"Apa, Pak! Saya di pecat?!" Mata Sea membulat ketika manager HRD memberitahu soal pemecatannya.
"Iya, Sea ini sudah keputusan dari pimpinan," jawab manager HRD sambil menyiapkan pesangon buat gadis berumur 21 tahun itu.
"Apa gara-gara saya menumpahkan kopi di bajunya itu, Pak. Saya kan nggak sengaja,"
"Saya nggak bisa membantumu, Sea. Itupun yang minta kamu di pecat klien Pak Direktur." Jantung Sea seolah mengglepar, gadis itu marah dan kesal mengetahui dirinya dipecat hanya gara-gara tidak sengaja menumpahkan minuman pada klien pak Dirut.
Setelah mengambil uang pesangon di ruangan HRD Sea langsung melesat pergi dari gedung itu. Dia merasa ini tidak adil sangat tidak adil. Bahkan hanya kesalahan kecil yang bisa saja diampuni dan di maafkan bila dia meminta maaf.
Masih dengan hati dongkol, gadis itu berjalan di sepanjang jalan pertokoan dan gedung-gedung yang menjulang tinggi. Sejenak Sea melihat banyak orang-orang berseragam putih hitam masuk ke gedung mewah itu. Hatinya penasaran.
"Pak, terima lowongan, ya?" tanyanya pada petugas keamanan setempat.
"Iya, Neng. Neng mau ngelamar? Tinggal masuk aja terus daftar," jawab petugas keamanan itu.
Dengan berjingkat gadis itu masuk ke dalam gedung dan, ya ampun! Sudah ngebludak para pelamar. Apa dirinya akan diterima dengan kemampuan terbatasnya. Apalagi tamatan sekolahnya juga nggak tinggi amat. Karena merasa minder Sea memutuskan untuk tidak melanjutkan proses interviewnya. Dia segera berdiri dan berniat untuk pergi dari situ.
"Mbk yang baju biru-biru!" suara seseorang memanggilnya.
awalnya Sea bingung, karena di situ yang pake baju lain sendiri cuma dia akhirnya gadis itu mendekat.
"Mbak, panggil saya?" tanya pada perempuan cantik dan seksi itu.
"Iya. Sudah wawancara belum?" tanya sekretaris Direktur itu.
"Belum, Mbak," jawab Sea polos.
"Kalau gitu Mbak, wawancara dulu, aja ya." Kemudian sekretaris Direktur itu membawa Sea ke hadapan laki-laki tampan yang dingin dan terlihat sangat angkuh dan galak.
Sea menelan salivanya berkali-kali melihat pria muda yang gantengnya selangit itu. Baru kali ini dirinya berhadapan dengan pria setampan ini. "Siapa namamu?" tanya pria itu dingin.
"Sea, Pak," jawabnya dengan degub jantung seperti mau meledak.
"Sebelumnya pernah bekerja dan apa jabatannya?" Kembali pria itu bertanya.
"Di Elemen Corp, Pak. Saya cuma Ofice Girl." Seketika wajah Sea menunduk, bukan cuma karena malu tapi dia juga minder karena pendidikannya cuma rendah setara Sekolah Menengah Atas.
"Kalau Bapak nggak menerima saya juga nggak apa-apa kok, Pak. Saya sadar diri, tingkat sekolah saya rendah. Mungkin kalah saing sama mereka yang berada di luar sana." Wajahnya yang imut itu semakin menunduk dalam.
"Kenapa kamu berhenti dari pekerjaan kamu?" Seolah tak peduli dengan ucapan Sea, pria itu terus melanjutkan wawancaranya.
"Sa-saya dipecat, Pak," jawab Sea lirih dan makin menundukkan wajahnya.
"Kamu punya kesalahan apa sampe dipecat bos kamu?" "Saya nggak sengaja menumpahkan air ke baju klien bos saya, Pak." Sesaat pria itu tersentak mendengar perkataan yang jujur itu keluar dari bibir sexy Sea. Dia lantas mengamati gadis yang menunduk itu.
"Angkat wajahmu!" titah pria itu. Dan Sea dengan ragu-ragu mengangkat wajahnya yang sudah di pastikan memucat saking takutnya. Lagi-lagi pria itu dengan tajam mengamati wajah cantik nan imut itu. Wajah yang sedikit memucat itu kembali menunduk.
"Jangan menunduk lagi!" Dengan cepat pria itu memberi titah. Sea terkejut mendengar perintah itu. Dengan ragu Sea menatap pria tampan itu. Hatinya tak henti-hentinya mengagumi ketampanan pria itu.
"Mulai hari ini kamu jadi asisten pribadi, Saya!"
Dueeeerrrr ... Jantung Sea serasa mau copot. Dia nggak salah pendengaran,kan? Asisten Pribadi? Dalam tidur pun dia nggak bermimpi bekerja jadi asisten pribadi. Tapi ini nyatakan, bukan mimpi?
"Aouw!" teriak Sea ketika jari-jari tangannya mencubit lengannya sendiri. Iya! Ini nggak mimpi. Ini kenyataan. Senyum di bibir Sea terbit. Ada rasa bahagia bercampur haru.
"Kenapa kok kamu mencubit lengan kamu sendiri?"
"Ng-nggak kok, Pak. Kirain ini mimpi, makanya saya cubit lengan saya. Eh, ternyata ini nyata, Pak."
Banin kin Danandjaya tersenyum tipis melihat tingkah laku polos gadis yang baru saja diangkat jadi asisten pribadinya itu. Entah kenapa, hatinya merasa nyaman dengan gadis muda ini. Padahal gadis ini baru ditafsirnya sekitar 20 atau 21 tahun. Sedang dia sudah hampir 30 tahun.
"Kamu bisa langsung kerja, kan?" tanya Banin sambil menatap wajah gadis polos itu.
"Sekarang, Pak? Tapi saya masih pakai baju seperti ini?" Sea memperhatikan bajunya yang sepertinya tidak layak untuk bekerja di perusahaan sebenefit ini.
"Nggak apa, begitu juga sudah cukup. Sebentar saya ambil kontrak kerjanya." Sea seakan tak percaya dengan keberuntungannya hari ini.
"Cori, masuk bawa berkas kontrak kerja!" titahnya pada Cori sekertarisnya. Tak lama kemudian gadis cantik itu masuk membawa beberapa kertas kontrak kerja untuk di tanda tangani Sea.
"Kamu baca dulu, kontrak kerjanya," titahnya kepada Sea.
Gadis itu mengambil kembaran kertas itu lalu membacanya pelan-pelan. Keningnya agak mengernyit membaca tulisan bagian akhir yang berbunyi, [Siap siaga 24 jam tanggap perintah bos dan menangani kondisi bos dalam keadaan apapun. Bisa sewaktu-waktu akan dipanggil bila GAD nya kambuh]
GAD, ganguan kecemasan yang berlebihan yang di sebabkan beberapa hal, misalnya karena keramaian orang]
"Jadi bos tampan ini punya gangguan mental? Hush!" Segera tangan Sea menutup mulutnya. Meski cuma dalam hati dia membatin tadi.
"Bagaimana, kamu sudah paham?" tanya Banin sambil menatap muka gadis imut itu. Entah kenapa dia suka sekali menatap muka kecil itu.
"Paham, Pak!" jawab Sea sambil menaruh lembar kertas itu di atas kerja.
Dan dengan cepat Banin menyerahkan pena untuk tanda tangan. Setelah Sea tanda tangan lalu dia menunggu bosnya untuk memberi perintah.
"Hari ini kita keluar kantor, tolong siapkan semua yang di perlukan," Sea agak mengernyit bingung mendengar perintah dari bosnya. Dia hanya bergeming di tempat. Tiba-tiba sekretaris Cori datang.
"Sea, sudah tahu apa yang harus dipersiapkan?" Pertanyaan itu membuat Sea terhenyak lantas menggelengkan kepala.
"Pak Banin ingin pergi mancing."
Apa! Mancing?!" Sea terkejut mendengar kalimat Cori, dia tidak menyangka bos tampannya itu memiliki hoby yang aneh.
Secara dia pria kaya raya, tajir melintir. Kok hobinya mancing? Mau nggak mau Sea merapikan dan menyiapkan peralatan bosnya untuk memancing. Bahkan semua karyawan di situ pada tertawa melihat dirinya sibuk banget membawa peralatan mancing bosnya.
"Makanya ngaca dong! Mentang-mentang diangkat jadi asisten pribadi, dipikirnya enak!"
"Hush! Riri, pelankan bicaranya, nanti kalau bos dengar bisa dikasih SP kamu," ucap Cori menenangkan berisiknya mulut karyawan yang merasa iri melihat Sea mendapat jabatan. Sea hanya menarik napas pendek.
"Sabar-sabar," batinnya.
_____
BERSAMBUNG