ดาวน์โหลดแอป
3.76% Princess Pamela / Chapter 9: Hari Kesembilan

บท 9: Hari Kesembilan

Hari-hari yang dilewati Pamela begitu menyenangkan.

Pamela masih tak habis pikir dengan Ximena yang tidak menyukai tempat ini.

Padahal di sini, ada banyak hal yang dipermudah. Hanya cukup mengucapkan sesuatu yang diinginkan saja, semua sudah tersedia.

Tidak ada pekerjaan rumah yang membuat ia merasa kelelahan, dan tidak ada acara menahan lapar di sekolah karena harus mengirit uang jajan.

Dia hanya diharuskan bersikap manis dan sopan saja di sini.

Yang membuat Pamela sedikit keberatan, ketika dia diharusnya makan dengan penuh tata kerama, menggunakan piring besar, dan berbagai sendok serta pisau yang entah berapa jumlahnya. Cara makannya pun juga harus terlihat anggun dengan pundak tegap tanpa menunduk sedikitpun. Apabila ada daging atau sendok yang terjatuh, tidak boleh ia mengambilnya sendiri, dia cukup menyuruh pelayan yang ada di dekatnya. Dan itupun dia juga akan mendapat ocehan dari sang Ibu yaitu, Ratu Vivian.

Pokoknya tidak boleh melakukan kecerobohan sedikitpun. Dia harus terlihat cantik sempurna.

Berbicara dengan nada gugup pun juga akan mendapatkan teguran, menurut peraturan istana, hal itu terlihat jelek dan tidak anggun. Sehingga mau tidak mau Pamela harus belajar untuk bersikap lebih tenang, dan santai di depan sang Ibu.

Keberadaan Camelia yang ada di dekatnya benar-benar sangat membantu, walau terkadang raut wajah Camelia yang sangat judes itu cukup mengganggu. Setidaknya dia yang paling sabar dan tahu segalanya untuk membuat penyamaran Pamela tetap berjalan dengan lancar.

Dan oleh sebab itu, Pamela kurang bersemangat apabila diharuskan makan bersama dengan sang Ibu.

Dia lebih nyaman makan di dalam kamar, di sana lebih puas tanpa harus menggunakan tata kesopanan saat makan yang menurutnya kelewat berlebihan.

Selalu dituntun untuk tempil sempurna, terutama di depan sang Ibu, membuat Pamela merasa sedikit tertekan. Namun ketika Vivian sedang tidak berada di dalam istana, atau saat ratu itu pergi berkunjung ke kerajaan tetangga, di saat itulah kebahagiaan yang tak terkira ia rasakan.

Dengan begini Pamela bisa lebih leluasa berada di istana.

Bisa menikmati indahnya istana dengan berjalan kaki tanpa alas, serta berlari-lari mengejar kupu-kupu di taman. Dia juga bisa makan sepuasnya tanpa menggunakan pisau dan garpu yang entah berapa lusin jumlahnya.

Camelia si Pelayan Pribadi memang kurang menyukai cara ini. Tak jarang dia mengoceh, dan memarahi Pamela. Namun Pamela tak peduli, yang terpenting dia bisa menikmati kebebasan.

Dan ocehan Camelia akan berhenti, apabila Pamela mengancam akan mengadukan perlakuan buruk Camelia terhadapnya, kepada Ximena.

***

Beberpa hari telah berlalu, dan kini mamasuki hari kesembilan. Terasa begitu cepat bagi Pamela, padahal dia masih betah berada di sini. Namun perjanjiannya dengan Ximena hanyalah 10 hari.

Pamela tidak yakin setelah ini akan kembali ke istana itu lagi. Karena firasatnya mengatakan jika Ximena tidak akan betah menggantikan dirinya di dunia manusia.

Kehidupan Ximena dan kehidupan Pamela benar-benar sangat berbeda.

Dia yakin jika saat ini Ximena sedang menangis karena tak tahan menjalani tantangan hidup sebagai Pamela. Terutama menggantikan hidup Pamela yang dipenuhi dengan kesialan.

"Akh ... waktuku hampir habis. Pokoknya besok aku harus pergi berkeliling taman sepuasnya. Sebelum aku kembali lagi pada duniaku yang sangat menakutkan itu." Gumam Pamela.

Perlahan dia memejamkan mata seraya menikmati aroma lavender yang benar-benar menenangkan jiwanya.

"Aku harap ada keajaiban yang bisa membuatku tetap berada di sini,? " ucapnya sebelum pada akhirnya dia terlelap.

***

Esok harinya, Pamela mulai terbangun dari tidur yang sangat nyenyak.

Terdengar suara seseorang yang mengetuk pintu.

Tok! Tok! Tok!

"Iya, masuk!" sahut Pamela.

Ceklek!

Terlihat Camelia yang mulai memasuki kamar.

Dia membawa sebuah nampan yang berisi teh di dalam teko kecil.

"Ini, teh hangatnya, Tuan Putri," ucap Camelia.

"Emm, aromanya harum sekali!" puji Pamela seraya menyesap aroma teh di dalam teko.

"Kalau begitu, silakan dinikmati, Tuan Putri," ucap Camelia.

Tetapi bukanya segera menikmatinya, Pamela malah menarik tangan Pelayan itu.

"Eh, Tuan Putri, ingin membawa saya kemana?" tanya Camelia yang tampak keheranan.

"Sudahlah, ayo cepat!" Pembela menariknya dengan paksa.

Pelayan itu akhirnya mau menuruti perintah Pamela walau dengan setengah hati.

Kemudian mereka berhenti di taman, dan di sana tampak Pamela yang berlarian sambil tertawa-tawa menyusuri indahnya taman.

Rambut kecoklatan berkilauan dan tergerai bebas, semakin indah karena tiupan angin pagi. Kilauan cahaya mentari menyapa dan seakan mempersilakan Pamela untuk bersuka cita.

Sinar itu membias pada embun, dan kulit putih Pamela semakin cerah di bawah sinar mentari itu. Kecantikannya pun kian bertambah.

"Gadis itu benar-benar bahagia tinggal di sini," gumam Camelia seraya memandang Pamela dari kejauhan.

"Andai saja, Tuan Putri Ximena, juga sebahagia ini tinggal di sini, pasti aku pun juga turut berbagia,"

Camelia hanya meluapkan kata yang selama ini ia pendam. Dan sejujurnya dia sangat merindukan Ximena.

Tetapi dia tahu jika Ximena sangat tersiksa berada di istana ini.

Sejak kecil kebebasannya selalu dibatasi. Sesungguhnya Ximena itu ingin melakukan banyak hal yang menentang tata cara ala istana. Dia ingin hidup sesuka hati, tanpa harus tertekan dengan bayang-bayang orang yang akan mencomoohnya, karena tidak sesuai dengan keinginan sang Ibu dan para rakyat negeri ini. Ditambah lagi dengan perjodohan yang sedang direncanakan oleh orang tuanya.

Ximena menganggap jika istana ini bagaikan sangkar emas. Dia menjadi tidak bisa mengekspresikan apa yang ada pada dirinya.

Sesungguhnya dia adalah gadis yang berjiwa petualang, bukanlah gadis lemah yang selalu tinggal di istana.

"Aku berharap, semoga saja Tuan Putri Ximena akan berbahagia di dunia manusia,"

"Yah ... itu yang selama ini ia inginkan ...." Camelia tersenyum sembari menyeka air matanya.

"Aku sedih ditinggal Tuan Putri pergi, tetapi aku harus kuat! Kalau Tuan Putri bahagia di sana aku juga turut bahagia ... ya! Aku bahagia!" Camelia mulai berdiri seraya mengepalkan tangannya seperti saat berdemonstrasi. Dia menyemangati dirinya sendiri.

Namun sesaat dia berhenti. "Kira-kira Tuan Putri Ximena apa sudah memberitahu gadis ini, tentang rencana perjodohannya, ya?" ucap Camelia yang masih bingung. Netranya kembali mengarah pada Pamela, dan gadis itu masih berlarian sambil tertawa-tawa.

Tak lama gadis itu terduduk di sela hamparan bunga. Dan dia bernyanyi dengan suara yang sangat merdu.

[Hai ... kupu-kupu yang cantik, bolehkan aku menjamah ... mu ... aku juga ingin terbang, aku juga ingin bersenang-senang ... menghisap madu bunga-bunga yang cantik ... na na na ... betapa indahnya dunia ....]

Potongan lirik yang menggambarkan suasana hati dan keadaan sekitar, terdengar begitu sempurna dengan suara indah dari Pamela.

Camelia sampai tak bisa berkata-kata mendengar suara nyanyian itu, dia seperti dihipnotis. Sebelumnya dia tak pernah mendengar suara seindah ini.

"Ternyata si Gadis Aneh itu memiliki suara yang indah, mirip seperti Siren ...." gumam Camelia dengan raut wajah takjub.

Bersambung ....


next chapter
Load failed, please RETRY

ของขวัญ

ของขวัญ -- ได้รับของขวัญแล้ว

    สถานะพลังงานรายสัปดาห์

    Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
    Stone -- หินพลัง

    ป้ายปลดล็อกตอน

    สารบัญ

    ตัวเลือกแสดง

    พื้นหลัง

    แบบอักษร

    ขนาด

    ความคิดเห็นต่อตอน

    เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C9
    ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
    • คุณภาพงานเขียน
    • ความเสถียรของการอัปเดต
    • การดำเนินเรื่อง
    • กาสร้างตัวละคร
    • พื้นหลังโลก

    คะแนนรวม 0.0

    รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
    โหวตด้วย Power Stone
    Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
    Stone -- หินพลัง
    รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
    เคล็ดลับข้อผิดพลาด

    รายงานการล่วงละเมิด

    ความคิดเห็นย่อหน้า

    เข้า สู่ ระบบ