hitam dipadukan dengan jenas biru. Auranya gelap berkharisma.
Safira menyipitkan matanya. Sepertinya ia pernah bertemu dengan pria itu. Otaknya berpikir keras.
[Ayo Safira coba ingat-ingat lagi. Kamu seperti pernah bertemu dengannya]
Safira mengerjap. Sepertinya ia ingat sesuatu.