"Kenyataannya memang seperti itu, Tuan." Amanda berujar dengan percaya diri.
Apa yang dia katakana memang sesuai apa yang dia asakan. Nyatanya ini adalah hal yang paling dia benci dari seluruh takdir yang dia inginkan.
"Kau merasa ini adalah bentuk kepasrahan?" tanya Fabio.
"Tentu saja, aku hanya bisa mengikuti apa yang ada di depan mataku. Apa yang menjadi bagian dari hidupku sebagai seorang menantu keluarga Rezer," ujar Amanda.
"Aku rasa kau tak perlu merasa terbebani lagi, bukankah ayah sudah menemuimu kemarin? Apa yang kalian bicarakan? Apa tentang sesuatu yang penting?" tanya Fabio.
"Aku sendiri tak pernah tahu apa yang kami bicarakan. Arah pembicaraan kami sudah hamoir saja sampai saat itu, bahkan aku mengucap sebuah janji di hadapan ayahmu, tapi spertinya hanya sia-sia karena kau memutuskan hal lain," jelas Amanda.
"Aku ingat benar saat kakimu terluka karean vas yang ayah lempar, bukankah saat itu ketegangan kalian dimulai?" tanya Fabio.