Reista terlanjur menyiapkan pakaian Ramel, terlanjur membuatkan teh chamomile kesukaannya dipagi hari, terlanjur menyajikan Roti manis dipiring Ramel. semuanya terlanjur Reista siapkan, entah apa yang ada dipikiranku tadi. aku mengunyah apel dengan pikiran yang kalut, semua yang kulakukan secara tidak langsung dan seperti kewajiban yang harus dilakukan.
Saat ini tinggal aku sendirian di meja makan, ini hari libur. Renandra akan bangun di siang hari dan Ramel sudah ada diruang kerjanya. sebenarnya aku ingin sekali mengatakan kepada Ramel untuk tidak memporsir tenaganya hanya untuk bekerja.
"Nyonya". suara iren membuyarkan lamunanku, aku tersenyum ke arahnya.
"ada apa iren?". tanyaku dengan tenang, aku menaruh apel yang tidak habis kumakan diatas piring.
"Nyonya tidak makan Roti atau salad? nyonya hanya makan buah disetiap pagi. apa perut nyonya tidak sakit?".
"entahlah iren, aku sedang tidak ingin makan yang lain selain buah. perutku rasanya sesak saat makan terlalu kenyang".
"maaf kalau lancang nyonya, ada baiknya nyonya makan salad yang sudah saya siapkan. bagaimanapun nyonya harus selalu sehat agar bisa mengurus Tuan Ramel dan Tuan Renand".
"aku ingin bertanya iren". Reista menatap wajah maid yang tersenyum tulus padanya.
"silahkan nyonya".
"apa dulu Andine selalu mengurus Ramel dengan baik?". wajah Iren memandang Reista dengan sedikit bingung, ia seperti takut mengucapkan hal yang akan membuat Reista sakit hati.
"Tak apa iren, katakan saja".
"sebenarnya dulu nyonya Andine sangat rajin, dia selalu mengurus semua hal tentang tuan Ramel dengan kedua tanganya, dan tidak ada yang boleh membantunya dalam melakukan hal itu, Nyonya andine benar-benar sangat menghormati tuan Ramel. Nyonya Andine pandai dalam membuat makanan kesukaan Tuan Ramel, makan pagi,siang, dan malam semuanya nyonya andine yang siapkan".
Reista mencoba memahami perkataan iren, apa karena selama ini Reista tak pandai dalam urusan dapur? jadi Ramel membandingkan dengan andine dan tak menghargainya sebagai istri?. Reista pernah membaca beberapa buku tentang sebuah pernikahan, tidak adanya keharmonisan dalam rumah tangga, bukan karena salahnya pasangan kita, tapi terkadang hal itu datang dalam diri kita sendiri, dan kita tak menyadarinya.
Reista pikir Ramel mungkin selama ini sulit menghargaiku karena aku yang hanya mengurus hal-hal remeh tentang hidupnya. Reista tak pernah menanyakan bagaimana pekerjaan Ramel, apa dia lelah, atau apa dia butuh pijatan. bahkan setiap pulang bekerja Reista tak pernah memberikannya air minum atau menyiapkan air hangat, sekedar berbasa-basi untuk membuat pikirannya tenang.
Jika memang semua itu karena pribadiku yang kurang memperhatikan tentang perasaan Ramel, bagaimana bisa Ramel memperhatikanku juga?. Dalam hal ini harus ada yang mengalah dan mengerti. Akupun harus tau bagaimana cara mendekati hati Ramel, aku tidak mungkin memaksa Ramel dengan perkataan kasar dan tuntutan. Ramel terlalu lelah dengan pekerjaanya.
"Iren terimakasih ya untuk sarapanya, aku akan naik keatas". Reista buru-buru bangkit dari duduknya dan berjalan cepat menuju dimana ruangan kerja Ramel berada. Reista harus meminta maaf atas perilakunya yang kurang ajar sebagai istri.
Langkah kaki Reista berhenti saat dilihat Ramel juga berjalan kearahnya, Ramel tersenyum, wajah lelahnya tidak membuat wajah tampan itu terlihat jelek, entah mengapa senyum itu mampu merontokan pikiran-pikiran buruk yang menghantui Reista berapa hari yang lalu.
"kau ingin kemana Reista". Reista sedikit gugup dengan pertanyaan suaminya itu, apa dia jujur saja bahwa dia ingin keruangan kerja Ramel dan meminta maaf padanya.
"ahhh ituu...". Reista berucap dengan bingung, ia hanya terkekeh pelan sambil memandang wajah Ramel yang terlihat lembut menunggu jawaban darinya.
"yasudah tidak usah dijawab, sebenarnya aku ingin menghampirimu di meja makan. aku ingin mengatakan sesuatu, apa kau sibuk?". Pertanyaan Ramel membuat Reista buru-buru menggelengkan kepalanya.
"Tidak, tidak sama sekali. aku sebenarnya hanya ingin kekamar dan menonton tv. tapi jika kau ingin bicara, kita bisa bicara".
"Baiklah, kita ke taman belakang saja, agar lebih nyaman mengobrolnya ya". ajakan Ramel membuat Reista sedikit tersenyum, Reista mengikuti Ramel dan mereka berjalan beriringan, Reista bahkan bisa mencium harum tubuh seorang Ramelson. selalu menenangkan dan mampu membuat Reista nyaman berada dekat-dekat denganya.
Taman belakang di mansion ini terdapat banyak jenis bunga mawar, tapi lebih mencolok mawar berwarna merah darah, ada kolam ikan yang aliran airnya gemericik menenangkan. beberapa pohon dengan ukuran sedang menambah kesejukan di taman ini.
Kami berdua duduk di pinggir kolam ikan yang langsung menghadap ke hamparan mawar merah.
"Jadi?". aku membuka percakapan, mataku tak lepas dari beberapa ikan kecil yang merasa senang saat aku memainkan air disekitar mereka.
"aku ingin minta maaf Reista". Ramel menyentuh tangan Reista yang basah dan mengelapnya dengan sapu tangan yang ada dikantong Ramel.
Reista tertegun saat tangan besar Ramel begitu hangat sangat menyentuh kulitnya, dengan gerakan lembut Ramel menghapus jejak air kolam ditangannya. membuat Reista seketika membeku dan menatap wajah Ramel.
"Maaf?". cicit Reista, suaranya seperti tertahan saat ini. ia sedikit bergidik saat tiba-tiba Ramel mencium telapak tanganya, mata Ramel menatap mata Reista dengan penuh keinginan namun Reista pikir hanya ada kekosongan dalam mata itu.
"ya aku minta maaf karena tidak pernah menghargaimu selama ini Reista, aku tau aku bodoh dengan terus mengabaikanmu setelah hari pernikahan kita, aku tau kamu pasti sangat marah dengan sikapku yang seperti tidak perduli denganmu. tapi bukan aku yang tidak perduli, namun aku hanya bingung bagaimana cara memulai sesuatu yang baru, aku pernah merasa kehilangan, dan aku takut saat aku memulai perasaan baru. Tuhan akan mengambil lagi sesuatu itu dan membuatku terpuruk".
Reista menahan tangan Ramel yang akan melepaskan tangan Reista, Reista ingin membiarkan sentuhan kecil ini menghangatkan hatinya. Reista ingin mengingat hal lembut dari perlakuan Ramel dalam kenangannya di dunia ini. Reista tersenyum, mengelus pelan telapak tangan yang cukup kasar itu. bulu-bulu halus yang ada di punggung tanganya membuat Reista dengan tidak sabar membelainya dengan penuh kehati-hatian. Reista tau Ramel sangat rapuh saat ini, Ramel penuh dengan luka, mengapa Reista tidak mengingat luka itu saat Reista memaki Ramel dengan kasar.
Reista tidak pernah tau bagaimana rasa ditinggal oleh orang tercinta dan tidak akan melihat orang itu lagi didunia ini, Reista tidak pernah mengalami patah hati. Reista hanya beberapa kali menjalani hubungan dan semuanya berakhir karena sebuah kesibukan, Reista tidak pernah merasakan apa arti jatuh cinta sesungguhnya, berkorban untuk orang yang kita cintai. Reista tak pernah tau, seharusnya saat ini Reista memahami isi hati Seorang Ramelson.
Mengingat setiap hari Ramelson bertemu dengan Renandra, anak laki-laki tampan yang diberikan andine pada Ramel, Pasti itu membuat hati Ramel mati-matian menahan rindu setiap harinya. Ramel laki-laki yang kuat, menjalani 6 tahun tanpa cinta dan sesak karena penuh dengan kenangan.