Saat itu, Xing Jiu'an benar-benar putus hubungan dengan Mu Qing. Teman-teman dan kerabatnya yang biasanya selalu berada di sampingnya menjauhinya satu demi satu, dia pun sendirian. Dia menjadi takut karena hal tersebut. Mungkin karena dia sangat pintar dan daya ingatnya cukup bagus, dia masih ingat jelas masa-masa ditinggalkannya di kehidupannya sebelumnya.
Xing Jiu'an sudah mengalami bagaimana rasanya ditinggalkan, hancur, dan kenangan yang sulit dilupakan. Hal seperti itu membuatnya takut, waspada, sekaligus lebih berhati-hati. Meski dia tahu bahwa Mu Qing saat ini tidak berubah dan dia juga sudah berbicara dengan gurunya, dia masih merasa malu.
Dia terlalu peduli kepada Mu Qing, oleh karena itu, dia merasa malu.
"Guru, aku takut…" Suara Mu Qing terdengar pelan dan ringan. "Aku sudah biasa menjaga Jiu'an. Kalau dia benar-benar tidak membutuhkanku, aku tidak tahu harus bagaimana."
Sang guru tidak bisa berkata apa-apa lagi selain menghibur Mu Qing. Dia memutuskan menunggu Xing Jiu'an untuk menemukan sendiri jawaban atas rasa takutnya. Setelah menutup telepon, rasa kantuk sang guru menghilang begitu saja. Dia berjalan keluar. Cahaya bulan sangat terang di luar sana dan dia mencari tempat duduk untuk duduk sepanjang malam.
***
Xing Jiu'an bermimpi dalam tidurnya. Setelah terbangun, dia melihat sekelilingnya dengan tatapan kosong. Dia mendadak teringat bahwa dirinya yang sekarang ini berusia 19 tahun. Dia tahu bahwa dirinya telah banyak berubah, namun tidak mudah baginya untuk berubah menjadi gadis berusia 19 tahun lagi.
Saat ini masih pagi, Mu Qing biasanya memanggil Xing Jiu'an untuk menikmati sarapan pada pukul 8 pagi. Sekarang waktu baru menunjukkan pukul 6 lebih, namun Xing Jiu'an tidak bisa melanjutkan tidurnya lagi. Tanpa dia sadari, dia memikirkan Lu Zhichen semalam.
Di kehidupan terakhirnya, Xing Jiu'an dan Lu Zhichen adalah dua orang asing. Lu Zhichen sendiri sama sekali tidak peduli dengan Huo Chulan. Meski bekerja sama dengan Keluarga Huo, namun Lu Zhichen sama sekali tidak memedulikan urusan keluarga tersebut. Kembalinya Xing Jiu'an ke Keluarga Huo tidak diketahui banyak orang. Namun, banyak orang-orang di lingkungan tersebut yang mengetahui identitasnya. Bagaimanapun juga, Keluarga Huo adalah keluarga yang kompleks.
Keluarga Huo saat itu lebih menyukai Huo Chulan dan tidak terlalu memedulikan Xing Jiu'an yang baru saja mereka temukan, terlebih mengungkapkan identitasnya di muka umum. Meskipun hal itu merupakan kenyataan yang dikenal banyak orang, tapi Keluarga Huo masih juga belum mengadakan acara untuk memperkenalkan Xing Jiu'an di depan umum secara resmi.
Xing Jiu'an selalu disukai dan dilindungi oleh guru serta para saudara seperguruannya. Dia merendahkan dirinya sendiri karena dia menyadari bahwa sebagian besar rasa sakit yang dialaminya di kehidupan sebelumnya adalah karena dirinya sendiri. Dia tak bisa menyalahkan orang lain.
Tiba-tiba, ponselnya berdering mendadak. Seorang temannya menambahkannya di WeChat. Dalam catatan di WeChat itu, tertera nama Su Yize, adik seperguruannya. Xing Jiu'an menekan dan menerima permintaan pertemanan itu. Segera setelah itu, dia menerima sebuah pesan. Awalnya, Su Yize menyapanya dengan sopan, lalu mengirimkan pesan berikutnya.
Su Yize: 'Kakak, aku akan segera kembali ke ibu kota. Apa Kakak bersedia menjemputku?'
Ada juga emoji yang sangat lucu yang disematkan di belakang pesan teks itu. Xing Jiu'an menggerakkan jarinya dan mengirimkan sebuah pesan balasan.
Xing Jiu'an : 'Ya'
Di kehidupannya yang dulu, Xing Jiu'an sama sekali tidak mengetahui keberadaan adik seperguruannya ini. Dia juga tidak ikut dalam pertandingan balap mobil semalam. Sepertinya, semuanya sudah benar-benar berubah. Atau mungkin sudah berubah sejak dulu.
Su Yize membalas pesan itu dengan emoji bahagia, lalu mengucapkan terima kasih kepada Xing Jiu'an. Dia kemudian menatap sang guru yang duduk di sampingnya.
"Guru, Kak Jiu'an mengatakan 'ya'.
"Kalau begitu, berkemaslah dan siap-siap pergi."
Mendengar hal itu, Su Yize tertegun. Dia berkata berkata, "Guru, aku belum makan."
"Kamu ini memang merepotkan…" Sang guru berdiri dan berkata, "Masaklah mie sendiri dan pergilah setelah makan. Kakak Pertama-mu sudah mengaturnya untukmu."
Su Yize melirik ponselnya. Xing Jiu'an tidak membalas pesannya lagi, lalu dia menghela napas panjang dan berkata, "Aku benar-benar anak yang malang."