"Eh, bangun. Sahur."
"Hm? Kenapa sih…" aku menepis tangan halus dari orang yang tidak salah lagi adalah Olive, dan berjuang keras untuk merem.
"Bangun, Git."
"Duh…" iya, iya, aku bangun, nih,"napa sih bangunin pagi-pagi buta, Liv?"
Wajahnya yang tersenyum nakal adalah pemandangan pertama saat mataku terbuka lebar, dan ia hanya bertanya begini,
"Udah tidur, belum?"
"Bangsat."
Kuabaikan pertanyaan tidak penting itu dan langsung menarik selimut.
Ia kontan terdengar panik dan menggoyang-goyang lenganku, "Eh, eh! Yah, ngambek."
"Bodo," argh, mau tidur! Besok Senin!
"Yah, nanti aku traktir makan malam, deh! Ya, sayang, ya?"
"Nggak mempan pakai sayang-sayangan."
"Ya, elah. Kok ngambek sih?" tidak perlu dilihat pun jelas ia cemberut, "tolong nih, ya? Serius, nggak bisa tidur."
Tapi aku JUGA butuh tidur. "Dipaksain aja kan gampang. Kayak nggak pernah keliatan power nap aja," jawabku dengan kepala terkubur ke dalam bantal kamarnya yang empuk.
"Tapi dingin…"
Akhirnya aku menyerah dan memilih untuk menatap wajahnya persis di mata, "gimana nggak dingin, kalau kamu hidupin AC kenceng-kenceng cuma pakai BH dan hotpants?"
"Emangnya kamu nggak seneng sama orang cakep kaya aku gini?"
"Pede," lambat laun aku pun menyerah untuk tidur dan duduk di atas tempat tidur, melayani celotehan Olive yang sedang bersandar di tempat tidur itu.
Dan yang terutama, pakaiannya persis seperti dugaanku. Kalau sendirian mungkin ia tidur sambil keringatan kali, ya?
"Jadi, nonton lagi?"
"Asal jangan bokep," Olive nyengir sendiri.
"Sembarangan," aku hanya mampu menghela napas. Oh, tahu-tahu kepikiran, "mau nonton golf biar cepet ngantuk, nggak?"
"Nggak," Olive mengernyitkan dahi, "nonton kamu tidur aja bukannya bikin bosan, tapi malah semangat. Apalagi kalau bayangin kamu di tempat driving range biasa."
"Gombal terus…" sahutku sambil bergonta-ganti siaran, "Lah, hari ini Game of Thrones baru?"
"Iklan, bego," Olive mengalihkan fokusnya ke televisi sambil ngambek, "kan jam 8-an."
"Oh iya, WIB," aku baru ingat kita nggak di London lagi.
"Iya," Olive kembali menoleh ke arahku, "terus enam jam ke depan mau ngapain, nih?"
"Minta izin nggak datang lagi?"
"Iya dong," senyumnya semakin terlihat tengil, "Gampang lah, ngomong sama Mel."