"Cinta adalah kondisi di mana kebahagiaan orang lain penting untuk Anda sendiri." - Robert A. Heinlein
⭐⭐⭐⭐
Happy Reading ❤
"Dys, elo benar-benar sudah mantap menerima Lukas?" Khansa seolah masih tak percaya dengan pendengarannya saat Gladys memberitahu keputusannya.
"Kayaknya itu yang terbaik Sa. Waktu yang eyang berikan sudah terlewat. Mas Lukas juga sudah bolak balik menanyakan keputusan gue."
"Tapi elo kan nggak cinta sama dia." Intan ikut berkomentar.
"Apa elo sudah yakin bisa melupakan Banyu?" tanya Qori. "Gue kok masih kurang sreg ya sama Lukas. Tapi... ah nggak jadi deh."
"Qoi lo mau ngomong apaan sih? Nggak usah sok-sok dipotong deh omongan lo." omel Khansa.
"Gue memang kurang sreg sama Lukas, tapi menurut gue Gladys memang sebaiknya buru-buru deh ngeresmiin hubungannya dengan Lukas."
"Kenapa?"
"Ada alasan yang gue nggak bisa gue ceritain sekarang, karena gue takut dianggap meng-ghibah orang lain."
"Ada apa sih Qoi? Kok omongan lo bikin gue penasaran. Elo harus kasih tau Gladys kalau memang menurut lo itu penting. Supaya dia bisa mengambil keputusan yang tepat." timpal Intan.
"Tapi gue mau meyakinkan dulu si Gladys sudah beneran move on dari Banyu."
"Iyalah dia sudah move on. Buat apa lagi dia mengharapkan orang model Banyu." sambar Ayu emosi. "Kalau elo ada di sana, elo pasti bakal ngamuk mendengar ucapan si Banyu br*****k itu."
"Beneran sudah move on Dys?" Gladys mengangguk ragu.
"Gue harus move on, Qoi. Gue capek. Kali ini gue benar-benar harus berhenti mengharapkan dia." ucap Gladys pelan. Walau kejadian di cafe itu sudah lama lewat tapi ia masih bisa mengingat jelas setiap kalimat yang Banyu ucapkan.
"Dys, kalau elo mau serius sama Lukas gue saranin buruan. Gue lihat Ge sudah mulai berani mendekati Lukas. Beberapa hari lalu gue pergoki Ge lagi telponan dengan Lukas."
"Ya wajar aja kali si Ge telpon Lukas yang bakal jadi saudaranya juga. Mereka kan sama-sama dokter. Ge pasti excited bakalan punya ipar yang sama-sama dokter." sahut Khansa.
"Tapi ini beda Sa. Gue bisa tahu kalau Ge sudah mulai mengincar seseorang. Permainannya halus banget. Kak Erick aja kadang suka nggak sadar kalau sudah dimanfaatkan oleh Ge."
"Ah, elo jealous kali sama Ge karena Erick lebih memperhatikan adiknya."
"Ya kali gue jealous sama adik ipar sendiri. Tapi gue harap elo segera mengikat Lukas kalau memang elo mau serius dengan dia."
"Semalam orang tuanya Lukas sudah datang ke rumah buat melamar. Gue sengaja menolak keinginan mami dan tante Meisya untuk mengadakan acara lamaran yang mewah."
"Lalu?" Ayu, Intan dan Qori menatap Gladys penasaran. Gladys hanya mendesah tanpa menjawab pertanyaan ketiga sahabatnya.
"Dia menerima lamaran Lukas. Kalian nggak lihat di tangan kirinya ada cincin baru? Lebih gede daripada yang waktu itu Lukas kasih."
"Serius? Mana.. mana... gue mau lihat." Ketiga sahabat Gladys langsung mengangkat tangan kiri Gladys. Benarlah apa kata Khansa. Di jari manisnya telah tersemat cincin indah dengan mata dari blue saphire yang dikelilingi oleh berlian-berlian kecil.
"Selamat ya Dys." Ketiganya berpelukan dan memberi selamat kepada Gladys. Bukannya tertawa bahagia, namun ia terlihat sedih. Bahkan di sudut matanya terlihat setitik air mata.
"Dys, kok elo malah nangis? Are you okay hon?" tanya Ayu kaget.
"Gu-gue terlalu bahagia, makanya gue nangis." Gladys terpaksa berbohong kepada keempat sahabatnya.
"Elo beneran bahagia kan Dys?" tanya Qori prihatin. Keempat sahabatnya tahu kalau sesungguhnya Gladys tak sebahagia yang ia katakan.
"I.. iyalah gue bahagia banget. Cewek mana yang nggak bahagia kalau dapat cincin tunangan seindah ini?" Gladys berpura-pura tertawa untuk menutupi perasaannya.
"Gue yakin elo akan bisa bahagia bersama Lukas." Khansa memeluk erat tubuh Gladys. "Siapapun calon lo kelak, kita akan selalu siap mendukung lo."
"Kenapa elo berubah jadi jurkam sih, Sa?" ledek Qori, yang disambut tawa oleh para sahabatnya. Mau tak mau Gladys tersenyum melihat tingkah para sahabatnya.
"Makasih ya besties sudah support gue. Doain gue bisa menemukan kebahagiaan bersama pria yang mencintai gue. Semoga Lukas benar-benar tulus mencintai gue." Mereka berlima berpelukan saling menguatkan.
⭐⭐⭐⭐
"Sweetie, nanti pulang praktik aku jemput ya?" Lukas menelpon saat Gladys sedang istirahat makan siang.
"Kamu selesai praktik jam berapa, mas? Kalau malam, nggak usah jemput. Kamu pulang dan istirahat saja. Hari ini ada dua operasi kan?"
"Iya sayang. Aku hari ini selesai praktik jam 5. Hari ini aku benar-benar lelah, tapi aku kangen mau peluk kamu. Bertemu kamu untuk recharge energiku. Ciuman darimu akan membuatku kembali bersemangat." Gladys bergidik membayangkan ciuman seperti apa yang akan Lukas berikan padanya.
"Kamu beneran nggak papa jemput aku?"
"Beneran nggak papa, sweetie. Oh ya nggak usah ajak Endah. Masa mau pacaran bawa asisten." protes Lukas. Memang selama ini Gladys sering mengajak Endah buat menemaninya bertemu Lukas.
"Kenapa?"
"Aku ingin jalan berduaan aja sama calon istriku. Jangan lupa, sebentar lagi kita akan menikah. Okay sweetie?" bujuk Lukas. "Memangnya kamu nggak percaya sama aku?"
"Baiklah. Tapi kamu janji nggak macam-macam ya."
"Iya aku janji sayang. Okay see you later, honey."
Sebelum jam setengah 6 sore, Lukas sudah sampai di butik Gladys. Tak bisa dipungkiri Lukas memiliki kharisma sendiri yang mampu membuat para wanita terpesona. Bukan hanya para pegawai butik yang terpesona, beberapa customer cafe dan butik pun ikut terpesona. Bahkan beberapa dari mereka terang-terangan sengaja berkomentar dengan suara yang cukup lantang.
"Ya ampuuun.. ganteng banget sih. Gue mau banget kalau diajak jalan sama dia."
"Gila... ini ada dewa turun ke bumi ya. Sumpah... kriteria gue banget nih. Hayuklah mas besok kita ke KUA."
"Mbak Gladys beruntung banget ya. Dia cantik, kaya. Dapat calon suami yang begitu juga. Dokter, ganteng, kaya. Ya ampun, tuhan nggak adil banget deh sama gue," keluh salah satu pegawai butik.
"Modelan elo dapatnya security kantor sebelah aja sudah bersyukur." ledek yang lain.
Lukas tak mempedulikan komentar-komentar tersebut. Bahkan ada seorang wanita yang pura-pura tertabrak olehnya sehingga ponsel wanita itu jatuh. Dengan sigap Lukas mengambilkan ponselnya dan mengembalikannya pada wanita yang berpakaian cukup seksi itu.
"Makasih ya, mas." Wanita itu menyelipkan nomor telpon ke kantong kemeja Lukas.
"Heran, kenapa sih cewek-cewek itu kayak hyena yang kelaparan saat melihat dokter Lukas?" celetuk Endah yang memperhatikan dari dalam kantor Gladys.
"Ya maklum aja Ndah. Dokter Lukas kan ganteng pake banget." sahut Tatiana yang duduk di sofa panjang di samping Endah.
Gladys hanya tersenyum kecil mendengar kedua asistennya membicarakan Lukas. Ia akui, Lukas memang tampan dan berkharisma.
"Kak, beneran Endah nggak perlu ikut?"
"Iya nggak usah. Nggak enak sama mas Lukas kalau aku bawa kamu terus."
"Lagian ngapain kamu ikut terus, Ndah? Mau jadi obat nyamuk?" goda Tatiana. "Mendingan kamu jalan sama si Ucup tuh pegawai kantor periklanan yang kantornya di seberang sana. Dari kemarin dia nanyain kamu terus."
"Ih, mbak Tia mah bikin Endah malu. Mana mungkin mas Yusuf suka sama Endah anak kampung yang cuma lulusan SMA ini." Wajah Endah memerah karena malu.
"Oh cowok yang kemarin kasih kamu coklat itu ya, Ndah?" Gladys ikut menggoda Endah. "Gas poll Ndah."
"Kak Gladys nggak usah ngeledekin Endah deh. Malu nih." Tatiana dan Gladys tergelak melihat Endah yang salah tingkah.
"Hai sweetie.. wah ada apa nih? Kok kayaknya girang banget?" tanya Lukas saat membuka pintu ruangan.
"Eh, ada pak dokter." Tatiana dan Endah buru-buru berdiri. Mereka tahu Lukas kurang suka bila mereka bersikap terlalu akrab dengan Gladys. Buat Lukas ada batasan jelas antara atasan dan bawahan. Suatu hal yang Gladys tak terlalu ambil pusing. Buat Gladys para pegawainya adalah bagian dari keluarga.
"Mbak, saya dan Endah mau urus inventori. Nggak papa ya mbak Gladys kita tinggal. Sudah ada dokter Lukas yang menemani mbak Gladys."
"Oke mbak. Oh iya, mbak Tia hari ini dijemput? Kalau nggak dijemput, biar pulangnya nanti diantar oleh pak Dudung dan Endah.
"Kebetulan saya dijemput, mbak. Makasih sudah menawarkan," jawab Tatiana buru-buru karena dilihatnya kening Lukas berkerut mendengar penawaran Gladys
"Ndah, ajak Hasna balik bareng kamu ya. Sekalian tolong antar bungkusan itu untuk Aidan." Endah mengangguk patuh dan tanpa banyak kata keduanya keluar dari ruangan.
"Sayang, kamu itu terlalu baik pada mereka. Jadinya mereka kurang respect sama kamu." Lukas menghampiri kursi Gladys dan mencium puncak kepalanya. "Harusnya kamu jaga jarak dengan mereka. Jadi mereka ada rasa segan sama kamu."
"Kata siapa mereka nggak respect sama aku? Mereka cukup respect sama aku kok. Lagipula aku nggak suka memposisikan diri melulu sebagai atasan mereka. Ada kalanya aku adalah keluarga mereka, teman mereka, bukan hanya sebagai atasan."
"Tapi aku nggak suka."
"Terserah kamu. Pokoknya aku nggak mau kamu mengatur tentang bagaimana hubunganku dengan para pegawaiku. Itu hak prerogatifku dalam mengatur perusahaan ini."
"Oke.. oke.. demi calon istriku yang tercinta aku mengalah." Lukas saat ini memilih mengalah daripada harus berdebat.
"Mas, kamu serius mau menikahiku?"
"Astaga sayang.. harus berapa kali lagi aku mengulangi ucapanku ini agar kamu percaya padaku."
"Kamu benar-benar mencintaiku dengan tulus?"
Bukannya menjawab Lukas menarik Gladys dari kursinya hingga Gladys berdiri. Dipeluknya pinggang Gladys. Ditatapnya mata Gladys dalam-dalam hingga Gladys merasa jengah dan akhirnya membuang muka. Wajah Gladys memerah karena malu ditatap seperti itu oleh Lukas. Ia mengakui kharisma seorang dokter Lukas Prawira terkadang menjeratnya dan membuat jantungnya berdegup hebat seperti saat ini.
Lukas tersenyum melihat wajah Gladys yang memerah. Diraihnya dagu Gladys dan perlahan ia mendekatkan wajahnya kepada Gladys. Jarak wajah mereka kini semakin dekat. Ia dapat mencium wangi parfum Gladys yang lembut namun menggoda. Saat hidung mereka bersentuhan dilihatnya Gladys menutup matanya erat-erat sementara kedua tangan gadis itu terkepal di samping tubuhnya.
"I really love you sweet heart," bisik Lukas lembut sebelum akhirnya mencium bibir Gladys. Ini bukan kali pertama Lukas mencium bibir seorang wanita namun entah mengapa rasa bibir Gladys seolah membuatnya gila dan terus menginginkannya. Hanya dengan membayangkan kelembutan bibir gadis itu saja mampu membuat sesuatu di bawah sana memberontak. Hal yang tak pernah terjadi saat dulu ia bersama dengan para mantan kekasihnya.
Lukas dapat merasakan tubuh Gladys menegang dalam pelukannya. Sesuatu yang ia anggap lucu karena sangat berbeda dengan wanita-wanita yang pernah diciumnya. Lukas terus mencium bibir Gladys walau bibir gadis itu tertutup rapat dan tak ada balasan dari Gladys. Justru itu yang membuatnya gila dan ingin terus merasakan bibir gadis itu. Ingin menaklukannya. Bahkan bukan sekali dua kali sikap Gladys yang seperti ini justru menimbulkan keinginan menarik gadis ini ke tempat tidur.
Sementara itu Gladys tak tahu harus bagaimana. Ini bukan ciuman pertamanya dengan Lukas. Namun hingga saat ini masih belum tau harus bereaksi bagaimana. Haruskah ia membalasnya karena kini ia sudah menerima lamaran Lukas. Tapi hatinya masih belum sepenuhnya bisa menerima kenyataan ini. Masih ada luka yang sulit disembuhkan di sudut hatinya.
"Hey, are you okay sweetheart? Kenapa kamu diam saja?" tanya Lukas ketika akhirnya ia melepaskan ciumannya. "Tak bisakah kamu membalas ciumanku? Apakah ada yang mengganggu pikiranmu?"
Gladys menunduk tak tahu harus menjawab apa. Sikap Gladys membuat gemas Lukas. Ditariknya gadis itu hingga terduduk di pangkuannya. Lalu dipeluknya tubuh Gladys.
"Sayang, kamu kenapa? Apakah kamu masih meragukan cintaku?"
"Nggak mas," jawab Gladys pelan. Sebenarnya ia merasa jengah duduk di pangkuan Lukas. Ia mencoba berdiri namun Lukas menahannya.
"Atau kamu yang belum yakin?" Gladys diam saja. Lukas mengelus rambut Gladys dengan rasa sayang. Lalu dikecupnya pucuk hidung Gladys.
"Bagaimana caranya agar aku bisa membuatmu yakin untuk menikah denganku? Pernikahan kita tak lama lagi akan diadakan. Aku tak mau masih ada ragu dihatimu. Atau aku perlu membuatmu hamil agar kamu mau menikah denganku?" goda Lukas sambil memamerkan smirk-nya yang mampu melelehkan gunung es. Begitu kata para wanita diluaran sana🤭
"Ih, apaan sih kamu mas. Nggak usah mikir yang aneh-aneh deh." Gladys berusaha melepaskan diri dari pelukan Lukas, namun dokter ganteng itu tak melepaskannya.
"Gladys Mariana Praditho, demi tuhan, aku Lukas Prawira benar-benar mencintaimu. Please jangan ragukan cintaku," bisik Lukas mesra sebelum akhirnya kembali ia mencium Gladys.
"Aku akan buktikan padamu bahwa aku akan dan bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku. Akan kubuktikan aku adalah suami yang baik untukmu dan ayah yang hebat untuk anak-anak kita kelak."
Hati Gladys tersentuh saat melihat kesungguhan terpancar dari mata Lukas. Dengan ragu-ragu ia mengecup pipi Lukas. Lalu ia buru-buru menjauh. Kali ini Lukas tak menahannya karena sepertinya ia masih sedikit kaget Gladys mencium pipinya.
"Ayo pulang." Gladys langsung menjauh dan menyibukan diri dengan merapikan tasnya. Wajahnya memerah karena malu. Lukas tersenyum melihatnya. Di dekatinya Gladys dan memeluknya dari belakang.
"Aku semakin nggak sabar menanti hari pernikahan kita dan membawamu pulang ke apartemenku."
⭐⭐⭐⭐
Kok author jd baper ya sama Lukas ya
Apa kita jadiin aja trus selesa
Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!
Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!
Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi