ดาวน์โหลดแอป
13.15% TERBIASA / Chapter 5: Lima

บท 5: Lima

Setelah menjelaskan kepada Tias, jika siang ini Eza akan pergi ke mall bersama Arga, guna mencari sesuatu untuk kebutuhan mereka nanti di luar kota.

Mungkin akan memakan waktu lama dan bisa sampai larut malam. Artinya Eza tidak bisa pulang bersama Tias hari ini, dan Tias pun bisa mengerti.

Saat ini Eza dan Arga sedang dalam perjalanan menuju pusat perbelanjaan. Eza menjalankan mobilnya dengan perlahan. Arga duduk di depan disamping Eza yang sedang fokus mengemudikan Toyota Camry milikny.

Selama dalam perjalanan keduanya masih terbungkam. Belum ada obrolan yang keluar dari mulut mereka, untuk memulai pembicaraan.

Lagu Bukan Cinta Biasa by Afgan, mengalun indah, mengiringi perjalanan mereka.

Arga terlihat sangat menikmati musik yang sedang diputar saat itu, punggungnya ia sandarkan pada jok mobil, yang sedikit diturunkan supaya merasa lebih nyaman.

Bibirnya komat-komit ikut menyenandungkan lagu Bukan Cinta Biasa, lagu yang menjadi favoritnya saat itu.

Beberapa saat kemudian, terlihat Arga mengurangi volume musik yang sedang diputarnya, setelah itu ia kembali menyandar pada jok mobil. Ia memutar kepalanya, menoleh ke arah Eza yang sedang fokus mengemudi.

"Za..." panggil Arga memulai pembicaraan.

"Hem.." jawab Eza tanpa menoleh, ia masih fokus memperhatikan jalan.

"Ama Tias udah lama pacarannya?" Tanya Arga dengan santainya. "Kalian serasi."

"Hah?!"Eza Sedikit terkejut dengan pertanyaan yang ia dengar barusan, namun ia masih tetap fokus dengan kemudinya. "Tias?"

Arga tersenyum sambil menganggukan kepalanya.

"Ha... ha...!"

Pertanyaan Arga membuat Eza terbahak, ia geli sendiri mendengarnya.

Arga mengerutkan kening, menatap heran kepada Eza. "Kok ketawa? Aku nanyak serius lho..."

"Habis kamu lucu," ujar Eza masih diiringi dengan suara tawanya.

"Lucu kenapa?"

"Ekhem," Eza berdehem, untuk menghentikan tawanya, ia menoleh sekilas ke arah Arga, kemudian kembali lagi fokus ke arah jalan. "Tias ya?"

"Iya."

"Kalo belum kenal sama kita, banyak yang ngira kalo aku sama dia tuh pacaran. Tapi kita cuma temen, temen deket. Bisa dibilang sahabat. Tias udah mati rasa sama aku, aku juga sama, nggak ada yang spesial antara aku sama Tias, kita udah kaya sodara." Jelas Eza.

Arga mengangguk-anggukkan kepalanya pelan seraya berucap, "oh... gitu."

"Sebenarnya aku tuh udah punya tunangan," lanjut Eza.

"Hem...? Tu... tunangan?"

"Iya, aku udah tunangan," jawab Eza menegaskan. "Tunanganku lagi kuliah di Jakarta, dia juga sahabat deket sama Tias. Tunanganku juga udah tau gimana aku sama Tias, jadi nggak pernah ada kata cemburu kalo aku lagi deket sama Tias." Jelas Eza, kepalanya kembali menoleh sekilas ke arah Arga. "Trus kamu sendiri gimana?"

"Hah? Aku?"

"Iyalah kamu, siapa lagi?" Jelas Eza. "Kamu udah punya pacar, atau tunangan mungkin? Oiya kamu tinggal dimana sih? Ama siapa? Trus kost Atau?" Imbuh Eza memberondong pertanyaan.

Eza memang sudah mengetauhi seluk-beluk Arga  yang ternyata bukan asli penduduk kota itu. Eza mendapat informasi itu berdasarkan CV yang ia baca sebelumnya. Namun Eza belum mengetahui dengan siapa, dan dimana Arga tinggal.

Arga tersenyum nyengir, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Jawab yang mana dulu ni pertanyaannya?"

"Ha... ha...!" Yang mana dulu aja.

"Aku tinggal sama paman, Kebetulan mereka tinggal di kota ini. Kalo tunangan... aku belum berpikir kesana. Keadaan aku belum jelas, jadi bagaimana munkin mau tunangan? Kalo pacar di kampung sih ada, cuma yah itu LDR!" Arga menjawab sekaligus pertanyaan Eza tanpa ada jedah.

Obrolan demi obrolan, pertanyaan demi pertanya sesekali dilontrakan oleh masing masing dari mereka. Sesekali candaan demi candaanpun tidak ragu lagi mereka lakukan, membuat keduanya mulai merasa akrab.

Kata-kata pujian pun kadang keluar dari mulut Arga untuk Eza. Arga sudah tidak ragu lagi mengatakan kalau dirinya mengagumi Eza, semua apa yang ada dalam diri Eza tidak luput dari pujiannya.

Obrolan dan candaan yang mereka lakukan, membuat perjalanan mereka menjadi terasa lebih cepat. Tidak terasa mereka sudah sampai di lokasi yang mereka tuju.

Setelah, memarkirkan mobilnya di area parkir, Eza turun dari pintu kemudi, diikuti oleh Arga juga turun dari mobilnya Eza.

Arga mempercepat langkahnya, berjalan mendahului Eza. Setelah berada di depan Eza tiba-tiba Arga berhenti sambil berkacak pinggang sebelah tangan. Kepalanya menoleh ke arah Eza sambil bibirnya tersenyum nyengir. Arga mengedikan tangannya yang sedang berkacak, manik matanya melirik ke arah tangan itu. Kode supaya Eza memasukan tangannya lobang yang sudah dibuat oleh tangannya, lalu jalan bergandengan.

Tidak peka dengan maksud Arga, Eza hanya mengerutkan keningnya saja.

"Gandeng," ucap Arga menjawab kebingungan Eza.

"Ha... ha..." Eza tertawa geli, "gila akh," ucapnya lalu berjalan setengah berlari melewati tangan Arga yang sedang berkacak.

Arga hanya tersenyum nyengir mendapat penolakan dari Eza, kemudian ia mempercepat jalannya supaya bisa mengimbangi langkah Eza.

Antara Arga, dan Eza masing-masing memiliki pesona dan daya tarik tersendiri. Saat mereka berjalan di sebuah mall, tidak sedikit wanita yang mencuri perhatian mereka. Rasanya sayang sekali jika dilewatkan pemandangan indah yang ada pada Arga dan Eza.

Sesampainya di dalam mall, Mereka terlebih dahulu mencari keperluan kerja selama berada diluar kota. Selesai dengan urusan keperluan kantor, keduanya melanjutkan berbelanja untuk keperluan pribadi.

"Ga," Eza memanggil Arga yang sedang berdiri tidak jauh darinya.

Merasa dipanggil, Arga yang sedang melihat-lihat pakaian tanpa ada niat untuk membeli, berjalan dengan mendorong troly.

"Apa?" Tanya Arga setelah ia berada di belakang tubuh Eza.

"Mau beli ini nggak?" Eza menunjukan satu set celana dalam yang sedang ia pegang. Ia bertanya tanpa menoleh kepada Arga yang sudah berdiri dibelakang nya.

Arga menggelang pelan seraya berkata, "punya banyak, yah walopun nggak sebagus itu sih."

Arga memang tidak mempunyai celana dalam dengan merek terkenal, celana dalamnya semua murah, belinya juga tidak pernah di mall.

"Kalo mau aku beliin, sekalian aku juga mau beli," tawar Eza.

"Nggak usah Za," tolak Arga.

"Apa mau gantian aja, nanti pinjem punyaku, kalo kamu kehabisan?"

Arga mengerutkan kening, bibirnya tersenyum nyengir. Masak ia Eza mau berbagi celana dalam dengan Arga? Enggak mungkin banget, pikir Arga. Selain itu Arga juga sekalipun tidak pernah gantian celana dalam dengan orang lain.

"He... he..." Eza terkekeh pelan, "bercanda Ga," ucapnya sambil meletakan dua set celana dalam ke troly yang sedang didorong sama Arga. Setelah itu ia melenggang, meninggalkan Arga yang masih tersenyum nyengir sambil menggelengkan-gelengkan kepalanya.

Arga mengambil kembali satu set celana dalam yang akan dibelikan oleh Eza untuknya, lalu meletakan kembali CD itu ketempat semula. Selesai dengan urusan celana dalam, Arga berjalan cepat sambil mendorong troly belanjaan mereka.

"Idenya bagus, celana dalemnya gantian aja biar hemat," ucap Arga setelah ia sudah berjalan disamping Eza.

Eza hanya mengkerutkan kening, sambil menatap punggung Arga yang sudah berjalan di depannya.

Selesai dengan urusan belanja, Arga dan Eza jalan beriringan keluar dari mall, menuju tempat dimana mobil Eza diparkirkan.

Eza berkacak pinggang menggeleng-gelengkan kepalanya, heran melihat tingkah Arga yang sedang kerepotan membawa hasil belanjaan mereka.

Kedua tangan Arga sudah dipenuhi dengan kantung belanjaan, selain itu masih ada beberapa belanjaan yang ia bawa menggunakan mulut dengan cara menggigitnya.

"Ga, udah sini biar sebagian aku yang bawa," bujuk Eza supaya Arga mau berbagi, atau dibantu membawa barang-barang tersebut. Entah sudah berapa kali Eza memohon, tapi Arga selalu menolaknya.

"Gak usah," ucap Arga dengan mulut yang masih menggigit pegangan kantung belanjaan.

"Belanjaan itu banyak, kamu akan repot kalau dibawa sendiri, lagian tanganku kosong nggak ada salahnya kita bagi dua, kan memang seperti itu seharusnya?" Ujar Eza masih terus membujuk.

"Udah, santai aja, biar aku semua yang bawa, ini ringan, aku nggak kerepotan. Belanjaan ini nggak ada apa-apanya, dibanding sama kerjaanku yang berat sebelumnya, sambil gendong kamu juga aku masih kuat." Ucapnya sambil menaik turunkan alisnya.

Eza mendengkus pasrah, sambil kembali menggelang-gelangkan kepalanya. "Yaudah, aku nggak nyuruh lho ya..." ucap Eza, kemudian ia berjalan mendahului Arga, supaya bisa lebih cepat sampai di mobilnya, dan langsung membukakan pintu untuk Arga.

Eza menutup pintu bagasi, setelah semua barang belanjaan sudah dimasukan kedalamnya. Setelah itu ia berjalan ke arah pintu kemudi, di susul oleh Arga juga berjalan menuju pintu bagian depan.

Sebelum menghidupkan mesin mobil, Eza melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Tidak terasa ternyata waktu sudah menjukun pukul 20.05.di luar pasti sudah gelap.

"Ga tadi Tias kirim pesan, katanya kita nggak boleh makan malam di luar, Tias udah nungguin kita sama ibuku, jadi kita makan malam bareng di rumahku, gimana?"

Sepulang dari kantor Tias memang langsung ke rumah Eza, ia sudah masak untuk makan malam bersama.

Arga menganggukan kepala seraya berkata, "boleh."

Eza tersenyum nyengir, "Kalo pulang kemaleman, kamu nginep aja di rumahku," imbuh Eza memberi saran.

"Yaudah kalo gitu," jawab Arga.

Eza menghela napas lega, sebelum akhirnya menghidupkan mesin mobilnya.

====

Tbc


next chapter
Load failed, please RETRY

สถานะพลังงานรายสัปดาห์

Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
Stone -- หินพลัง

ป้ายปลดล็อกตอน

สารบัญ

ตัวเลือกแสดง

พื้นหลัง

แบบอักษร

ขนาด

ความคิดเห็นต่อตอน

เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C5
ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
  • คุณภาพงานเขียน
  • ความเสถียรของการอัปเดต
  • การดำเนินเรื่อง
  • กาสร้างตัวละคร
  • พื้นหลังโลก

คะแนนรวม 0.0

รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
โหวตด้วย Power Stone
Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
Stone -- หินพลัง
รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
เคล็ดลับข้อผิดพลาด

รายงานการล่วงละเมิด

ความคิดเห็นย่อหน้า

เข้า สู่ ระบบ