Sungguh Gray tidak mengerti soal begituan, ia hanya tahu kalau dunia ini perlu kertas bernilai itu menjadi alat transaksi dalam semua hal.
"Ini lebih dari cukup. Sebentar saya akan mengambil kembaliannya." Kata sang pelayan.
"Tidak perlu! Serahkan saja es krim itu padaku. Aku ingin memakannya, pewies~" katanya bertingkah imut.
Tidak, Gray hanya refleks bertingkah seperti itu karena ia sangat menginginkan es krimnya. Itu tidak di buat-buat.
"T-tapi--"
"Gray mau es krimnya!" Katanya merenggut kesal.
"M-maaf. Silahkan, ini es krim anda." Kata pelayan tersebut jadi tidak tahu harus bersikap apa dan menyerahkan es krim tersebut kepada Gray.
Gray tentu saja langsung mengambilnya dengan senang hati.
"Pwuah~" Akhirnya ia bisa menghirup udara segar setelah sekian lama ia menutup hidung serta mulutnya menggunakan masker. Sungguh ini baru pertama kalinya ia memakai benda seperti itu.
Orang-orang yang sedari tadi melihatnya dengan gemas kini mengganti jadi terkagum-kagum saat melihat pahatan wajah Gray yang membuat mereka tidak dapat berkata apapun.
Sementara Gray tidak menyadari akan hal itu. Ia terlalu asik dengan dunianya memakan es krim seraya bersenandung riang.
Gray melangkahkan kembali kakinya untuk mengelilingi dan melihat keindahan mall tersebut. Ya di mata Gray itu indah, berbeda dengan mereka yang sering kali keluar masuk mall tersebut.
Melupakan fakta bahwa sedari tadi kakak beradik dari keluarga Lais sedang mencari keberadaannya. Yups, Gavin dan Yervant kehilangan jejak Gray karena banyaknya orang yang sedang berkunjung ke mall tersebut.
Baiklah, kita kembali pada kakak beradik keluarga Lais itu.
Mereka berlari tanpa melihat ada orang yang berlalu lalang di depan mereka. Sampai mereka berlari sambil menabrak orang-orang tersebut saat mereka hendak mengejar Gray yang dimana pada akhirnya mereka kehilangan jejak Gray.
"Astaga... Hah... Hah... Kemana bocah itu pergi... Hah... Cepat kali dia hah... Menghilang hah... Hah..." Kata Yervant mengatur nafasnya tidak sadar diri kalau dia juga masih bocah mengingat umur mereka yang bisa diperkirakan sama, mereka itu sebaya.
Gavin sendiri hanya diam melihat ke sekitarnya seraya mengatur nafasnya sampai matanya menemukan titik terang tentang keberadaan orang yang mereka cari.
Tepat di depan sana, Gray sedang duduk santai menikmati es krim yang mungkin ia beli tidak tahu dimana.
Tanpa bicara dan nafas yang belum teratur, Gavin langsung menarik tangan adiknya untuk mengikutinya. Ia tidak mau kehilangan jejak lagi yang berakhir anak pamannya itu hilang.
Sementara Yervant yang belum siap dengan apa yang dilakukan Gavin secara tiba-tiba itu membuatnya sedikit oleng. Untung saja ia tidak jatuh terjungkal ke depan, kan tidak lucu.
Tapi, Yervant hanya pasrah aja diperlakukan seperti itu. Yervant sendiri sudah hafal dengan sifat kakaknya itu, pasti kakaknya itu menemukan apa yang sedang mereka cari sedari tadi. Jadi, ia tidak berkomentar apapun yang dilakukan Yervant saat ini hanya bisa mengikuti kemana langkah kaki kakaknya itu membawa dirinya seraya mengatur nafasnya yang sedari tadi belum teratur.
Gavin semakin mempercepat kan langkah kakinya saat melihat Gray di depan sana hendak beranjak dari tempatnya dimana secara tidak langsung Yervant jadi ikut melangkah cepat sesuai dengan kecepatan langkah kaki kakaknya itu.
TAP!
Gavin berhasil menggenggam tangannya Gray saat ia hendak pergi dari sana.
Gray yang merasa tangannya sedang di genggam seseorang itu langsung membalikkan badannya untuk melihat siapa yang menggenggam tangannya. Kalau ditanya bagaimana perasaannya saat ini, ya tentu saja jantungnya berdetak kencang. Berdetak tidak seperti biasanya karena ia sedikit takut dengan kemungkinan yang akan ia alami ke depannya.
"Vinvin!' katanya riang saat melihat keberadaan Gavin yang sedang berdiri tepat di depannya seraya menggenggam tangannya.
"Yak! Kau bocah! Astaga! Aku bisa gila kalau paman tahu kau hilang!" Itu Yervant, sungguh ia kesal dengan perbuatan Gray yang seenak jidatnya pergi begitu saja tanpa berpamitan.
Untung saja ketemu. Kalau tidak? Mereka tidak tahu bagaimana nanti nasib mereka nanti.
"Benarkah? Bahkan ayah tidak mengakui keberadaan ku." Gumamnya yang tidak bisa di dengar oleh siapapun mengingat situasinya yang begitu ramai ditambah dengan suara Gray yang begitu kecil.
"Mau?" Tanya Gray menampakkan tampang tidak bersalahnya seraya menyodorkan es krim yang baru saja ia beli tadi.
Masih ada tersisa sedikit lagi serta corong es krim yang masih utuh.
"Yaampun! Orang panik malah ditawarkan es krim! Sungguh luar biasa!" Kesalnya.
Sementara Gavin masih diam, ia masih mengatur nafasnya yang masih belum teratur itu sampai beberapa menit kemudian ia membuka dasi yang ia pakai dan mengikatnya pada tangan kiri Gray dan tangan kirinya.
Sungguh pemikiran yang sangat luar biasa. Hal tersebut semakin mengundang banyak orang untuk melihat ke arah mereka.
Bicara soal dasi, tadi ia pergi ke mall dengan pakaian formalnya. Gavin malas ganti baju.
Yervant sendiri tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Ia tercengang dengan perbuatan kakaknya itu. Memang sih pemikiran seperti itu yang mereka butuhkan agar Gray tidak pergi jauh lagi dari mereka tanpa berpamitan, tapi tidak menggunakan dasi juga!
Yervant hanya mampu menepuk jidatnya dengan semua kejadian yang ia alami saat ini. Sungguh hari yang melelahkan.
"Kenapa aku diikat?" Tanya Gray yang masih tidak menyadari akibat dari perbuatannya itu. Bahkan dengan polosnya ia mengangkat tangannya yang terikat seraya menggoyangkannya.
Sungguh luar biasa bukan?
"Untuk menutup kemungkinan kalau ada anak macan yang kabur dari pengawasan pengawasnya." Kata Gavin acuh seraya mengikat tangannya menggunakan dasi tersebut yang dimana ia sudah mengikat tangan Gray terlebih dahulu.
"Tapi aku--"
"Berhentilah berbicara atau aku akan meninggalkanmu di sini biar kau di culik orang jahat terus di mutilasi." Kata Gavin kesal dimana perkataannya itu tidak seharusnya ia ucapkan.
Lihat sekarang, akibatnya Gray bergidik ngeri. Ia jadi takut dengan apa yang baru saja Gavin katakan padanya. Ia tidak mau diculik dan dimutilasi. Ia masih ingin hidup menghirup udara segar dan menikmati dunia yang belum pernah ia jamah itu. Bahkan ia baru pertama kalinya keluar dari tempat ternyaman nya setelah sekian lama mendekam di dalam mansion orang taunya.
Bagaikan burung yang terperangkap dalam kandang emas. Begitulah keadaan Gray saat ini.
Gray mengerucutkan bibirnya kesal yang masih setia memakan es krimnya yang sebentar lagi akan habis.
"Bukankah itu Gavin dari keluarga Lais?" Tanya salah satu pengunjung yang ada di sana kepada temannya yang berdiri tepat di sampingnya.
"Huh? Mereka sedang membicarakan Vinvin." Kata Gray yang tidak sengaja mendengar salah satu pengunjung yang menyebut nama Gavin, sepupunya.
"Biarkan saja, itu sudah biasa." Jawab Yervant
"Kalau itu Gavin berarti yang di sebelahnya itu Yervant? Secara kan dimana ada Gavin pasti ada Yervant!" Katanya mengingat fakta yang satu itu.
"Lalu yang di depan mereka itu siapa?"