"Aku sudah menduga bila kau berada disini, Sayang," ucap seorang pria berjas hitam.
"Sam," gumam Alice menoleh ke sumber suara. Jantungnya berdegup kencang. Dia kembali di ingatkan oleh bayangan ketika Sam membenturkan dirinya ke sudut meja.
Sam yang kala itu berjalan dengan senyum lebar, spontan memeluk Alice yang saat itu masih menatapnya. Dia juga mendaratkan kecupan hangat di dahi Alice dengan lembut. Mendapat perlakuan seperti itu, Alice menggeram dia mengepalkan tangannya ingin memukul Sam. Namun, dia mengurungkan niatnya, dia tak ingin rencananya gagal hanya karena tersulut emosi.
"Aku membawakan ini untukmu, Alice," kata Kylie membuyarkan lamunan Alice.sejenak, Alice menatap wajah Kylie yang terlihat kesal, lalu Alice berjalan dan mengambil buah-buahan yang berada di genggamannya.
"Thank you, Kylie," balas Alice tersenyum ramah.
"Ternyata, kalian berdua sudah dekat sejak dulu ya, namun mengapa aku baru menyadarinya sekarang," batin Alice menatap keduanya.
Alice menatap keduanya lekat-lekat, hingga suara Wilson membuyarkan lamunannya.
"Hai, Sam. Sejak kapan kau tiba disini?" tanya Wilson menyambut kedatangan Sam.
"Baru saja, Tuan."
Wilson mengangguk dan menatap Killie yang saat itu disebelah Sam, "Siapa namanu, Nak?"
Kylie yang mengetahui bahwa Wilson menanyainya langsung menjawab dengan lembut, "Kylie."
"Nama yang indah."
Kylie tersenyum bangga, namun berbeda dengan Alice yang tampak risih dengan pujian yang dilontarkan oleh Wilson.
"Lebih baik kita masuk ke dalam. Tak enak jika menyambut tamu hanya diluar rumah saja," timpal Wilson yang diangguki oleh mereka semua.
Wilson pun berjalan mendahului mereka bertiga, dan diikuti oleh Kylie dan Sam dibelakangnya, sementara Alice hanya memperhatikan gerak-gerik dua orang yang ada di depannya.
"Dasar manipulatif," gerutu Alice seraya melangkahkan kakinya ke dalam rumah. Tanpa, mendahului keduanya.
Saat berada di dalam rumah, tampak Kylie dan Sam yang duduk di sofa yang sama. Bahkan terlihat seperti pasangan kekasih yang sangat serasi. Alice menatap sekilas dan berlalu menuju dapur untuk menyuguhkan teh hangat untuk mereka.
Di dapur, sayup-sayup Sam tertawa bersama dengan Wilson, bahkan Kylie tampak seantusias itu berbicara pada Wilson. Walaupun keduanya baru bertemu, tapi Kylie pandai menarik perhatian lawan bicaranya. Tak ingin berlama-lama di dapur, Alice segera menyuguhkan teh hangat untuk mereka semua. Diambang pintu Alice mendengar suara Sam yang memuji Kylie yang terdengar begitu berlebihan.
"Benar sekali Pak. Kylie merupakan wanita yang sangat lucu dan menarik," ujar Sam terkekeh.
Alice melihat raut wajah Kylie yang tampak puas dengan pujian dua orang pria disisinya, sepertinya benar menurut Alice. Bahwa, Killie merupakan sosok wanita gila akan pujian.
"Ah ini tehnya, silahkan dinikmati," ungkap Alice seraya menuangkan teh kedalam gelas mereka.
Wilson tersenyum dan mencium aroma teh yang mengeluarkan aroma melati.
"Kau sangat pandai membuat teh, Alice," puji Wilson mengusap puncak kepala Alice.
Alice tersenyum dan berucap, "Aku hanya mencari resepnya di internet, Ayah."
"Kau benar, Tuan Wilson. Alice memang sangat pandai membuat teh ini," sambung Sam mengambil secangkir teh dihadapannya. Lalu dia menyesap teh itu perlahan.
"Aroma melati yang lembut, menggambarkan bahwa pembuat teh ini merupakan wanita yang lembut pula," puji Sam menatap Alice.
Alice hanya tersenyum hambar, bahkan tak ada lagi kata cinta untuk Sam hatinya. Disisi lain, terlihat raut wajah Kylie yang tampak tertekuk.
"Hei Kylie, sepertinya kau juga harus menikmati teh ini," ujar Alice membawakan cangkir itu kearah Kylie.
"Ah tidak, aku tak suka harum melati," tolak Kylie menggaruk tengkuk yang tak gatal.
"Cobalah sedikit, kau akan menyukainya," kata Sam mengambil cangkir yang di pegang Alice. Kemudian menyuruh Kylie untuk meminum teh itu, dengan cangkir yang masih di pegang Sam.
"Menjijikan," batin Alice memperhatikan keduanya.
Alice kembali mengingat kejadian tahun ini sebelum dia menikah dengan Sam. Kala itu, mereka berdua juga menampakkan kedekatannya. Namun, entah mengapa Alice tak bisa menyadarinya saat itu dan menganggap hal itu wajar bagi rekan kerja seperti mereka.
Wilson yang mengetahui tatapan Alice segera menarik tangan anaknya untuk berada di dekatnya.
"Ayah," lirih Alice pada Wilson. Namun, Wilson hanya membalasnya dengan senyuman hangat pula.
"Jadi, apa yang membuat kalian datang kemari?" tanya Wilson pada dua orang didepannya.
Sam segera membenahi posisinya dan tersenyum pada Wilson, "Kami ingin menjenguk Alice, Tuan. Lagi pula aku sudah lama tidak bertemu dengannya sejak liburan semesternya pekan lalu."
Wilson mengangguk-anggukkan kepalanya, dan bertanya lagi, "Lalu, mengapa kamu membawa Kylie kemari?"
"Ah itu, karena saya yang memaksa untuk ikut, Tuan." Jawab Kylie cepat.
"Aku tak bertanya padamu, Kylie!"
Alice yang saat itu mendengar pernyataan Wilson, hampir tertawa terbahak-bahak. Bahkan dia tersenyum puas melihat Kylie yang terdiam saat di sentak Wilson.
"Kylie ingin menjenguk Alice, Tuan. Justru itu kami datang bersama kesini," timpal Sam menatap Wilson ragu.
Wilson pun menatap keduanya secara intens, untuk melihat hubungan antara keduanya, "Apakah benar kalian hanya sekadar rekan kerja?"
Mendengar pertanyaan Wilson membuat mereka yang berada di ruangan itu kaget, tak terkecuali dengan Alice yang tak habis pikir dengan lontaran kalimat Wilson.
"Tentu, kami berdua hanya rekan kerja dan karena keramahan Killie, kami berdua menjadi dekat," jawab Sam antusias, dia tak menyadari perubahan raut wajah Kylie yang mencoba memaksakan senyum.
"Dekat dalam artian seperti apa?" tanya Wilson bertubi-tubi.
Tampak jelas raut wajah kebingungan di wajah Sam. Bahkan, dia sempat terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab pertanyaan dari Wilson.
"Dekat seperti teman pada umumnya, dan hanya sebatas itu tidak lebih, Tuan," jelas Sam.
"Lagipula, aku sudah memiliki putri anda, jadi tak mungkin aku berani menduakannya," sambungnya kemudian.
Alice hanya menatap Sam dengan tatapan sinis, seolah tak suka dengan ucapan Sam kala itu. Bagaimana tidak, dialah yang telah membunuh Alice demi wanita lain yaitu Kylie, tapi berkat Tuhan, akhirnya Alice berpindah ke masa lalu untuk membalaskan dendamnya. Sungguh, Alice menyadari bahwa pria yang ada di hadapannya saat ini merupakan manusia paling licik yang pernah dia kenal.
"Aku harap, kau tidak sedang membohongiku, Sam," ucap Wilson tiba-tiba.
Sepertinya benar, perasaan seorang ayah akan kuat jika menyangkut putrinya. Dan Alice menyadari bahwa, bukan hanya dirinya saja yang berubah. Melainkan, ayahnya juga memiliki kepribadian yang lebih tegas dari sebelumnya.
"Tentu tidak, Tuan Wilson," Sam menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Setelahnya dia menyesap secangkir teh yang sudah hampir mendingin.
"Kau terlalu memperlihatkan kegugupanmu, Sam," batin Alice tersenyum kecut.
Sementara Kylie, hanya diam saja sejak Wilson menyemburnya dengan kalimat dingin.
"Apakah kau ingin menambah teh lagi, Kylie?" tanya Alice berpura-pura ramah.