Dua hari sejak kejadian di kamar asrama itu. Aku tidak pernah lagi melihat suar.
Kehidupan awal di sini, masih butuh beradaptasi. Untung saja masih ada ayah di sampingku selama 3 hari kedepan.
Temanku yang baru itu, Bestari. Dia sibuk dengan penjaganya, Yeksa juga sering sekali ku lihat dengan Lingga penjaganya. Sementara aku, hanya banyak menghabiskan waktu di kamar.
Sempat saat sarapan pagi ini, Lingga memberitahuku kalau Suar sering kali ke hutan setiap tidak ada jam pelajaran.
Hutan seperti rumah bagi Suar, bisa beberapa hari ia di dalam sana tanpa pulang ke asrama. Bahkan sering bolos pelajaran, namun para guru mengizinkan, sebab ia kuat dan pintar mempelajari sesuatu.
Lingga juga bercerita, kalau Suar tidak memiliki pacar, padahal yang menyukai dia banyak, termasuk intan Penjaga Bestari.
Entah apa yang di pikirkan suar, tidak ada yang tau nanti bagaimana.
Aku menatap ke luar jendela kamarku, melihat sungai yang begitu deras hingga membuat alunan musik yang tidak berkesudahan.
Tepat 3 hari lagi, upacara pengikatan Mahes dan penjaganya di lakukan dan setelah itu masa pendidikan akan di lakukan selama satu tahun.
Pendidikan di sini di bagi tiga tingkat.
Tingkat 1, seperti aku di sebut Mahes Muda dan Penjaga Muda. Berpendidikan selama 1 tahun.
Tingkat 2, seperti Suar, Lingga dan Intan, di sebut Penjaga Madya dan Mahes Madya.
Tingkat 3, di sebut Penjaga Wira dan Mahes Wira.
Aku adalah Mahes muda, sedangkan Suar Penjaga Madya. Sebab Penjaga lebih tinggi satu tingkat dari Mahesnya. Sebab tugas mereka menjadi kuat untuk menjaga Mahesnya.
Menatap ikan yang sedang berenang melawan arus.
3 hari lagi adalah hari pengikat. Ini adalah momen-momen tepat untuk mendekatkan diri antara Mahes dan Penjaga. Tapi aku, malah berjauhan.
Hari itu, aku abaikan semua rasa cemas, marah dan kesal. Lalu tidur dengan nyenyak di temani alunan musik alam.
Hari pertama, tidak kunjung ada perubahan. Suar masih di tengah hutannya.
Lingga menyuruhku menyusulnya, namun ego Ku mengatakan tidak. Seharusnya dialah yang menemuiku, sebab dia Penjagaku.
Hari kedua tetap sama, tidak ada barang hidung dari Suar. Lingga lagi-lagi menyuruhku menemui Suar di hutan.
Namun lagi-lagi ego tidak mengizinkan, jika dia tidak mau bertemu, maka aku juga tidak ingin bertemu dengan dia.
Apa karena dia kuat dan nomor 1 di Maheswari, aku jadi mengemis untuk ditemui. Ahh itu tidak mungkin.
Malam itu aku tidur dengan gelisah, besok hari terakhir sebelum pengikat. Mungkin saja Suar ingin bertemu denganku.
Rasanya aku menjadi gadis yang galau. Satu sisi aku egois ingin di temui, di sisi lain aku ingin menemuinya.
Hari terakhir, besok adalah hari pengikat. Kali ini bukan Lingga yang menyuruhku menemuinya namun Ayah.
"Sudah sana temui saja, Suar itu jarang sekali berinteraksi dengan perempuan. Jadi mungkin saja dia bingung." Ucap santai ayah sembari menyeruput kopinya.
Aku menatap malas makanan di depanku. Setidaknya Suarlah yang harus mendekatkan diri padaku. Berusaha, jika dia tidak pernah berinteraksi dengan perempuan, bagaimana juga tuannya adalah aku, seorang perempuan.
Tapi aku terkadang suka tidak percaya, bagaimana mungkin seorang Suar yang sempurna tidak memiliki pacar atau teman dekat wanita. Pasalnya dengan syarat memenuhi nafsunya, pasti banyak sekali orang berpacaran di sini.
Aku memukul kepala, aku menjadi semakin pusing.
Selesai sarapan itu, aku berjalan menuju kamar asramaku. Dengan malas aku melihat banyak sekali kedekatan antara Mahes dan penjaganya di sini. Tapi tidak denganku.
Langkahku berhenti dan mulai berbalik. Kuturunkan egoku. Aku akan menemui Suar.
Hutan yang di maksud tidak jauh dari tempat meditasi.
Masuk kedalam hutan aku tidak merasakan kesusahan. Ada jalan setapak di hutan ini, seperti sudah di buat oleh orang di sini. Tidak hanya satu jalan, namun banyak dan bercabang.
Suasana hutan begitu hening, tidak ada Suara hewan sedikit pun. Hanya ada hembusan angin yang menerpa daun-daun di sini.
Ternyata hutan tidak seburuk pemikiraku, aku kira hutan menyeramkan namun ini sangat menyenangkan. Pantas saja Suar betah di sini.
15 menit aku berjalan, aku mulai kelelahan, entah di mana suar, namun tidak ada tanda-tanda kehidupan di sini. Bahkan satu hewan kecil pun.
Entah di mana Suar, yang aku takutkan tidak tau cara pulang. Aku lupa jalan pulang, jalan yang bercabang membuatlu bingung di sebelah mana.
Aku mulai berjalan kembali.
20 menit ....
25 menit ...
30 menit....
Aku benar-benar kesasar, tidak menemukan jalan pulang, juga tidak menemukan Suar di mana.
Keringatku bercucuran deras, lelah sekali. Kakiku terasa pegal sekarang.
Aku duduk di salah satu pohon tumbang. Andai saja aku bawa air, mungkin tidak akan selelah ini.
"Mau minum?" Suara suar berhasil membuatku melompat dari dudukku. Dia tersenyum kecil dan duduk di pohon itu. "Kenapa kamu datang ke sini?"
Aku kembali ke tempat dudukku Dnegan kesal tanpa menjawab pertanyaannya. Seharusnya aku yang bertanya kemana saja dia, tidakkah dia ingin berkenalan dengan ku?
Suar terkekeh, di berdiri dan menarik tanganku berjalan Dengan dia, tanpa mengucapkan satu kata pun.
10 menit kamu berjalan, entah ke arah mana. Sebab ini bukan jalan setapak. Tapi jalan yang penuh ranting dan pepohonan.
Sulit sekali berjalan, namun dari kejauhan aku mendengar sesuatu. Air terjun?
"Wawww." Aku menutup mulutku melihat air terjun yang besar di sini dengan begitu indahnya di kelilingi pelangi-pelangi. Aku beranjak mendekati air terjun itu, namun Suar menahan tanganku.
"Tidak sekarang, aku tidak tidur semalaman, aku ingin tidur dulu."
"Tidur di mana?"
Suar menunjuk salah satu pohon dan di sana terlihat rumah pohon cukup besar. Apakah Suar yang membuatnya sendiri?
Suar berjalan ke pohon itu dan memanjat naik dengan mudah, sedangkan aku sangat kesusahan walaupun sudah di bantu oleh tangga buatan di batang pohon.
5 menit berusaha naik, akhir aku sampai. Hal yang pertama aku lihat ada sebuah kain menutupi isi dalamnya.
Di dalam ada!! Tidak ada apa pun!! Suar tidur beralaskan tikar kecil di sana.
"Aruna kemarilah." Tangan Suar berlambai padaku.
Aku mendekatinya dan duduk di samping dia tidur. Entah sekarang aku hanya menunggu dia tidur saja.
Suar yang tiduran mulai duduk dan mendekatiku.
Apa ini?!!!!
Di tengah hutan!!!!
Hanya kita berdua!!!!!
Suar semakin dekat, lebih dekat dan semakin dekat.
Cup
Suar menciumiku dengan lembut namun dalam. Bibirnya begitu lihat bercumbu, lidahnya mulai menari-nari di gigiku meminta untuk masuk.
Aku menutup mata, entah rasanya aneh. Aku yang tidak suka di sentuh, namun saat di sentuh oleh Suar, pertahananku rubuh.
Aku membuka mulutku, mengizinkan lidahnya bermain-main di dalam sana.
Aku mulai mencengkram lengan Suar saat ada rasa aneh di perutku yang sedang mengelitikku
"Ahhh..." Satu desahan lolos dari bibirku.
Dulu saat mendengar itu, Suar langsung berhenti, namun kali ini, dia lebih agresif. Ciumannya bertambah dalam dan menggairahkan.
Aku yang tidak sudah berciuman mulai kehilangan kendali. Entah hawa nafsu dari mana, aku suka permainan suar.
"Ahh..." Desah itu kembali lolos kala tangan suar memeras kencang bokongku.
Aku memukul dada Suar, dan dia berhenti untuk kami saling mengisi oksigen.
Aku tidak berani menatap Suar, aku begitu malu.
Tangan Suar meraba perutku, jarinya menari-nari di atas sana.
Aku melihat suar yang menatapku begitu dalam. Suar mendekatkan dirinya padaku, hingga aku mudur dan tertidur.
Tangan suar kini masuk ke dalam bajuku. Sedangkan aku mulai gelisah, sentuhan membuatku hilang diri.
Suar naik ke atasku, mata kami sali bertatapan. Dia tersenyum lalu menciumiku lagi.
"Ahhh ahhh ....." Desahku kata tangan Suar mencapai Dadaku. "Aahhmmm.."
Dia meremas-remas, memainkan putingnya dengan lihat.
"Ahhh.."
Ciuman Suar terlepas, kali ini dia mengarahkan ke leherku.
Geli, aneh, sensasi yang sangat-sangat baru untukku.
"Ahmm."
Puas bermain di sana. Suar kembali menatapku.
Wajah kami sudah seperti kepiting rebus. Kami sama-sama malu.
Tangan suar keluar dari bajuku. Suar mencium kening, pipi dan mataku. Lalu tertidur di sampingku sambil memelukku.
"Temani aku tidur sebentar.".
Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!