ดาวน์โหลดแอป
10% The Dangerous Love Zone / Chapter 19: The Dangerous Love Zone - 16

บท 19: The Dangerous Love Zone - 16

"Azami-kun, apa kau bisa menjelaskan kepada kami mengapa paman mu bisa mengatakan jika kau saat ini kau sedang berada di luar negeri dan belum ingin menjadi penerus A&Y Group?"

Azami yang duduk di bangku belakang bersama Joe, terdiam sesaat, sebelum dirinya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Hori merupakan salah satu sahabat mendiang ayahnya bersama dengan Renji dan terlebih Joe dan Ren merupakan teman masa kecilnya, jadi Azami sama sekali tidak merasa ragu untuk menceritakan apapun perihal yang terjadi didalam keluarganya.

Hori yang mendengar penjelasan dari Azami menggeram kesal. Dirinya tidak habis pikir jika semua saudara kandung mendiang sahabatnya adalah orang-orang yang sangat licik.

Joe dan Ren yang juga mendengar penjelasan Azami merasa geram.

"Azami, kembali lah ke Tokyo. Jika kau tidak ingin tinggal dirumah mu, kau bisa tinggal di rumah ku atau bahkan apartemen ku!"

Azami menolehkan kepalanya kearah Joe yang sudah menatap dirinya dengan sorot mata tajam.

Azami sudah sangat hafal, jika Joe sudah melayangkan sorot mata tajam pada lawan bicaranya itu bertanda jika pria itu tidak bisa menerima penolakan sama sekali.

"Tidak, Joe. Aku masih harus menemukan kenalan mendiang ayah ku."

Ren dan Hori yang berada di kursi depan melirikan mata mereka pada kaca ditengah mobil untuk melihat bagaimana suasana yang kini terjadi di kursi penumpang belakang.

"Tapi kau sama sekali belum bisa menemukannya bukan? Ini sudah terhitung satu bulan sejak kau berada disini."

Azami terdiam, dirinya tidak bisa menyanggah perkataan Joe yang sepenuhnya benar.

Joe yang melihat Azami terdiam mendengar perkataannya, mengulaskan seringai kemenangan.

"Lihat, kau tidak bisa menyanggah bukan? Besok malam kau harus ikut kami kembali ke Tokyo. Jangan menjadi egois Azami. Kau tidak lupa bukan jika Yu-chan harus tetap melanjutkan pendidikannya? Lalu kau juga harus mengambil alih perusahaan secepatnya jika kau tidak mmelihat perusahaan yang sudah didirikan susah payah oleh mendiang ayah mu hancur begitu saja di tangan pemimpin yang salah."

Azami mengepalkan kedua tangannya erat. "Tidak, aku tidak akan kembali ke Tokyo sebelum aku berhasil menemukan keberadaan rekan mendiang ayah ku. Dan juga, untuk pendidikan Yu-chan, aku sudah mencarikannya sekolah di dekat rumah pemilik kafe."

Joe menaikan sebelah alisnya menatap Azami penuh sangsi. "Tetapi kau harus tetap segera mengambil alih perusahaan, Azami. Jika tidak, perusahaan yang sudah didirikan susah payah oleh mendiang ayah mu akan hancur. Kau sudah melihat jadwal yang dibuat ulang oleh paman mu bukan? Sudah banyak kerugian yang harus di tanggung perusahaan karena perubahaan jadwal itu!"

Azami tidak dapat menyalahkan apa yang dikatakan oleh Joe, karena semua yang dikatakan oleh sahabatnya itu adalah sebuah kebenaran.

"Aku sudah membuat keputusan, aku tidak akan mengambil alih perusahaan sebelum mereka merasakan penyesalan karena sudah membuat perusahaan yang didirikan oleh mendiang ayahku mengalami kolapse."

Joe merasakan sebuah perempatan muncul di pelipisnya setelah mendengar perkataan Azami.

"Hah?! Kau ingin menunggu perusahaan keluarga mu mengalami kolapse baru kau akan mengambil alih perusahaan itu? Kau bodoh?! Yang ada kau akan menjadi orang miskin dengan banyak hutang Azami!"

Hori dan Ren yang mendengar bentakan Joe tersentak kaget, beruntung saat ini mereka sedang menunggu lampu lalu lintas berwarna hijau, jika tidak, bisa di pastikan mereka akan teriat kecelakaan beruntun.

"Aku dan Yu-chan tidak akan jatuh miskin. Jadi kau tidak perlu khawatir sampai harus berseru kencang, Joe!"

Joe membulatkan matanya terkejut mendengar Azami membalas perkataannya dengan berseru juga.

Hori dan Ren yang merasa suasana di kursi penumpang belakang sudah tidak kondusif pun kini melemparkan tatapan satu sama lain, lalu mereka berdua menganggukan kepala bersamaan.

"Kau?! Bagaimana bisa kau sangat yakin tidak akan jatuh miskin?! Dalam waktu empat bulan ini aku sudah dapat melihat berapa ratus juta dolar kerugian yang dialami perusahaan karena jadwal bodoh yang dibuat oleh paman mu!"

Azami yang kembali mendengar seruan Joe, merasakan sebuah perempatan kini muncul di pelipisnya.

"Jangan kau sebut orang bodoh itu sebagai paman ku! Mereka semua itu bukan paman dan bibi ku!"

Kini Azami dan Joe saling melemparkan sorot mata tajam pada satu sama lain.

Hori dan Ren yang sudah merasa keadaan di dalam mobil ini sudah benar-benar tidak kondusif lagi pun memilih untuk mencari tempat yang cukup hening dan jauh dari keramaian.

Azami dan Joe kembali berdebat di kursi penumpang belakang. Joe yang menyerukan sikap egois Azami karena sama sekali tidak memikirkan nasib para staf dan para artis di perusahaan, sedangkan Azami yang menyerukan sikap Joe yang sama sekali tidak sopan karena sudah ikut campur mengenai keputusannya dan juga masalah di keluarganya.

Ren yang sudah memarkirkan mobilnya di tempat yang lumayan sepi dan jauh dari keramaian pun segera turun dari mobil dan berjalan membuka pintu mobil penumpang belakang di mana Azami berada, lalu menariknya untuk keluar.

Begitu juga dengan Hori yang ikut keluar dari mobil dan berjalan membuka pintu mobil penumpang belakang dimana Joe berada, lalu menarik pria itu keluar dari dalam mobil.

"Kau! Aku ikut campur dengan urusan keluarga mu karena aku ama sekali tidak ingin melihat mu menderita dan juga kesusahaan! Jadi berhentilah bersikap egois dan keras kepala!"

"Aku jatuh miskin, aku menderita atau kesusahaan itu sama sekali bukan urusan mu! Jika kau takut perusahaan akan kolapse maka kau bisa langsung mengajukan pemutusan kontrak kerja saat ini juga!"

Hori yang menyadari jika Joe akan berjalan maju menghampiri Azami pun dengan sekuat tenaga menahan pergelangan tangan pria itu.

"Joe! Berhentilah! Kenapa kau jadi emosi seperti ini!"

Sedangkan itu Ren menarik Azami untuk menjauh dari Joe yang masih berusaha untuk berjalan menghampiri Azami.

Hori memekik terkejut saat cekalan tangannya pada tangan Joe terlepas begitu saja dan kini pria itu berjalan dengan nafas memburu menghampiri Azami.

Ren yang melihat Joe berjalan cepat menghampiri mereka pun melepaskan cengkraman pada Azami lalu memposisikan dirinya berada di depan Azami dengan kedua tangannya yang direntangkan.

"Kau tidak boleh melampiaskan amarah mu pada Azami, Joe!" Seru Ren melayangkan tatapan tajam pada Joe yang kini sudah berdiri dihadapannya dengan raut wajah marah dan sorot mata tajam yang mengarah kepadanya juga.

"Ini bukan urusan mu Ren! Ini urusan antara aku dan Azami!"

Ren menggelengkan kepalanya tegas. "Urusan kalian adalah urusan ku juga! Kalian berdua adalah sahabat ku! Aku tidak akan membiarkan kalian saling melukai satu sama lain!"

Hori yang melihat Joe yang sudah ingin melayangkan pukulan pada Ren pun berseru marah.

"Joe! Berhenti bersikap egois! Jika kau sampai berani melayangkan pukulan pada Ren maupun Azami, aku tidak akan segan untuk menghukum mu!"

Greb!

"Joe! Kau harus mendinginkan pikiran mu! Kau sudah berjanji padaku sebelum kita menemui Azami, kau akan bisa mengontrol emosi mu!" Seru Hori lagi sambil melayangkan tatapan tajam pada Joe yang kini berada di hadapannya.

"Tapi, Hori, Azami sudah kehilangan akal sehatnya! Bagaimana bisa di-

"Joe! Aku sudah pernah bilang padamu bukan untuk selalu menghormati setiap keputusan yang diambil oleh orang lain?"

Joe memilih diam tidak merespon perkataan Hori. Hori yang melihat Joe terdiam, menghela nafasnya dalam.

"Setiap orang pasti selalu memikirkan konsekuensinya sebelum mereka berani mengambil keputusan. Begitu juga dengan Azami, dia tidak mungkin mengambil keputusan penuh risiko ini tanpa memikirkan konsekuensinya."

Joe menghela nafasnya. "Aku tau itu, Hori. Tapi tetap saja aku merasa khawatir. Aku sama sekali tidak bisa melihat Azami maupun Ren mengalami kesulitan."

Kini Ren dan Azami saling melemparkan tatapan mereka pada satu sama lain.

"Aku mengerti kamu merasa khawatir, Joe. Tapi kamu harus percaya jika Azami maupun Ren dapat mengatasi permasalahan yang mereka hadapi dengan cara mereka sendiri."

Ren dan Azami kini berjalan menghampiri Joe dan Hori.

"Joe, kau tidak perlu khawatir. Aku tahu risiko dari keputusan yang aku ambil saat ini sangatlah besar. Tapi aku sudah memikirkan keputusan ini dengan baik-baik. Bahkan paman Renji sempat ikut menentang terkait keputusan yang aku ambil ini, tapi paman Renji memberikan aku kesempatan untuk mengambil jalan yang kupilih sendiri."

Joe menolehkan kepalanya ke arah Azami yang kini mengulaskan senyum kecil di wajahnya.

"Kau! Dasar bodoh, egois, kau sama sekali tidak menyadari batasan mu sendiri dalam mengambil tindakan, Selalu membuat orang lain cemas. Kau, kau itu benar-benar Azami!"

Azami, Hori dan Ren yang mendengar perkataan Joe mengulaskan senyum geli di wajah mereka.

"Kau sama sekali tidak menyadari, jika apa yang kau katakan barusan adalah cerminan dirimu juga, Joe" Sahut Hori yang diakhiri dengan kekehan dan mampu membuat Joe melayangkan tatapan kesal padanya.

"Kalian, besok kembalilah ke Tokyo tanpa ku. Aku ingin kalian, kali ini memberikan kesempatan padaku untuk menyelesaikan permasalahan keluarga dan perusahaan dengan cara ku sendiri." Ujar Azami yang membuat Hori, Ren dan Joe kini menolehkan kepala mereka kearahnya.

Ren menghela nafasnya lalu menepuk kedua bahu Azami.

"Ya, aku akan membiarkan mu menyelesaikan masalah ini dengan caramu sendiri. Tapi, jika kau dalam kesulitan, jangan sungkan untuk meminta bantuan kepada kami."

Azami menganggukan kepalanya, merespon perkataan Ren.

"Aku sebagai seorang manajer hanya bisa mematuhi apapun keputusan mu sebagai calon atasan ku di perusahaan." Sahut Hori sambil menepuk sebelah bahu Azami pelan.

Kini tatapan Hori, Azami dan Ren mengarah kepada Joe yang masih terdiam ditempatnya.

Joe yang menyadari tatapan dari ketiga orang di depannya pun, melayangkan tatapan kesal. "Apa? Mengapa kalian menatap kearah ku??"

Ren terkekeh mendengar perkataan Joe. "Apa kau tidak ingin mengatakan sesuatu pada Azami?"

"Tsk, meskipun aku mengatakan sesuatu, dirinya tidak akan mau mendengarkannya sama sekali."

Azami terkekeh. "Kau benar, aku sama sekali tidak akan mendengarkan perkataanmu. Jadi berhentilah untuk khawatir, Joe. Aku sudah bukan anak kecil lagi yang tidak bisa melakukan apa-apa."

Helaan nafas panjang Joe hembuskan. "Baiklah-baiklah, kali ini aku akan berusaha untuk mempercayai mu. Jadi jangan lakukan tindakan gegabah."

"Tenang saja, aku tidak akan melakukan hal yang gegabah." Sahut Azami dengan mengulaskan senyum di wajahnya untuk meyakinkan Joe, Ren dan juga Hori.

"Ya semoga saja." Gumam Joe menatap Azami dengan sorot mata dalam.


next chapter
Load failed, please RETRY

ของขวัญ

ของขวัญ -- ได้รับของขวัญแล้ว

    สถานะพลังงานรายสัปดาห์

    Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
    Stone -- หินพลัง

    ป้ายปลดล็อกตอน

    สารบัญ

    ตัวเลือกแสดง

    พื้นหลัง

    แบบอักษร

    ขนาด

    ความคิดเห็นต่อตอน

    เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C19
    ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
    • คุณภาพงานเขียน
    • ความเสถียรของการอัปเดต
    • การดำเนินเรื่อง
    • กาสร้างตัวละคร
    • พื้นหลังโลก

    คะแนนรวม 0.0

    รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
    โหวตด้วย Power Stone
    Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
    Stone -- หินพลัง
    รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
    เคล็ดลับข้อผิดพลาด

    รายงานการล่วงละเมิด

    ความคิดเห็นย่อหน้า

    เข้า สู่ ระบบ