ดาวน์โหลดแอป
45.16% Mysterious CEO / Chapter 14: Perbuatan Rebecca.

บท 14: Perbuatan Rebecca.

"Memangnya berapa total hutang Daddy, Mr. Lamber?"

Pria itu menggeleng. "Maaf, Nona, tapi saya kurang tahu. Sebulan lalu saat menyerahkan lembaran ini, beliau hanya bilang bahwa jika beliau sudah jatuh sakit, tolong berikan surat ini pada Anda selaku ahli waris untuk meminta tanda tangan. Tapi saat saya bertanya soal hutang di dalam surat ini, beliau hanya bilang bahwa beliau sudah ada perjanjian dengan yang bersangkutan bila mana Kapleng Group sebagai jaminan dari hutangnya."

Rebecca tersentak. "Jika perusahaannya sebagai jaminan, berarti utang Eduardus sangat banyak, dong? Lalu," ia menatap Kensky, "uang sebanyak itu dilakukannya untuk apa? Sementara dia tidak pernah membangun atau memberikan apa-apa pada kami. Iya kan, Sky?"

Mr. Lamber menatap Rebecca saat tatapan wanita itu tertuju padanya. "Aku minta maaf, Nyonya. Tapi meskipun aku pengacara Bapak Eduardus, semua masalah pribadi beliau tidak diberitahukan kepadaku. Aku juga cukup tahu diri untuk bertanya, karena sepertinya beliau merahasiakan semua itu dari siapapun, termasuk keluarganya."

Kensky hanya bisa menyimak. Ia cukup syok dengan kabar yang baru saja didengarnya. Ia tak menyangka jika ayahnya tega menjadikan perusahan almarhumah ibunya sebagai jaminan untuk kepentingan pribadi. "Kalau boleh saya tahu, siapa yang memberikan piutang sebanyak itu pada Daddy, Mr. Lamber?"

Mr. Lamber melirik Rebecca sebelum pandangannya beralih ke wajah bingung Kensky. "Maaf, Nona, tapi saya sudah berjanji pada beliau bahwa saya tidak akan memberitahukan siapa___"

"Cepat katakan, Mr. Lamber," sergah Kensky dengan nada penuh penekanan.

Mr. Lamber menelan ludahnya. "Baiklah," katanya kemudian menarik napas panjang, "Sebenarnya ini rahasia, tapi karena Anda putri kandungnya, saya rasa tidak masalah jika Anda tahu siapa orang tersebut."

"Itu harus, Mr. Lanber!" timpa Rebecca, "Kau harus memberitahukannya pada kami siapa orang itu. Siapa tahu suatu saat kami bisa membayar hutang tersebut dan merebut kembali perusahan kami. Bukan begitu, Sky?"

Mr. Lamber terdiam cukup lama. Ia menatap Kensky dan Rebecca secara bergantian sebelum akhirnya berkata, "Baiklah, mungkin sebaiknya saya jujur pada kalian," katanya lalu menarik napas, "Yang akan menjadi pemilik Kapleng Group selanjutnya adalah pemilik Kitten Group. Beliau adalah pengusaha muda yang telah meminjamkan dana bagi Kapleng Group sejak lima tahun lalu. Dan karena pengambilan sudah semakin banyak tanpa ada pengembalian, klien saya akhirnya memberikan perusahan tersebut sebagai tebusan uang yang beliau pinjam kepada pemilik Kitten Group."

"Kitten Group?" Mata Kensky terbelalak karena terkejut, "Apa aku tidak salah dengar?!"

Mr. Lamber mengulang, "Benar, Nona. Yang akan menjadi pemegang Kapleng Group selanjutnya adalah Pak Dean Bernardus Stewart."

"Tunggu, tadi katamu beliau sudah meminjamkan dana pada suamiku sejak lima tahun lalu?" tanya Rebecca.

"Benar, Nyonya."

Rebecca menatap Kensky sebelum tatapannya menghadap Mr. Lamber. "Berarti selama ini Kapleng Group mengalami kerugian dong sampai-sampai suami saya harus terlilit hutang begitu banyak pada Pak Dean? Kenapa aku tidak pernah tahu, ya?"

"Iya, kenapa Daddy tidak pernah membicarakan masalah ini pada kami?" kata Kensky. Mimik wajahnya tampak berpikir, "Aneh, kenapa Daddy sampai punya hutang begitu banyak pada Dean, ya? Lalu uangnya digunakan untuk apa?" pikirnya. Ia menatap Mr. Lamber dan Rebecca secara bergantian, "Aku harus menanyakan hal ini pada Dean. Aku harus menanyakannya," katanya dalam hati.

"Nona Oxley?" panggil Mr. Lamber.

Kensky tersadar dari pikirannya. "Ah, ya?"

"Bisa Anda tanda tangan sekarang? Makan siang nanti saya harus bertemu dengan CEO Kitten Group untuk membahas soal ini. Jadi saya harus memastikan bahwa Anda sudah menanda tangani pernyataan ini sebelum saya memberikan dokumen-dokumen pengalihannya kepada Pak Dean."

"Tidak! Aku tidak akan menandatanganinya sebelum aku mendapatkan kejelasan soal hutang Daddy."

Rebecca tersentak. "Brengsek, sok pintar sekali anak ini," katanya dalam hati. Dengan cepat ia mengubah mimik wajahnya menjadi sedih, "Mr. Lamber, bisakah kau beri kami waktu beberapa hari lagi? Berita ini cukup mengejutkan bagi kami. Benarkan, Sayang?" katanya pada Kensky. "Sebagai seorang istri, saya juga harus membicarakan masalah ini dengan suami saya dulu. Saya harus menanyakan padanya kenapa sampai dia begitu tega pada kami dengan membebankan hutang sebanyak ini. Aku dan Soraya sebenarnya tidak masalah, tapi Kensky? Kasihan dia. Hanya perusahan itu satu-satunya warisan yang ditinggalkan mendiang ibunya untuk dia."

Kensky terharu. Ia menatap Rebecca lalu berkata, "Tidak apa-apa, Ma. Lagi pula masalah ini juga sudah terjadi. Daddy sudah terlanjur menghabiskan semua uangnya," katanya lemah. Ia menunduk sedih. "Hanya saja aku kecewa pada Daddy, bisa-bisanya dia melakukan itu hanya untuk kepentingan pribadinya."

"Mama juga tidak abis pikir, Sayang. Tapi biar bagaimana pun kau harus berusaha dulu sebelum itu terjadi. Toh pemilik piutangnya adalah nos kamu. Siapa tahu dia bisa memberikan toleransi dengan membiarkanmu tetap bekerja tanpa digaji."

Kepala Kensky tersentak. "Maksud Mama aku yang akan membayar hutang Daddy?"

Rebecca mengangguk. "Daripada kau harus kehilangan perusahan itu. Mana kau pilih, kehilangan Kapleng Group atau bekerja pada bosmu itu tanpa digaji sampai piutangnya lunas?"

Kensky terdiam. Ia menatap Rebecca dengan pikiran yang terus dibenakki oleh masalah ini. Perkataan ibu tirinya itu benar, setidaknya ia bisa mempertahankan aset berharga milik ibunya dengan cara seperti itu. "Tapi, bagaimana kalau Pak Dean tidak setuju?" katanya.

Rebecca meletakkan tangannya di pundak Kensky. "Kita coba dulu," katanya lalu mengalihkan pandangan ke wajah pria yang ada di depannya, "Bagaimana, Mr. Lamber, apa Anda bisa memberikan kami toleransi perpanjangan waktu. Aku yakin, putri saya pasti bisa mengatasi masalah ini."

Mr. Lamber mengendus. "Baiklah, tapi waktunya hanya lima hari, karena aku harus membuat alasan masuk akal pada Pak Dean atas keterlambatan ini."

Kensky menyipitkan mata. "Anda kan bisa memberikan alasan padanya, bahwa saya tidak mau tanda tangan."

"Sky," kata Rebecca pelan, "Kita selesaikan masalah ini baik-baik. Mama takut Dean akan mempersulit kita. Mama juga takut kalau beliau akan memecatmu dari pekerjaan ini."

Kensky terdiam. Apa yang dikatakan Rebecca ada benarnya. Tapi pengakuan Dean yang mengatakan bahwa ia adalah calon istrinya membuat Kensky yakin kalau pria itu pasti tidak akan mempersulitnya.

"Tapi tunggu, jika Dean benar-benar adalah calon suamiku, itu berarti aku tidak perlu susah-susah untuk bayar hutang Daddy, dong? Dan kalau pun Dean benar akan merebut Kapleng Group dari Daddy, toh perusahan itu akan jadi miliknya juga setelah menikah," pikir Kensky. Ia tersenyum saat membayangkan bagaimana perusahaan itu akan tetap menjadi miliknya setelah menikah dengan Dean.

Tapi Rebecca menatap tidak suka. "Apa yang kau pikirkan, Sky?"

Suara Rebecca mengejutkannya. "Tidak, Ma, aku tidak memikirkan apa-apa. Setelah ini apa rencana, Mama?"

"Kau harus berhasil membujuk Dean agar bisa memberikan toleransi pada kita. Kalau perlu kau bilang padanya, bahwa kau dan Soraya akan setia mengabdi di perusahaannya demi melunasi hutang-hutang ayahmu asalkan jangan rebut Kapleng Group."

"Apa Soraya mau?"

"Dia pasti akan mau. Biar mama yang akan membujuknya."

"Baiklah, besok akan kucoba bicara dengan Pak Dean."

Rebecca memeluknya. "Oh, Sayang, terima kasih. Sekarang kau istirahatlah. Kau pasti capek, kan? Atau kau ingin mama buatkan makanan?"

Kensky menggeleng. "Tidak usah, Ma, terima kasih. Aku tidak lapar. Aku hanya ingin istirahat."

"Ya sudah, kalau begitu tidurlah. Nanti mama akan bangunkan kalau sudah jam makan siang."

Kensky mengangguk lalu berdiri. Setelah berpamitan pada Rebecca dan Mr. Lamber, ia pun berjalan menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar.

Setelah memastikan bahwa Kensky sudah masuk ke kamar, Rebecca segera menatap Mr. Lamber. "Kerja bagus! Ini bagianmu." Rebecca mengeluarkan sebuah amplop cokelat yang cukup tebal dari balik bajunya. "Sekarang pergilah sebelum gadis itu kembali lagi."

Mr. Lamber meraih amplop itu dari tangan Rebecca. "Senang bekerja sama dengan Anda, Nyonya Oxley."

"Sudah, sana pergi. Aku akan menghubungimu lagi kalau sudah waktunya lagi."

"Oke, oke. Sampai nanti."

Setelah Mr. Lamber pergi, Rebecca berjalan cepat menuju halaman rumah. Ia meraih ponsel untuk segera menghubungi Dean. Wanita itu memang sengaja memilih halaman samping rumahnya, karena di sana ia bisa sepuasnya bercerita tanpa ada yang mendengarnya.

"Halo, Dean?" sapa Rebecca begitu mendengar suara Dean, "Kau masih tidur, ya? Maaf mengganggu, tapi aku punya kabar baik untukmu."

"Kabar apa?" Suara parau Dean terdengar berat.

"Aku sudah berhasil membayar orang untuk pura-pura menjadi pengacara Eduardus."

"Lalu kabar baiknya apa?"

"Pria itu baru saja datang ke rumah saat Kensky pulang. Dia mengaku pada gadis itu dengan selembar kertas karangan yang merupakan surat pernyataan dari Eduardus mengenai hutang-hutangnya. Dan di dalam kertas itu terdapat pernyataan yang ditandatangani Eduardus. Bunyinya; jika Kapleng Group adalah jaminan untuk melunasi hutang Eduardus pada seseroang yang meminjamkannya uang. Yaitu, kamu."

"Wow. Lalu apa respon Kensky?"

"Awalnya dia terkejut, tapi setelah aku menyarankan padanya cara untuk mengatasi masalah itu, dia akhirnya bisa menerimanya. Kemungkinan besok dia akan bicara empat mata denganmu."

"Apa yang kau katakan padanya?"

"Aku bilang dia harus membujukmu agar mau memberikan toleransi atas perbuatan ayahnya. Aku bilang padanya, bahwa dia harus berhasil membujukmu agar mau mengabdi seumur hidup demi melunasi hutang ayahnya."

"Tapi itu hanya formalitas, kan?" tanya Dean.

"Ya iyalah, mana mungkin aku akan merusak rencana kita yang sudah lama dibangun."

"Bagus, kau memang Ibu Tiri yang kejam, Rebecca."

"Aku tak peduli, yang penting bagiku hanyalah uang."

"Oke. Jadi bagaimana, apa sebaiknya aku kirim sekarang saja uangnya padamu? Toh Kapleng Group tetap akan jadi milikku."

"Jangan, Dean. Aku tidak mau rencana ini gagal hanya karena kecerobohan kita. Aku mau kita harus mengikuti prosedur. Kau harus menolak bujukkan Kensky dan bersikeras akan merebut Kapleng Group sebagai jaminan, seakan-seakan benar bahwa Eduardus punya hutang padamu. Aku ingin gadis itu tahu, bahwa perusahan brengseknya itu akan jatuh ke tanganmu, karena ulah ayahnya sendiri."

"Aku mengerti maksudmu. Kalau begitu, suru gadis itu sekarang datang padaku dan mulai membujukku. Aku ingin secepatnya mengambil alih Kapleng Group dari tangan Eduardus. Aku ingin dia jatuh miskin sebelum dia mati."

"Baiklah, nanti akan ku suruh dia ke tempatmu."

"Apa perlu supir untuk menjemputnya?"

"Tidak perlu, Dean."

"Baiklah. Aku akan menunggunya. Suruh dia ke mensionku sekarang juga."

Tut! Tut!

Continued____


next chapter
Load failed, please RETRY

ของขวัญ

ของขวัญ -- ได้รับของขวัญแล้ว

    สถานะพลังงานรายสัปดาห์

    Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
    Stone -- หินพลัง

    ป้ายปลดล็อกตอน

    สารบัญ

    ตัวเลือกแสดง

    พื้นหลัง

    แบบอักษร

    ขนาด

    ความคิดเห็นต่อตอน

    เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C14
    ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
    • คุณภาพงานเขียน
    • ความเสถียรของการอัปเดต
    • การดำเนินเรื่อง
    • กาสร้างตัวละคร
    • พื้นหลังโลก

    คะแนนรวม 0.0

    รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
    โหวตด้วย Power Stone
    Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
    Stone -- หินพลัง
    รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
    เคล็ดลับข้อผิดพลาด

    รายงานการล่วงละเมิด

    ความคิดเห็นย่อหน้า

    เข้า สู่ ระบบ