ดาวน์โหลดแอป
38.7% Mysterious CEO / Chapter 12: Timbul Perasaan.

บท 12: Timbul Perasaan.

Tok! Tok!

"Soraya!" teriak Rebecca, "Soraya, buka pintunya!"

Tok! Tok!

"Soraya?!"

"Hmmm," gumamnya dari dalam kamar. Ia menggeliat di atas ranjang. Suara ibunya membuat gadis itu terbangun dari tidurnya yang nyanyak.

"Soraya, ayo cepat buka pintunya!"

"Iya, iya!" balasnya sambil beranjak dari kasur. Ia menepiskan selimutnya, kemudian berjalan menuju pintu.

Clek!

"Ada apa? Kenapa Ma___"

"Di mana Kensky? Kenapa Mama periksa kamarnya tidak ada. Kasurnya bahkan masih rapi. Kalian sama-sama ke pesta tadi malam, bukan?"

Soraya mengucek matanya dengan punggung tangan. "Aku tidak tahu, Ma," balasnya malas lalu kembali ke atas kasur.

Rebecca mengekor. "Bukannya tadi malam kalian berdua pergi ke acara kantor?"

Soraya menghamburkan tubuhnya ke ranjang. Sambil menutup mata ia menjawab, "Aku tidak tahu, Ma. Aku tidak bertemu dengannya."

"Tidak bertemu?" kata Rebecca. Ia tampak berpikir. "Dean! Pasti perbuatan Dean!" Dengan cepat ia meraih ponselnya untuk menghubungi pria itu. Sementara Soraya terus berbaring akibat kantuk yang melandanya.

"Halo, Dean! Apa Kensky bersamamu?" tanya Rebecca begitu panggilannya terhubung.

"Iya, kenapa?"

Rebecca melirik Soraya. "Tidak apa-apa. Aku hanya panik saat melihat tempat tidurnya masih rapi. Tapi ngomong-ngomong apa alasan kau menahannya?"

"Aku ingin rencanaku secepatnya selesai. Kau mengerti, kan? Ngomong-ngomong apa kau sudah berhasil mendapatkan tanda tangannya Eduardus?"

"Belum. Pagi ini pengacara gadunganku akan datang membawa dokumennya. Mungkin sebentar lagi dia tiba. Aku sudah mengatur rencana. Kau tenang saja."

"Baiklah, tapi pastikan dia harus menandatanganinya dengan jelas. Aku tidak mau berurusan hanya karena kesalahan kecil seperti itu, Rebecca."

"Baik, Dean, kau tenang saja. Ngomong-ngomong kau apakan saja anak tiriku itu sampai jam begini dia belum juga pulang?"

"Kau khawatir padanya?"

"Tidak, tidak sama sekali."

"Kalau begitu kau tidak perlu tahu apa yang kulakukan padanya. Kau tenang saja, aku tidak akan melukai anakmu."

"Dia bukan anakku, Dean. Aku bahkan tak peduli padanya."

"Baiklah, cepat kabari aku kalau kau sudah berhasil mendapatkan tanda tangannya."

"Baik. Kau tenang saja."

Tut! Tut!

Dean memutuskan panggilannya. Sementara Rebecca kini sedang berdiri di dekat jendela. Senyumnya lebar saat membayangkan rencananya akan segera berhasil. "Kita akan kaya, Soraya. Kita akan kaya." Merasa putrinya tak menjawab, Rebecca segera berbalik dan menatap tubuh wanita itu yang terlentang dengan mata terpejam. "Ya ampun, dasar pemalas. Soraya, ayo bangun!"

"Hmmm, aku masih mengantuk, Ma," katanya lemas. Ia memiringkan tubuhnya memeluk guling.

"Tidak ada alasan, ayo cepat bangun!"

"Aku masih mengantuk, Ma." Ia semakin merapatkan gulingnya.

Rebecca tak peduli. Ia merampas guling itu dan memukul bokong Soraya. "Ayo cepat bangun, nanti kau terlambat kantor."

"Ke kantor? Mama, ini kan hari minggu."

"Mama tak peduli. Ayo, cepat bangun. Mulai sekarang kau harus belajar bangun pagi, karena sebentar lagi kau akan menjadi istrinya Dean."

Soraya tak perduli. Ia malah memeluk gulingnya dan mengabaikan omelan-omelan ibunya. Rebecca kesal. Tapi saat mendengar bel rumah berbunyi, ia pun terpaksa meninggalkan Soraya dan keluar dari kamar. "Itu pasti pengacaraku."

Di sisi lain.

Dean baru saja keluar dari kamar mandi dengan celana panjang katun berwarna abu-abu. Dadanya yang telanjang memperlihatkan butiran-butiran air yang masih menempel saat ia selesai mandi.

Dilihatnya Kensky sedang tidur dengan damai. Wajahnya yang lembut membuat Dean tak tahan untuk mendekatinya. Dengan pelan ia naik ke atas ranjang lalu berbisik, "Selamat datang di duniaku. Dunia di mana aku tidak akan pernah melepaskanmu."

Suara Dean membuat Kensky terbangun. Dengan pelan ia membuka mata sambil menggeliatkan tubuhnya. "Kau?" lirih Kensky.

Dean tersenyum sambil mengusap pipi gadis itu. "Maaf sudah membuatmu terbangun."

Kensky tidak menjawab. Matanya kembali terpejam dan mencoba untuk mengingat apa yang sebelumnya terjadi. Ketika pikirannya teringat saat mereka berdua saling berpelukan dan berciuman, matanya kembali terbuka. Ia menatap Dean. "Kenapa kau tidak jadi meniduriku? Bukannya tadi malam kau bilang akan memperkosaku?" Kensky menahan tawa.

"Aku akan melakukannya setelah kita menikah."

Di satu sisi Kensky memang sangat menyukai Dean, tapi sikap kurangajar pria itu membuatnya jengkel. Namun di balik kekurangajaran Dean, ternyata pria itu sangat menghargainya. Setinggi apa pun gairah yang diciptakan oleh mereka, Dean tidak mau melakukan hal itu pada Kensky.

"Jam berapa sekarang? Aku harus ke kantor," tanya Kensky.

Dean memeluk Kensky lebih erat. "Hari ini dan seterusnya kau tidak perlu lagi bekerja. Aku tidak mau calon istriku kelelahan."

Kensky terkejut. "Kau gila!" Ia mencoba melepaskan diri, tapi pelukan Dean begitu erat. "Lepaskan aku, Dean! Aku harus ke kantor."

Dean tak menjawab. Ia malah semakin mempererat pelukannya. "Ini hari minggu, untuk apa kau ke kantor?"

Jawaban Dean membuat Kensky terdiam. Tubuh bagian dalamnya yang tak mengenakan apa-apa seakan merespon saat tangan Dean meraup dadanya. Ia mendesah saat jemari pria itu menyentuh pucuk dadanya.

Dean yang begitu sensitif dengan suara lembut wanita itu. Karena tidak nyaman, ia pun dengan cepat langsung berpindah posisi. Tubuhnya yang tadi di samping Kensky kini berada di atasnya. "Kau sangat menggairahkan, Sky. Aku tak sabar lagi ingin menikahimu."

Kensky balas menatapnya. Sejujurnya ia pun sangat menginginkan Dean, tapi pikiran akan pengakuan pria itulah yang membuat Kensky sampai saat ini merasa bingung.

Dilihatnya wajah tampan Dean yang begitu diinginkannya. Perlahan tangannya terulur untuk merasakan bulu-bulu halus di rahang pria itu.

Dean balas mengerang saat jemari lembut Kensky menyapu pipinya dengan sentuhan-sentuhan sensual penuh gairah. "Aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu," bisik Dean sambil menatap Kensky.

Hati wanita itu berbunga-bunga, tapi lagi-lagi sikap skeptis dalam tatapannya membuat Dean bisa menebak. "Apa yang membuatmu ragu? Apa aku harus menikahimu dulu sekarang ini juga baru kau bisa percaya?"

Dean beranjak dari atas tubuh Kensky kemudian duduk di tepi ranjang. "Kalau itu yang kau mau, hari ini aku akan mengurus semuanya. Kita akan menikah besok."

Mata Kensky terbelalak. "Tidak, tidak! Jangan. Eh, maksudku bukan itu. Tapi ... " Ia menunduk. "Sebenarnya aku masih punya tujuan hidup. Aku___"

"Tujuan hidup?" potong Dean.

Saat itulah Kensky mendongak menatap Dean. Ia mengangguk lalu berkata, "Aku sendiri tidak tahu. Aku hanya merasa ada sesuatu dalam diriku yang belum aku lakukan."

Alis Dean mengerut. "Apa itu?"

Kensky menarik napas panjang. "Entalah, tapi aku merasa ibuku menyembunyikan sesuatu padaku. Sesuatu itulah yang selama ini membuatku harus mencari tahu. Aku bahkan bisa merasakan kalau hal itu pasti akan muncul jika sudah saatnya, tapi aku sendiri tidak tahu kalau hal itu apa."

Dean tersenyum. Ia meraih tangan Kensky dan menggenggamnya. "Apa pun itu, aku akan siap membantumu. Aku akan selalu bersamamu dan selalu melindungimu."

Kensky terkejut. Kata-kata Dean barusan mengingatkannya pada sosok yang memberikannya ponsel. Ia menatap mata Dean dengan penuh tanda tanya.

"Sekarang apa yang akan kau lakukan?" tanya Dean, "Jika kau butuh sesuatu, jangan sungkan untuk mengatakannya."

Kensky mengedipkan kedua matanya. "Aku tidak butuh apa-apa, terima kasih. Saat ini aku hanya ingin pulang dan istirahat."

Dean merapatkan tubuhnya untuk memeluk gadis itu. "Baiklah, aku akan mengantarkanmu pulang."

Kensky dengan cepat menengadahkan wajahnya ke wajah Dean. "Jangan! Bi-biar aku pulang sendiri saja."

"Kenapa? Sekalian aku ingin bertemu ayahmu."

Kensky merasa senang, tapi bayangan wajah Rebecca dan Soraya membuat pikirannya berubah. "Ja-jangan, lebih baik aku pulang sendiri saja."

Lagi-lagi Dean memaksa. "Kenapa? Apa aku tidak boleh bertemu dengan keluargamu?"

"Bu-bukan begitu, tapi lebih baik saat ini aku pulang sendiri saja. Kumohon, Dean, tolong mengertilah."

Dean tertawa dalam hati. Sikap memohon yang diciptakan oleh ekspresi Kensky sangat lucu. "Baiklah, tapi jika kau lama-lama, aku akan pergi ke rumahmu dan menjemputmu di sana."

"Jangan, jangan. Kau tidak boleh menjemputku."

"Kenapa? Apa yang kau sembunyikan dariku, Sky?"

"Ti-tidak ada. Kumohon, mengertilah."

Sikap rengek Kensky dimanfaatkan Dean. "Kalau begitu nanti malam aku tunggu kau di mension ini. Aku ingin kau selalu bersamaku, Sky." Dean mengecup dahinya.

Kensky berbunga-bunga. Seandainya ia sudah punya bukti bahwa Dean benar-benar adalah calon suaminya, hari itu juga ia akan meminta Dean untuk menikahinya. "Daddy?" pikirnya, "Aku harus menanyakan hal ini pada Daddy." Ia meraup pipi Dean. "Aku janji akan kembali lagi."

"Sungguh?"

"Iya, Pak Dean."

Bukannya menjawab, Dean malah melumat bibir Kensky sesaat lalu melepaskannya. "Aku mencintaimu, Sky. Aku sangat mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu, Dean."

Continued___


next chapter
Load failed, please RETRY

ของขวัญ

ของขวัญ -- ได้รับของขวัญแล้ว

    สถานะพลังงานรายสัปดาห์

    Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
    Stone -- หินพลัง

    ป้ายปลดล็อกตอน

    สารบัญ

    ตัวเลือกแสดง

    พื้นหลัง

    แบบอักษร

    ขนาด

    ความคิดเห็นต่อตอน

    เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C12
    ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
    • คุณภาพงานเขียน
    • ความเสถียรของการอัปเดต
    • การดำเนินเรื่อง
    • กาสร้างตัวละคร
    • พื้นหลังโลก

    คะแนนรวม 0.0

    รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
    โหวตด้วย Power Stone
    Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
    Stone -- หินพลัง
    รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
    เคล็ดลับข้อผิดพลาด

    รายงานการล่วงละเมิด

    ความคิดเห็นย่อหน้า

    เข้า สู่ ระบบ