ดาวน์โหลดแอป
47.05% Mawar Biru / Chapter 8: Bersama

บท 8: Bersama

Aku masih diam dan menatap Aidan yang sedang duduk di kursi ruang tamu. Tangan kanannya dibalut dengan gips yang disangga menggunakan arm sling di pundaknya. Di sampingnya ada Bibi Aitria yang melihat ke arah ku dan menunjukkan senyumnya. Paman yang duduk di kursi di depan mereka memandangi ku dengan wajah bingung. Setelah aku melayangkan pandangan pada sekitar aku kembali fokus pada Aidan.

Apa yang terjadi? Kenapa tanganya dibalut gips begitu?

"Tangan kamu kenapa Aidan?" tanyaku lagi karna sedari tadi tidak ada yang menjawab.

"Aih ini...." Aidan menunjuk tangan kanan yang dibalut gips dengan tangan kirinya, "bukan apa-apa".

"Dasar memang dia ini anak ceroboh Elena. Kemarin dia jatuh dari motor terus patah tulang deh tangannya," jeas bibi Aitria padaku. 

"Ha! Kok bisa sih?!"

"Panjang cerintanya. Sekarang kita berangkat aja dulu ke sekolah. Hari ini bibi antar kalian, sekalian bibi mau minta tolong sama kamu."

Aku berpamitan dengan paman. Setelah itu, aku, bibi Aitria dan Aidan berangkat bersama ke sekolah menggunakan mobil milik bibi Aitria. Bibi berada di posisi pengemudi dan aku duduk di disampingnya, sedangkan Aidan sendirian di belakang. Setelah keheningan yang cukup lama, akhirnya bibi Aitria membuka suara.

"Jadi, sebenarnya bibi mau minta tolong sama kamu untuk mengawasi Aidan, Elena," ucap Bibi Aitria menengok ke arahku sebentar sebelum memfokuskan penglihatan ke arah jalanan lagi.

Mengawasi ? Maksudnya apa? Kenapa Aidan harus diawasi?.

Aku diam dan menatap Bibi Aitria cukup lama sebelum melirik ke belakang di tempat Aidan duduk. Dia hanya terdiam santai seolah ucapan bibinya tadi bukanlah hal yang harus dia beri perhatian.

"Kenapa saya harus mengawasi Aidan?" tanyaku karna belum paham maksud Bibi Aitria.

"Kamu lihat kan tanganya. Pastikan jangan sampai dia bolos sekolah lagi Len. Dan kamu tolong bantu dia ya, pasti dia kesusahan."

Baiklah. Sepertinya ini juga bukan ide buruk. Pasti dia butuh bantuan, tidak ada salahnya kan membantu Aidan. Aku melirik ke arah Aidan lagi, tapi sekarang dia berbeda. Dia tersenyum. Tersenyum padaku. TERSENYUM. Astaga!. Tapi kenapa aku merasakan firasat buruk. Perutku, aku merasakan sesuatu di perutku. Dan aku tidak tau itu perasaan apa. Aku merasa aneh. Aku langsung berbalik lagi ke arah depan memandangi jalanan. Debaran jantungku semakin cepat dan nafasku terasa sesak.

🍀🍀🍀

Dan sekarang disinilah aku. Duduk disamping Aidan. Tepat disampingnya. Dan tanganku. Tanganku menyuapi dia makanan. Sedari tadi aku berusaha untuk mengatur nafas dan menyembunyikan kegugupan supaya tanganku ini tidak gemetaran.

Jadi cerita singkatnya. Kemarin Aidan beserta teman-temannya itu terlibat perkelahian. Memang dasar cowok. Hobinya pamer kekuatan. Lalu setelah itu, mereka sekarang tampak sangat berantakan dengan luka lebam dimana-mana. Tetapi, hanya Aidan mengalami kesialan lebih daripada yang lainnya karna hanya dia seorang yang sampai patah tulang.

Seharusnya mereka kena skors tapi khusus untuk mereka, tidak. Karna tentu saja itulah yang mereka inginkan. Jadi, sebagai hukuman mereka harus membersihkan sekolah selama satu bulan setelah mereka pulih dari cidera.

Setelah beberapa saat, kantin menjadi semakin ramai dan tentunya kami menjadi pusat perhatian seperti biasanya tapi sekarang menjadi semakin parah. Mungkin bisa dibilang begitu. Semua orang menaruh perhatian dan pandangan mata tajam pada kami, aku mau tidak mau harus ikut jadi pusat perhatain. Ini membuatku sangat tidak nyaman. Aku ingin mengilang saja sekarang juga. Aku seperti tenggelam dalam kecemasanku.

"... lagi Len."

Tiba-tiba di depan wajahku ada jari yang di jentikkan. Membawa kembali aku ke dunia nyata.

"Len. Halo!!"

Aku menengok ke arah suara. Oh ternyata Aidan.

"Ah iya. Kenapa?" tanyaku memandangi wajah Aidan. Alis tebalnya terangkat melengkung ke atas. Seakan dia sedang bertanya-tanya.

Aidan mengarahkan pandangan ke seluruh wajahku seperti sedang mencari-cari sesuatu. "Kamu kenapa sih?"

"Kebelet boker kali si Elena." Risky menyela dibarengi dengan tawa cengengesannya. Untungnya tidak ada yang ikut tertawa karna memang itu tidak lucu.

Katherin yang berada di depan sebrang mejanya menatap Risky tak percaya. "Iiih jrok banget sih!! Nggak selera makan nih jadinya."

"Memang kenapa?" tanya Risky pada Katherin.

"Dasar manusia gua. Nggak peka banget. Nilai pelajaran aja yang bagus. Padahal otak kosong kalau urasan lain." Katherin tampak kesal mulai mengeluarkan kata makian pada Risky.

"Roy cewek lo galak banget sih. Dasar nenek lampir," ejek Risky.

"Apa!! Sini lo gue pukul." Katherin langsung berdiri dari kursi untuk memukul Risky dengan menggunakan sendok yang dia pegang.

"Aduh udah dong kalian," sergah Roy menengahi Katherin dan Risky.

Aku yang sedari tadi melihat mereka bertengkar hanya bisa meggeleng merasa prihatin dengan perilaku mereka. Aidan tiba-tiba menepuk pundakku.

"Len makan. Masih laper nih," pintanya.

"Aih iya nih." Aku mulai menyuapi Aidan lagi, "pake sayurnya nggak?"

"Iya yang hijau itu. Itu apa? Sawi ya?". Aidan menunjuk ke arah sayuran berwarna hijau yang ada di piring.

"Eh, iya."

Aku sebenarnya sedikit kerepotan karna harus makan untuk diriku sendiri dan disaat yang bersamaan juga harus menyuapi Aidan. Melihat Aidan sedang makan rasanya sangat lucu sekali atau lebih tepatnya imut. Mulutnya yang penuh makanan itu membuat pipinya menjadi mengemaskan. Tanpa sadar aku tersenyum.

"Dilihat-lihat kayaknya kalian cocok deh jadi pasangan." Ando melirik ke arah Aidan lalu padaku bergantian.

"APA!! Jangan ngaco deh," teriakku. Sialan si Ando ini.

"Eh iya deh kayaknya. Mesra banget sih," kata Risky ikut menimpali perkataan Ando.

"CIEE Elena nggak jomblo lagi deh," kata Katherin ikut menjahiliku.

Mulailah mereka membicarakan kemungkinan aku dan Aidan jadi pasangan. Dengan penuh kekonyolan mereka tertawa . Aku sungguh benci situasi ini. Aku memandangi mereka dengan kesal karna rasanya aku kehabisan kata-kata meladeni mereka.

"Kalian udah deh diam aja. Berisik tau nggak," celetuk Aidan dengan nada memerintah. Seketika itu pula rasanya langsung muncul aura mendominasi yang bahkan mampu menghentikan mereka. Anak ini benar-benar hebat.

Dan akhirnya makan siangpun berakhir dengan damai. Setidaknya tidak ada adu kekuatan yang biasanya dilakukan oleh mereka.

Setelah bel pulang sekolah berbunyi aku membereskan peralatan melukisku. Hari ini aku harus mengumpulkan tugas club kemarin. Karna hari ini juga merupakan hari berkumpul, jadi aku sekalian sudah membawa peralatan melukisku. Sebelum itu aku harus bebicara kepada Aidan supaya dia pulang sendiri saja. Meskipun mulai tadi pagi aku sudah berjanji pada bibinya untuk selalu bersama dia dari berangkat sampai pulang sekolah, tetapi inikan situasi lain yang tidak bisa dihindari. Lagi pula acara club pasti berlangsung cukup lama. Jadi, daripada Aidan menungguku lebih baik dia pulang terlebih dahulu.

Aku menemukan Aidan sudah berdiri di lorong bersender pada tembok dekat dengan jendela. Aduh dengan efek cahaya matahari itu membuat mataku jadi tidak fokus. Dia terlihat seperti malaikat saja.

"Aidan," pangilku.

Aidan menengok ke arahku, "eh, mana tas mu?".

"Aku hari ini nggak bisa pulang bareng. Kamu pulang duluan saja. Nanti aku yang bilang pada Bibi Aitria. Kamu nggak usah khawatir."

"Emang kamu mau ngapain? Hari ini jadwal piket kamu membersihkan kelas?".

"Ah bukan, nggak seperti itu. Hari ini aku ada acara di club Da vinci. Kita ada jadwal perkumpulan setiap hari jum'at."

"Yaudah aku bisa menunggu kamu."

Hah apa?! Apa pendengaranku sedang bermasalah?

"Kenapa?" tanyaku benar-benar heran.

"Bukankah kita harus selalu bersama..."

Astaga!!! Dua kata itu. Selalu bersama.

Tiba-tiba saja kalimat itu menjadi kalimat paling favorit dalam hidupku. Dan disitulah awal mula sebenarnya aku menuju kepada kepedihan pertama yang pernah kurasakan.


next chapter
Load failed, please RETRY

สถานะพลังงานรายสัปดาห์

Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
Stone -- หินพลัง

ป้ายปลดล็อกตอน

สารบัญ

ตัวเลือกแสดง

พื้นหลัง

แบบอักษร

ขนาด

ความคิดเห็นต่อตอน

เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C8
ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
  • คุณภาพงานเขียน
  • ความเสถียรของการอัปเดต
  • การดำเนินเรื่อง
  • กาสร้างตัวละคร
  • พื้นหลังโลก

คะแนนรวม 0.0

รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
โหวตด้วย Power Stone
Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
Stone -- หินพลัง
รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
เคล็ดลับข้อผิดพลาด

รายงานการล่วงละเมิด

ความคิดเห็นย่อหน้า

เข้า สู่ ระบบ