Beberapa saat diam Asia memutuskan untuk pergi dulu ke kampus lalu menuju restoran agar dia bisa sarapan toh hari ini dia tak mau masuk. Setelah Alexi memarkirkan mobilnya, Asia turun secepat mungkin pergi ke dosennya.
"Alexi-san." Panggilan dari Kaito ditanggapi senyuman oleh pria itu.
"Hai Kaito, mau kuliah?"
"Ya. Sedang apa kau di sini?"
"Menunggu seseorang. Dia baru saja masuk, aku menunggunya untuk pergi."
"Apa seorang gadis?" Senyuman Alexi yang melebar cukup menjadi jawaban bagi Kaito.
"Apa dia adalah Asia?" Tampang Alexi tak berubah terkejut membuat Kaito heran.
"Kalau benar, kau mau membawanya ke mana?"
"Ke calon mertuanya." Makin heran saja Kaito mendengar hal itu namun sebelum dia bisa menanyakan lebih banyak lagi datanglah Asia menghampiri mereka.
"Abang, baru sampai?" Kaito membalasnya dengan mengangguk.
"Asia, kau mau kuliah?"
"Tidak aku hanya memberikan keterangan jika aku dalam kondisi yang kurang baik. Aku akan pergi dengan Alexi, mau sarapan." Kaito ber-oh ria bersamaan mengangguk perlahan.
"Kalau begitu kami pergi dulu ya Abang,"
"Iya hati-hati." Asia dan Alexi lalu masuk ke dalam mobil milik Alexi yang langsung melaju menuju jalan raya. Mobil pun berhenti di sebuah restoran.
"Setelah ini ikut aku ya bertemu kedua orang tuaku." ujar Alexi seraya menyuapi Asia.
"Ini hari ulang tahunmu?" Alexi tersenyum lebar.
"Ya, kalau tidak mana mungkin Ayah dan Ibuku datang ke sini untuk bertemu denganku."
"Astaga!" pekik Asia tiba-tiba.
"Ada apa?"
"Aku belum membelikanmu sebuah hadiah. Setelah ini ayo kita ke mall membeli sesuatu untukmu."
"Tak perlu Asia, kau cukup datang bersamaku saja itu sudah lebih dari cukup jika tidak aku tak butuh barang aku hanya menginginkanmu." Seketika Asia teringat akan ucapan Alexi yang berada di rumah sakit.
Satu kata yang terlintas. Ciuman. Asia bergidik lalu menggerakkan kepalanya ke atas dan ke bawah tanda setuju. Mereka tak menyadari jika perhatian pengunjung tertuju pada keduanya. Pemandangan langka melihat seorang pria menyuapi seorang gadis terlebih sikap mereka yang menurutnya manis.
Bahkan beberapa dari pelanggan itu mengambil gambar mereka secara diam-diam lalu memposting di media sosial. "Mereka manis ya,"
"Cowoknya tampan sementara si ceweknya juga cantik."
"Sepertinya mereka pasangan kekasih jika tidak mana mungkin mereka bersikap mesra seperti itu."
"Aku iri pada gadis itu. Pacarnya sangat perhatian sampai-sampai disuapi."
"Kalau mau pamer kemesraan jangan di sini, bikin orang cemburu saja." Desas-desus terdengar di telinga Asia. Dia tampaknya tak nyaman dan berusaha menyelesaikan sarapannya.
Asia lekas keluar meninggalkan Alexi yang masih membayar. Pria itu heran melihat sikap Asia seakan menghindar dari sesuatu. "Kenapa kau terlihat gelisah seperti dari tadi?" tanya Alexi setelah menghampiri Asia. Gadis itu terdiam di sebelah mobil milik Alexi.
"Kau tak mendengar ucapan mereka, mereka memperhatikan kita. Para pelanggan itu juga bahkan ada yang mengambil gambar. Apa kau tak keberatan?"
"Tidak kok. Kita akan mempunyai hubungan nantinya." Asia mendesis kesal dan masuk ke dalam mobil. Alexi masuk lalu mengemudikan mobilnya menuju Denzel Company.
"Jadi di sini kita akan menemui Ayah dan Ibumu?"
"Iya. Anggap saja ini rumahmu." Sepasang mata Asia melihat sekeliling. Aroma wangi yang menyeruak membuat Asia merasa nyaman.
"Ruangmu nyaman, enak lagi aromanya." Asia lalu mencoba untuk duduk di kursi tepat di belakang meja kerja milik Alexi.
"Baguslah." Alexi menarik Asia bangkit berdiri dan mengambil tempat duduk tersebut. Tentu saja Asia kesal namun tidak ada yang bisa dia lakukan.
Sebelum Asia melangkah menjauh, Alexi menangkap pergelangan tangan Asia. "Kau mau ke mana?"
"Mencari tempat duduk." balas Asia ketus.
"Tempat dudukmu sudah ada di sini tahu."
"Di mana?" Alexi tersenyum nakal seraya menepuk salah satu paha dengan tangannya yang bebas.
"Kau mau aku duduk di pahamu? Itu gila, lepaskan aku!"
"Tidak, duduklah di sini."
"Aku tak mau!" Asia meronta namun tenaga Alexi jauh lebih besar. Tepat saat itu juga pintu ruangan CEO terbuka menampakkan satu pria dan satu wanita. Jika diteliti lebih seksama maka pria paruh baya itu sangat mirip dengan Alexi. Apa dia adalah Ayah Alexi? Kalau ya maka yang di samping itu adalah Ibunya Alexi.
Baru kali ini dia melihat wanita yang cantik tentunya setelah Ibunya sendiri. Ayah, Ibu, kalian sudah datang rupanya."
"Iya, selamat ulang tahun ya Alex. Semoga kamu panjang umur, sehat dan sukses selalu." doa Wenda sembari menghampiri Alex. Dipeluknya pria itu kemudian mengecup salah satu pipi putranya itu.
Demikian pula Axton, mengucapkan selamat dan memeluk sebentar sang anak semata wayang. "Ini siapa?" tanya Wenda melihat kepada Asia.
"Namaku Asia Wynne, Bibi aku adalah.."
"Dia calon istriku, Ibu." Perkataan Alex membuat mereka yang berada di dalam ruangan itu terperanjat. Asia memberikan pukulan keras di punggung Alex lalu menyangkal.
"Tidak Paman, Bibi. Aku ini adik dari temannya, kami hanya berkenalan beberapa hari."
"Ibu, aku pernah bercerita tentang seorang gadis yang memintaku untuk telanjang bukan? Nah ini gadis yang aku ceritakan padamu." Sekali lagi Asia meninju punggung Alex dengan keras karena celetukannya.
"Jangan dengarkan dia Paman dan Bibi. Ya, aku yang salah atas insiden itu tetapi selebihnya pria gila ini yang mengejarku." balas Asia menerangkan apa yang terjadi bahkan mengaku bersalah.
"Aku gila karenamu!" sela Alexi. Asia melotot kesal kepada Alex. "Bisakah kau diam sedikit? Karenamu aku terganggu." Dimulailah pertengkaran antara Alex dan Asia dihadapan mereka berdua.
"Diam sebentar!" perintah Alexi dipatuhi oleh Asia yang secepatnya bungkam. Dia memalingkan mukanya kepada kedua orang tua. "Aku ingin Ayah dan Ibu datang ke sini adalah untuk merestui pernikahan kami."
Sekali lagi, mereka terperanjat. "Kalian sudah menikah?" Asia buru-buru menggeleng sambil tertawa renyah.
"Aku sudah bilang kepadamu, aku tak mau menikah denganmu Alexi Denzel! Aku masih ingin kuliah." Alex melirik lagi pada Asia.
"Itu mudah, kau bisa melanjutkan setelah kita menikah nantinya aku yang akan membayar uang kuliahmu." Asia geram.
"Aku baru berumur 18 tahun!"
"Usia aku tak permasalahkan toh sewaktu Ibumu menikah dengan Ayahmu saat usia 18 tahun." jawab Alex tenang.
"Dari mana kau tahu tentang--"
"Ayahmu yang menceritakannya padaku." Asia menepuk jidatnya. Bisa-bisanya Ayahnya itu memberi tahu pada tamu asing tentang cerita keluarga.
"Itu beda! Ayah dan Ibuku itu saling mencintai!" hardik Asia membalas ucapan Alex.
"Jadi kau pikir kita tak seperti itu?" Asia terkesiap. Dirinya bergumam dan memainkan jari dengan kikuk. Alex yang tak tahan, menarik Asia lebih dekat lagi.
Asia tentu saja tak suka dengan tindakan Alex. Lantas kepalanya menengadah, namun sungguh tak diduga oleh Asia. Pria berusia 27 tahun tersebut mencondongkan kepala hingga bibir mereka bertemu.