Di dalam mobil Adya menekuk wajah. Beberapa kali dia melirik ke arah samping kemudian membuang napas pendek. "Kamu yakin Nandini dan Alexi ada di hotel?"
"Tentu saja Nandini yang memberitahuku," balas Asia ketus.
"Lalu kenapa kau mau ke sana? Itu mungkin hanya akal-akalan Nandini supaya kamu tuduh Alexi selingkuh dan bercerai." Asia melirik Adya kesal. Inilah sifat yang paling tak disukai wanita itu dari sekretaris sang suami.
Sok tahu! Mood Asia sedang buruk dan Adya makin menambah sebal saja. "Aku tahu soal itu tapi tak ada salahnya kan kalau kita memeriksa lebih dulu," pungkas Asia.
"Dia mengangkat teleponnya Alexi wajar kalau aku datang ke sana," lanjutnya.
Adya melirik sebentar ke arah Asia dengan kening mengkerut. "Aku tidak percaya kalau mereka berdua ada di satu kamar, setahuku Alexi tidak menyukai Nandini setelah mereka putus."
"Oh iya aku lupa menanyakan sesuatu. Nandini itu mantan pacarnya Alexi, kan?" Adya mengangguk.
"Kenapa mereka putus?" Asia bertanya lagi. Lawan bicaranya tidak menjawab, dia lebih fokus melihat rambu lalu lintas dan berhenti sejenak ketika lampu lalu lintas berubah merah.
"Itu semua sebab ulah Nandini. Jika saja dia tak memaksa kehendaknya mungkin saja wanita yang dinikahi Alexi itu bukan kau tapi dia," Adya memberi jawaban.
"Maksudmu?" Asia tak mengerti.
"Nandini terlalu posesif dan sering mengancam Alexi jadi mereka putus." Kali ini gadis itu paham. Asia juga tak akan mau berada dalam hubungan toxic.
"Asia, kalau mereka benar-benar dalam satu kamar ... apa yang akan kau lakukan?" Asia diam, berpikir sejenak lalu berucap.
"Tentu saja aku menghukum mereka." Senyum smirk Asia merekah.
"Termasuk Tuan Alexi?" Adya menerka.
"Tentu saja. Selogis apa pun penjelasannya tapi dia sudah membuatku tidak tenang semalaman, aku akan buat dia merasakannya juga." Dari ekor mata Asia bisa melihat Adya hendak membuka suara, tatapannya kesal.
"Jangan membantahku. Ini urusan kami berdua, meski dia sahabatmu atau atasanmu aku tak peduli." Adya mendengus. Raut mukanya terus saja masam sampai mereka tiba di tempat tujuan.
"Kau yakin?" Adya meragu.
"Ya aku serius. Ayo kita labrak perempuan tak tahu malu itu!" ujar Asia serius. Dia terdengar bersemangat pula.
Usai memarkirkan mobil, keduanya segera ke lantai atas tanpa menyapa receptionis. Nandini telah memberitahukan nomor kamar yang digunakan jadi bergegaslah mereka ke sana.
Dalam lift Adya terus melempar pandangan pada wanita berusia 18 tahun itu. Ada perasaan gelisah juga kasihan kepada Asia sementara Asia sendiri tampak tegar.
Bahkan sesekali meracau umpatan untuk Nandini. Pintu lift terbuka dan dengan tak ragu mereka melangkah keluar. Kamar dengan nomor 201 sudah berada di depan mata, langkah Asia makin cepat saja namun sebelum sampai mendadak pintu terbuka menampakkan Alexi--suami Asia.
Tanpa dasi yang melilit di sekitar kerah dia berjalan keluar disertai wajah tak suka. Asia termangu sesaat, ia ingin memanggil sang suami. Alangkah terkejutnya wanita itu ketika sosok Nandini tiba-tiba saja keluar dan merangkul manja Alexi dari belakang.
Muka Asia memerah sebab amarah terutama mendengar suara sok manis dari mulut Nandini, dia tak tahan lagi. Lekas saja Asia mendekati mereka.
Mata Alexi melotot sementara Nandini tersenyum puas. "Asi-" Asia tidak membuang waktu. Tanpa harus mendengarkan seluruh kalimat yang keluar dari mulut sang suami, dia memilih menjambak rambut Nandini lalu menariknya masuk ke dalam kamar.
Pintu ditutup dengan keras menimbulkan suara tak kalah nyaring. Nandini kontan menjerit akibat ulah Asia. Ketika wanita itu melepaskan jambakannya barulah dia berhenti mengaduh.
Mata Nandini tertuju pada Asia, marah. "Dasar jalang kecil sialan, beraninya kau menjambakku!" maki Nandini sembari mendekat.
Dia ingin membalas perbuatan Asia. Tangannya yang menunjuk segera dipegang oleh istri dari Alexi. Nandini kaget dan sebelum sadar tamparan keras mendarat di salah satu pipinya.
Tidak menunggu lama tamparan kedua mendarat di pipi lain lagi dan hal itu berulang kali sampai Nandini berteriak jeri.
Belum selesai rasa sakit yang diterima, Asia kembali menarik rambut milik wanita penggoda itu. "Jalang katamu? Harusnya kau sadar diri! Kau membawa suamiku ke hotel sialan!"
Meski kesakitan di bagian kepala tapi Nandini sadar jika sekarang Asia lengah. Berkat hal itu pula dia berhasil menampar pipi wanita berusia 18 tahun tersebut bahkan kukunya yang panjang melukai pipi Asia.
Nandini menyeringai puas. "Bukan kau saja yang bisa menampar, jalang kecil!"
Asia mendecih. Diusapnya luka segaris itu seraya tertuju ke arah Nandini. "Baiklah kalau kau sok kuat karena aku tak akan menahan diri lagi."
Di luar kamar Adya serta Alexi mendengar suara gaduh dari balik kamar. Ada suara teriakan turut juga umpatan. Tidak ada yang tahu bagaimana nasib kedua wanita itu dan mereka cuma bisa diam.
Para tamu hotel yang mendengar kerusuhan ikut melihat keluar dari kamar. Di antara mereka ada yang segera memanggil petugas hotel. Kurang dari 15 menit, pintu terbuka menampakkan Asia merapikan gulungan lengan baju.
Sedang Nandini terkapar tak berdaya di lantai. Rambutnya awut-awutan, terdapat banyak memar terutama di bagian wajah termasuk bibir yang sedikit bengkak serta sobek, mengeluarkan darah segar.
Tubuhnya sengaja dibalut dengan selimut agar orang-orang tak melihat bagian badan yang terekspos mengingat Nandini hanya memakai baju mandi.
"Akan kuadukan pada polisi tentang hal ini," lirih Nandini mengancam. Asia hanya memandang rendah ke arah wanita yang dibuatnya babak belur.
Dengan senyum menantang, dia membalas. "Silakan saja, aku tak peduli bahkan jika harus dipenjara malah aku sangat puas sebab menghajarmu. Oh iya aku sudah mengatakan masalah ini sama Ayah mertua dan dia tak mau kau bekerja dengan Alexi lagi jadi jangan pernah datang ke perusahaan sebab kau ada di blacklist Denzel Company."
Penjelasan Asia membuat Nandini terperangah. Hancurlah segalanya, berada di daftar blacklist Denzel Company sangatlah buruk, sangat buruk sampai-sampai kau tak bisa bekerja di industri bisnis.
"Oh aku hampir lupa satu hal," Asia bergumam. "Jangan pernah kau mendekati suamiku!" Suara nyaring Asia menjadi selesainya perbincangan antara kedua wanita berbeda usia itu.
Dia melihat sebentar ke arah Alexi dengan muka jengkel lalu pergi setelah meminta Adya agar mengantarnya pulang.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!