"…"
"…"
Jalan rahasia di depan mereka benar-benar gelap. Tidak ada setitik cahaya yang terlihat dari dalam sana.
Marlene dan Rhode hanya bisa menatap ke arah pintu masuk 'gua baru' itu tanpa berbicara sepatah kata pun.
"Jadi, Marlene, apa yang akan kau lakukan?" Rhode memecah keheningan antara mereka berdua.
"A-aku tidak melakukan apa-apa," Marlene berbicara dengan sedikit panik.
Ekspresinya menunjukkan bahwa gadis itu memang benar-benar tidak tahu apa yang telah terjadi.
Jujur saja, ini juga merupakan kejadian yang sangat mengejutkan bagi Rhode.
Dia cukup yakin bahwa tidak ada bahasan mengenai jalan rahasia di balik sebuah patung dalam postingan itu. Jika ada sesuatu seperti ini di dalam game, maka pasti jalan rahasia ini sudah viral. Tetapi, ada juga kemungkinan lain. Pemain yang membuat post tersebut juga menemukan jalan rahasia ini. Tetapi karena tidak ada apa-apa di dalamnya, dia tidak menuliskannya dalam post.
Tidak peduli seberapa lama dia memandang pintu masuk gua baru tersebut, Rhode tidak bisa memikirkan alasan yang tepat mengapa seseorang mau membuat jalan ini hanya untuk 'hiasan' semata.
Rhode pun memilih percaya pada intuisinya meskipun hal itu bisa membuatnya terbunuh. Sebuah jalan rahasia dan jebakan yang muncul bersamaan? Hanya ada satu cara menemukan jawabannya.
Masuk dan jelajahi gua tersebut.
Tetapi Rhode tetap merasa sedikit ragu. Kalau ini di dalam game, dia akan memasuki gua tanpa merasa ragu. Tapi sekarang, situasinya berbeda. Dia tidak lagi bisa hidup lagi jika dia sudah mati. Selain itu, dia tidak memiliki informasi apapun mengenai jalan rahasia ini. Bagaimana kalau ada banyak jebakan dan monster di dalamnya? Bisa-bisa mereka tidak dapat keluar dari situ.
Tetapi, itu bukanlah hal yang mustahil bagi Rhode.
"Marlene," ucap Rhode dengan lembut. Nadanya terdengar mantap.
"Berjagalah di pintu masuk jalan ini. Aku akan masuk dan mengamati keadaan di dalam. Jika aku tidak kembali dalam waktu 20 menit atau jika kau mendengar sebuah ledakan, segera tinggalkan tempat ini. Kau mengerti?"
Pada akhirnya, Rhode membuat keputusan. Dia mencabut pedang di pinggangnya dan mengayunkan senjata tersebut dengan santai. Ia lalu mengeluarkan sebuah kartu merah di udara.
Guk! Seekor anjing hitam muncul di samping pemuda tersebut.
"Tidak bisa begitu!" Marlene menggelengkan kepala. Ia tidak menyetujui usulan Rhode.
Kemudian dia mengerutkan alis dan berkata, "Apakah kau berniat untuk membiarkan aku kabur sendirian? Jika aku melakukan hal tersebut, bagaimana aku menjelaskannya pada Lize? Selain itu, keluarga Senia bukanlah keluarga pengecut…"
Rhode melambaikan tangan dan memotong perkataan Marlene, "Ini bukan masalah keberanian, Nona Marlene. Saat ini kita tidak tahu apa yang ada di dalam gua tersebut. Bagaimana kalau sesuatu terjadi dan kita berdua terjebak di dalamnya? Jika salah satu dari kita berjaga di luar, maka walaupun ada sesuatu yang terjadi, masih ada harapan."
"Memang benar…tapi…" Perasaan Marlene campur aduk terhadap masalah ini. Dia hanya bisa merengut. Mendadak, gadis itu menggertakkan gigi dan berseru. "Aku ada ide!"
"Ide?" Rhode menoleh ke arah Marlene dan menatapnya dengan kaget.
"A-aku membawa pusaka keluargaku. Benda itu adalah semacam peralatan sihir."
Ketika Rhode tiba-tiba menatapnya, wajah gadis itu memerah dan dia tergagap.
"Tidak peduli bahaya seperti apa yang aku hadapi, aku dapat berteleportasi dari mana dan kapan saja ke rumah besar keluarga Senia. Lagipula, benda ini bisa digunakan oleh dua orang pada saat yang bersamaan. Selama kau memegang tanganku, kita bisa pergi bersama dari tempat ini kapan saja. Jadi tuan Rhode tidak perlu khawatir."
Awalnya, suara Marlene terdengar seperti cicitan burung. Tetapi akhirnya suaranya perlahan kembali normal. Rhode cukup terkejut mendengar perkataannya. Dia hanya berdiri diam selama beberapa saat.
Pemuda itu tahu bahwa para Mage memiliki beragam sihir dan peralatan penyelamat jiwa. Karena Marlene merupakan pewaris terakhir keluarga Senia, Rhode percaya bahwa gadis itu memiliki kartu as yang bisa dia gunakan saat terdesak. Tapi dia tidak menyangka bahwa Marlene akan mengungkapkan hal itu begitu saja. Harus disadari bahwa sihir, skill ataupun peralatan jenis ini harus dirahasiakan. Bahkan hingga napas terakhir, tidak ada orang yang boleh tahu. Tapi sekarang…
"Ka-karena itulah aku bersikeras untuk pergi bersamamu, tuan Rhode."
Marlene tidak tahu kenapa dia tiba-tiba gugup setiap kali Rhode menatapnya. Tapi sepertinya dia masih bersikeras untuk pergi bersama pemuda itu.
"Walaupun keadaannya di dalam mungkin berbahaya. Tapi sebagai seorang Mage, aku punya banyak cara untuk melindungi diriku sendiri. Jika situasinya sudah tidak terkendali, aku bisa segera meninggalkan tempat ini. Tidakkah itu cukup?"
Setelah mendengarkan alasan Marlene, Rhode diam-diam memeras otaknya. Terus terang, dia tidak berharap Marlene pergi bersamanya. Karakternya saat ini tidak sama dengan karakternya yang dulu. Di dalam game, jika para dewa menghalangi jalannya, dia akan membunuh mereka. Dan jika para Buddha menghalangi jalannya, dia juga akan menghabisi mereka! Tapi saat ini dia hanyalah karakter berlevel 10. Bahkan menangani beberapa Thief tingkat lanjut membutuhkan rencana yang matang. Kalau sudah begitu, apakah aman jika dia memasuki gua tersebut sendirian?
Rhode tidak tahu.
Jadi, pada akhirnya dia menyetujui usulan Marlene.
"Baiklah." Rhode mengangguk, "Tapi kuharap kau bisa melindungi dirimu sendiri."
Karena Marlene punya cara jitu untuk kabur dari tempat itu, Rhode mempercayai gadis itu. Setidaknya kemungkinan dia bertahan hidup cukup tinggi.
"Tentu saja!"
-
Tidak ada sumber cahaya dalam gua tersebut.
Awalnya, Rhode merasa waspada karena menurut pengalamannya, jalan-jalan rahasia seperti ini biasanya memiliki banyak perangkap yang mematikan. Contohnya, jebakan jenis pelat tekanan. Jika Rhode tidak sengaja menginjak pelat yang salah, maka akan muncul rintangan-rintangan yang berbahaya.
Tidak disangka, jalan rahasia tersebut berada di tanah datar. Dan dengan penerangan obor, Rhode bisa melihat ukiran-ukiran indah di kedua sisi dinding.
"Ini adalah lukisan dinding yang berasal dari era Fascarl, tuan Rhode." Marlene sedang mengamati ukiran yang ada di dinding tersebut dengan cermat.
Gadis itu kagum dengan desain-desain rumit dari ukiran-ukiran tersebut. Sebagian besar Mage memang memiliki pengetahuan yang banyak. Umumnya, mereka pasti telah membaca berbagai kisah-kisah sejarah seperti ini sebelumnya. Tapi, Rhode tidak peduli dengan hal itu. Saat ini, pemuda tersebut sedang memeriksa keadaaan sekelilingnya untuk mendeteksi adakah jebakan atau tidak…tapi sepertinya tidak ada indikasi adanya jebakan di tempat ini.
"Berhati-hatilah dalam melangkah dan pegang tanganku dengan erat." Rhode mencengkram tangan Marlene ketika mereka berjalan semakin dalam di gua tersebut. Tidak jauh di depan mereka, terlihat Pembunuh Api yang berperan sebagai 'pemicu jebakan'. Lagipula, roh yang mati bisa dipanggil kembali. Lagipula, anjing tersebut sudah pernah mati lebih dari dua kali. Jadi tidak masalah kan jika dia mati sekali lagi? Akan lebih baik jika dia bisa membiasakan diri.
Pembunuh Api sebenarnya tidak rela mati sekali lagi. Sayang, anjing tersebut tidak bisa melawan perintah Rhode.
Sesekali, anjing itu akan melompat di udara sesuai dengan perintah Rhode. Ada lingkaran api pada tubuhnya. Itu memberikan penerangan yang dibutuhkan selama berjalan di lorong gua yang gelap tersebut.
Setelah berjalan cukup jauh, Rhode mulai merasakan sesuatu yang aneh. Dia tidak tahu darimana asalnya perasaan itu. Tetapi perasaan tersebut terus terngiang di kepalanya.
Kenapa ada jalan rahasia di sini? Apa yang bisa kita temukan di sini?
Saat ini, Rhode memiliki pola pikir sebagai 'seorang pemain' dan tidak memperhatikan keadaan sekitarnya. Marlene juga tidak lagi mengamati lukisan-lukisan dinding di sampingnya. Sebaliknya, kepala gadis itu tertunduk sambil menatap tangannya yang berada dalam genggaman Rhode. Entah karena suhu atau faktor lain di dalam gua itu, Marlene merasa mukanya memerah.
Tiba-tiba, Pembunuh Api yang ada di depan mereka berhenti bergerak. Kemudian anjing itu berputar dua kali di tempat itu dan berlari ke depan.
"Ada apa?"
Rhode tegang. Dia tidak menghentikan laju anjing hitam tersebut. Sebaliknya, dia maju selangkah dan memunggungi Marlene yang sedang memegang pedang. Kemudian, dia mengamati keadaan sekelilingnya dengan cermat.
Tapi setelah beberapa saat, tidak ada yang terjadi.
Rhode mengerutkan keningnya. Sejauh ini, dia terus bersikap waspada. Hal itu membuat dirinya terlalu tegang. Kalau saja ada monster atau jebakan di tempat ini, mungkin dia tidak akan merasa setegang ini. Sebab dia sudah terbiasa menghadapi mereka. Tapi sejauh ini, dia tidak menemukan apa pun…dan hal itu terasa sangat aneh baginya. Meskipun demikian, tentu saja dia tidak berniat mundur.
-
Akhirnya, mereka berdua keluar dari lorong gua yang sempit itu dan menemukan tangga batu yang mengarah ke bawah tanah. Pembunuh Api berada dalam posisi yang tidak terlalu jauh dari mereka. Ketika anjing itu menyadari bahwa majikannya sudah datang, dia melengkungkan tubuh dan meraung ke arah kegelapan di bawah.
"Nona Marlene, apakah kau memiliki sihir yang bisa digunakan untuk penerangan?"
Rhode mengarahkan obornya ke bawah, namun dia masih tidak bisa melihat apa yang ada di balik kegelapan tersebut. Demi alasan keamanan, dia memutuskan untuk menggunakan cara lain. Tetapi, Marlene masih belum menjawab pertanyaannya. Kepala gadis itu masih tertunduk. Pandangannya yang hampa terpaku ke arah tangannya.
"Nona Marlene?"
"Eh?"
Rhode memanggilnya sekali lagi, dan akhirnya gadis itu tersadar dari lamunannya.
"O-oh…sihir untuk penerangan kan? Ada, ada. Tunggu dulu." Marlene akhirnya menjawab pertanyaan pemuda tersebut. Wajahnya merona.
Dia segera melonggarkan tangannya dari genggaman Rhode dan menutup matanya. Setelah merapalkan sebuah mantra sihir, bola bercahaya muncul di telapak tangannya. Cahaya dari bola tersebut menerangi seluruh area di sekitar mereka.
Dan apa yang muncul di depan mereka membuat Rhode dan Marlene hanya bisa ternganga.