Malam berlalu dengan amarah tertahan dan air mata yang terus mengalir hingga tak terasa pagipun tiba dengan sedikit hujan yang seakan enggan membasahi tanah kering di luar sana.
Ibu bangun seperti biasa mencoba melakukan semua hal seakan tidak terjadi apa-apa.
Tak lama Genta keluar dari kamar mencari air minum ke dapur dan mendapati ibunya sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk adik dan kakaknya.
"Ibu, apa aku boleh minta teh hangat, semalam aku kurang tidur, rasanya kepalaku pusing sekarang" genta memulai pembicaraan dengan ibunya setelah memperhatikan beberapa saat.
Menyadari bahwa ibunya tidak tahu genta sedari tadi berdiri dibelakangnya, ibu sibuk memasak di depan kompornya dengan semua pikiran yang coba ia sembunyikan dari anak-anaknya.
"Sebentar ibu buatkan, kamu cuci muka dulu sana", ibu tanpa berbalik badan langsung menjawab permintaan genta.
Gentapun berlalu ke kamar mandi untuk membasuh muka.
Tak lama dari dalam kamar terdengar Kayla meneriaki Kiran " kamu yang benar saja, kenapa kamu sobek buku ini, kamu tahu ini buku tugas sekolahku", kiran tanpa sadar merobek-robek buku kayla saat marah-marah tadi malam, kayla yang sibuk melakukan panggilan dengan Kaysa tidak menyadari itu semalam.
Ibu langsung lari ke kamar mereka dan langsung menanyakan apa yang terjadi sampai teriakan kayla terdengar ke dapur dan membuat ibu panik.
"Ada apa ini? kenapa kayla teriak kencang sekali, apa yang kalian ributkan di pagi buta seperti ini?, cepat keluar kamar dan bersihkan semua ini" ibu dengan kesal mengintruksikan kayla dan kiran untuk segera bebenah kamar.
Kayla hanya diam melihat ibu marah seperti itu, dia tidak berani memperpanjang masalah ini dulu, "lihat kamu nanti, kamu harus tanggungjawab dengan bukuku ini, aku tidak ingin ibu tambah marah lagi jadi ayo cepat bereskan semua ini, aku akan pergi mandi", sambil membanting pintu mayla keluar kamar dan meminta Kiran membereskan kamar yang berantakan dengan robekan bukunya.
Di dapur Kinan sudah duduk manis di meja makan, bangun tidur dia langsung mandi di kamar ibu dan menyiapkan dirinya sendiri seperti biasa.
"Kakak kenapa bu? kenapa ibu marah sekali?". Kinan mencoba bertanya pada ibu dengan hati-hati. "sudah makan saja sarapan kamu nak, kakakmu sedang siap-siap untuk turun dan makan juga.
Genta sudah rapih dan menagih teh yang ia minta tadi, tapi ibu belum menyiapkannya karena keributan yang Kayla dan Kiran buat tadi.
"Mana teh ku bu?", ibu langsung bangun dari kursi dan segera membuat teh untuk Genta, di saat bersamaan bel rumah berbunyi. "biar aku saja yang buka bu" Genta dengan sigap langsung lari ke arah pintu dan membukanya.
"Kak Keqysa, akhirnya kau pulang kak", antara kaget dan bahagia Genta melihat kakak perempuannya akhirnya datang ke rumah setelah sangat sulit di hubungi dari kemarin.
"Bu kakak datang, dia pulang bu", Genta berlari kecil ke dapur memberitahu kabar bahagia ini kepada ibunya.
Tapi reaksi ibu tidak seperti yang dibayangkan semua orang, dia hanya bangun dari meja makan dan melanjutkan pekerjaannya menbereskan meja kompor yang berantakan setelah memasak sarapan tadi.
"Sudah Henta, ibu pasti masih marah padaku" Keysa mencoba membuat Genta mengerti situasi ini. "Kinan sayang, kamu sehat dek? kakak kangen kamu" Keysa sambil mencium kening adiknya mencoba untuk mencairkan suasana.
"Duduk kak ayo sarapan denganku, hari ini ibu memasak nasi goreng telor mata sapi kesukaanku, kakak pasti lapar setelah perjalanan jauh, iya kan", sambil membawakan piring untuk kakaknya Kinan mempersilahkan kakaknya untuk sarapan bersama.
Pagi itu berlalu dengan sedikit kecanggungan antara ibu dan Keysa.
Kinan dan kakak-kakaknya sudah berangkat sekolah dengan diantar supir, Pak Didi masih setia bekerja dengan Ibu Kinan karena sedari awal Pak Didi dipekerjakan oleh ibu untuk mengantar anak-anak sekolah dan jika ibu pergi ke pasar, ibu pernah mengalami kecelakaan lalu lintas jadi dia tidak memiliki keberanian membawa mobil sendiri sejak kejadian itu.
Kecanggungan berlangsung di dalam rumah. "Bu, apa kita hanya akan diam saja seperti ini dengan perlakuan ayah? apa sekarang kita sudah benar-benar berpisah dengan ayah?" Keysa membuka pembicaraan dengan langsung menjurus ke inti permasalahan, dia tidak suka basa basi perihal masalah ibu dan ayahnya, dia sudah cukup sabar membiarkan orang tuanya mengambil keputusan sendiri tanpa bertanya kepada dia dan adik-adiknya.
Ibu tetap diam dan hanya memainkan jari jemarinya dengan gelisah karena pertanyaan putri tertuanya.
"Apa yang akan kita lakukan ke depannya bu, kita akan bisa bertahan beberapa tahun ke depan dengan uang hasil pembagian ibu dan ayah, tapi bagaimana selanjutnya? dan rumah? rumah ini, aku sangat pengap berada di dalam rumah ini sekarang, aku terus melihat ayah dimana-mana aku sangat tidak suka dengan situasi ini, ayo kita pergi dari rumah ini bu, kita bawa semua adik-adik dan pindah ke tempat baru, ayah sudah meninggalkan kita, jadi tidak ada gunanya kita tetap berada disini menunggu ayah pulang, lebih baik kita menghilang agar dia tidak akan bisa melihat kita lagi selamanya".
Keysa benar-benar membenci ayahnya saat itu, yang ada di pikirannya dia hanya ingin pergi membawa ibu dan adik-adiknya dan hidup di lingkungan baru.
"Lakukan apapun yang kau mau, asal kau tetap melanjutkan kuliahmu dan jangan pikirkan soal ibu dan adik-adikmu, kita akan menjual rumah ini dan pindah ke Bandung, kita mulai membuat usaha kecil-kecilan disana dengan uang tabungan yang ibu miliki saat ini untuk melanjutkan hidup, kau tetap fokus pada kuliahmu di Surabaya, jangan bertingkah dan membuat ulah yang akan membuat ibu pusing, nanti sepulang adik-adikmu sekolah kita bicarakan semua ini".
Ibu akhirnya menuruti kemauan Keysa untuk pindah rumah, karena setelah di pikirkan apa yang Keysa bilang ada benarnya, dan juga anak-anak akan lebih mudah pulih dari kesedihannya jika mendapatkan lingkungan baru dan kesibukan baru seperti pindahan rumah dan juga sekolah baru.