"Anna, dengar sekarang aku tak sedang dalam kondisi mood yang baik untuk membicarakan hal itu dengamu. Kau bisa pergi untuk saat ini karena diriku tak ingin melampiaskan semuanya pada dirimu. Kita memang telah berbagi ranjang selama tiga minggu terakhir dan yah aku memang telah mengakui bahwa aku memiliki perasaan untukmu. Namun aku tetap memohon padamu, meminta pengertian darimu." ujar sang pangeran.
"Aku selalu berusaha, akan tetapi dirimu selalu bergerak laju di atas diriku Yang Mulia. Aku tak tahu apa aku bisa terus mengikutimu. Bahkan kita sudah memiliki sesuatu yang entah apa namanya selama tiga minggu belakangan ini. Aku mengizinkanmu menjadi yang pertama untukku pangeran. Diriku berharap kau bisa mengerti akan hal itu," tegas Anna sebelum akhirnya dia melangkah pergi.
***
Setelah aksi panas mereka yang pertama kali itu, Pangeran Adam menjadi tahu bahwa dirinya adalah orang pertama yang memasuki Anna, seorang aktivis muda yang tengah ia sukai itu. Perubahan sikap Anna yang lebih jujur dan terbuka merupakan suatu hal yang dikagumi sang pangeran, namun tingkahnya yang cukup rabel adalah satu hal lain yang kurang disenangi oleh Adam. Pasalnya Anna terkadang tampak melupakan batasan di antara keduanya.
Mendapatkan pengakuan di saat seperti itu membuat sang pangeran menjadi sangat bahagia. Dirinya berusaha meyakinkan Anna agar tak perlu merasa malu dan bersalah. Bahkan keduanya kembali melakukan aksi tersebut selama beberapa kali sebelum akhirnya sang pangeran menyatakan perasaannya kepada gadis aktivis itu.
Namun keduanya sepakat agar membuat hal yang berada di tengah mereka, tetap menjadi urusan privasi karena mereka tak ingin masyarakat luar yang tak tahu menahu mengenai hubungan mereka, secara asal akan langsung membicarakan keduanya secara gamblang. Bahkan sebenarnya, belum ada istilah untuk hubungan yang mereka jalin. Anna mempercayakan segala hal pada sang pangeran itu sendiri, sedangkan dirinya hanyalah mengikuti saja.
Di dasar hati, Anna tetaplah seorang wanita yang juga merasakan emosi dan seorang manusia yang tak sempurna. Seiring dengan hubungan yang mereka jalin, dirinya sadar bahwa seringkali sang pangeran menjauhi dirinya hanya karena alasan sepele dan hari ini adalah pertama kalinya bagi seorang wanita lugu dan penurut sepertinya itu mengungkapkan perasaannya sendiri.
***
Dalam kondisi yang masih berdiri, terdiam dan membeku, membuat Pangeran Morgan yang melewati kamar Adam itu menegurnya, "Ouch, pasti kali ini permasalahan tentang wanita."
Pangeran Adam yang menyadari kehadiran Pangeran Morgan, tapi ia hanya tetap berdiam diri dan tak mengatakan satu kata patah pun pada sang paman.
Sebelum melangkah pergi, Morgan berbisik, "Berhati-hatilah, kau dan ibumu tampaknya sama-sama suka bermain dengan para aktivis dan kritikus. Lihatlah dirinya, baru di kasih kesempatan sedikit sudah mulai melunjak. Perkencang rantaimu, buat dia tahu batasan antara orang sepertinya dengan orang seperti kita."
Tak ada jawaban, tatapan mata yang terlihat seperti tengah akan menelan seseorang tampak jelas di hadapan sang paman. Pangeran Adam yang terasa panas mendengarnya juga akhirnya kembali masuk dan menghilangkan keberadaannya seiring dengan pintu besar kamarnya yang kembali terlihat menutup.
***
Kabar yang bertebaran saat ini sangatlah tidak baik. Rasanya mereka semua tengah menunggu sebuah kehancuran tanpa memiliki clue mengenai apa pun yang akan terjadi sama sekali. Seolah seseorang tengah memasang sebuah perangkap yang dapat meledak kapan saja di dalam bahtera baja yang diagungi dunia itu. Sayang sekali, untuk sekarang tak ada yang tahu dimana letak keberadaanya atau pun cara menjinakkannya.
Tembok besar yang melindungi mereka semua, para bangsawan selama beratus-ratus tahun itu sepertinya sungguh akan terguncang untuk ke sekian kalinya lagi. Siap atau tidak, mereka semua harus segera bergerak.
Perasaan yang terasa tak dapat disangkal seiring dengan kondisi hawa lalu lalang yang tak baik. Mampukah kastil itu melindungi mereka dengan baik kali ini, atau ini adalah saat terakhir dari kehancuran tembok yang sudah menjadi perisai bagi orang-orang berdarah biru itu.
"Apa kau tidak salah mengenai hal ini Tom?" tanya sang ratu untuk memastikan segalanya.
"Sama sekali tidak Yang Mulia. Pihakku sudah menyelidiki semuanya dengan teliti mengenai kebenaran informasi itu, selama beberapa hari terakhir," jawab informan ahli tersebut.
"Jadi menurutmu langkah apa yang seharusnya diriku ambil saat ini?" tanya sang ratu pada Tom sekali lagi.
"Maaf ratu, tapi aku rasa diriku tidaklah memiliki wewenang untuk memberikan nasihat padamu. Alangkah baiknya kalau Yang Mulia membahas permasalahan ini dengan para anggota bangsawan lainnya atau pun dengan para tetua itu sendiri." balas Tom secara halus yang jelas menolak.
"Aku tahu akan hal itu. Namun situasi yang terjadi sudah terlampau darurat dan di tambah diriku tak bisa mempercayai mereka semua secara penuh. Aku tak tahu rencana apa yang akan mereka ambil, tapi percayalah mereka semua akan mengutamakan pribadi mereka sendiri terlebih dahulu dibandingkan kepentingan mahkota dan istana. Hal itu sudah menjadi kebiasaan turun temurun dan juga bukan hal baru lagi untukku" ungkap Yang Mulia itu dengan kondisi sedikit rapuh.
"Lihatlah sekitar, semenjak Robert meninggalkan semuanya ke tanganku, kondisi negara ini begitu volatile setiap harinya. Keluarga Veliz mungkin masih berkuasa karena kami masih memegang mahkota dan istana ini, tapi sebenarnya kami adalah pihak yang sudah terpukul mundur di tiap harinya. Ada banyak kastil di negara ini, tapi hanya sedikit yang bisa kami kontrol dan kendalikan secara langsung, sisanya sudah dimonopoli oleh keluarga bangsawan terdekat lainnya," tambah Camila.
Menyadari akan hal itu, sang informan kepercayaan khusus yang bekerja di bawah komando raja atau ratu tersebut untuk memberikan satu saran yang dapat dipertimbangkan sang ratu dalam mengambil langkah. Tanda tunduk yang merupakan simbol hormat itu menjadi akhir dari pertemuan mereka berdua di sana.
Tak menunggu lama, sang ratu segera bergegas keluar dari ruangannya. Wanita itu menyuruh sang asisten pribadi untuk mengundang beberapa anggota terpenting dalam kastilnya itu ke dalam ruangan pertemuan rahasia yang ada setengah jam lagi. Wanita bangsawan sepertinya yang memikul beban tanggung jawab yang sangat besar itu tak bisa merasa tenang setiap detiknya setelah mengetahui berita itu.
Pikirannya terus berputar, tak peduli siang atau pun malam, ia memaksanya bekerja tanpa henti. 'Aku tidak akan kalah, aku tidak boleh kalah. Tidak di hari kemarin, tidak pada hari ini atau pun hari esok.' Camila terus-terusan mengatakan hal itu pada dirinya.
***
Di sana mereka membahas mengenai langkah kerajaan dalam menghentikan aksi anggota mereka, kelompok anti monarki itu yang tengah menduduki kursi di lembaga pemerintahan. Yang Mulia ratu menjelaskan informasi terbaru yang dimilikinya itu, bagaimana sang perdana menteri berhasil memperdayai dirinya.
**To Be Continued**
Bagaimana menurut kalian chapter yang satu ini? Tinggalkan gift, vote, like dan juga opini kalian di kolom komentar. Trims!