Sesampainya di rumah orang tua Eira sudah menunggunya di halaman rumah duduk di kursi taman depan rumahnya. Kedua orang tuanya pun melihat Eira pulang dan Vee membukakan pintu mobil untuk Eira.
"Yah, lihatlah mereka sangat serasi sekali, ayo kita kesana!" kata Ibu yang sudah menanti mereka pulang.
"Benar, mereka sangat serasi, tapi sayangnya putriku belum bisa membuka hatinya," jawab Ayah.
Ibu menepuk lengan ayah karena kesal.
"Lihat saja dia akan jatuh cinta pada Vee," kata Ibu yang sangat yakin.
"Baiklah kita tunggu saja."
Mereka pun mendekati Vee dan Eira.
"Selamat malam Tante, Om, maaf membawa Eira pulang sangat larut," kata Vee menyapa kedua orang tua Eira.
"Tidak papa nak Vee, ini belum terlalu larut baru jam sepuluh malam," jawab Ibu.
"Itu juga sudah larut Bu," sahut Ayah.
"Maaf Om tadi saya mengajaknya untuk makan dan menonton, keluar dari bioskop sudah jam segini, ini salahku maafkan aku Om," jawab Vee.
"Tidak masalah, selagi anakku aman itu tidak jadi masalah," kata Ayah.
"Masuklah dulu Nak, kita ngobrol sebentar," kata Ibu.
Eira dan Ayah menatap Ibu.
"Bukannya mau menolak ajakan Tante, tetapi sebaiknya aku pulang sekarang karena sudah malam, tidak enak jika di lihat tetangga," jawab Vee menolak dengan sangat sopan.
"Kau anak yang baik Vee, baiklah kembalilah lagi besok, kau ku ijinkan membawa putriku setiap hari untuk bekerja," kata Ayah yang mempercayai Vee.
"Benarkah? Jadi Om dan Tante mengijinkan aku untuk pergi dan pulang bersama?" tanya Vee meyakinkan sambil tersenyum.
Ayah pun menganggukan kepalanya.
"Baiklah kalau begitu saya permisi Om, Tante, selamat malam," kata Vee dan pergi meninggalkan rumah Eira.
Eira hanya diam saja mendengar hal itu di ucapkan oleh Ayahnya.
"Rupanya tidak ada kata protes di kamus putriku hari ini, ayah jadi curiga!" ujar Ayah menggoda.
"Ayah, kenapa ayah bilang begitu tadi?" tanya Eira yang baru saja protes.
"Loh kok protesnya terlambat, kau sudah mulai menyukainya?" tanya Ayah.
"Tidak Ya, seharusnya ayah jangan mempercayakan putrimu ke orang yang baru saja Ayah kenal, jahat sekali menyerahkan putrinya begitu saja, aku masih bisa pergi dan pulang sendiri Yah," kata Eira.
"Tapi Ayah sudah terlanjur bilang padanya, lalu mau bagaimana lagi dong?" tanya Ayah mengoda.
"Sudah jangan kau goda terus putrimu, biarkan dia istirahat, dia pasti lelah…lelah karena mengontrol jantungnya, secara nak Vee sangat tampan hari ini," goda Ibu.
"Ibu dan Ayah sama saja, sudahlah aku akan pergi ke kamar bebersih dan tidur, selamat malam Yah, Bu!" kata Eira melarikan diri.
"Lihatlah dia, senyumnya penuh misteri, aku sangat berharap untuk nak Vee," kata Ibu.
"Semoga saja yang kau pikirkan benar, tapi aku akan tetap mendukung putriku untuk bersama siapa saja yang putriku cintai," jawab Ayah.
Mereka pun juga masuk dan mengunci pintu lalu kembali ke kamar untuk beristirahat. Setelah berberes Eira pun langsung merebahkan tubuhnya.
"Ahh lelah sekali!" gumamnya.
Eira mulai menutup matanya dan terlelap dalam tidurnya dia pun sudah berada di alam mimpi. Eira mulai berjalan mencari keberadaan Lord tetapi semua temoat di rumah itu tidak ada Lord, dia cari ke kolam renang pun juga tidak ada, semua tempat tidak ada, dan ternyata dia berada di atas tempat tidur di sebuah ranjang terbang di atas awan, mata Eira pun di kedip-kedipkan tidak percaya melihat hal itu.
"Mengapa ranjang yang di tiduri Lord melayang, lalu bagaimana aku bisa kedalam sana?" tanya Eira kebingungan ingin melangkah ke ruang yang baru saja ia buka dan ternyata isi dari ruangan itu adalah hal yang tidak bisa di pikirkan oleh nalar.
Ketika Eira ingin melangkah masuk ke ruangan itu Eira pun mencoba menginjak keluar pintu, tetapi ternyata dia tidak bisa menginjaknya.
"Mengapa di sini ada langit? Atau jangan-jangan di sini memang sebenarnya ada di atas langit? Kenapa aku baru mengetahuinya, lalu ada apa dengan semua pemandangan di rumah ini, apa yang aku lihat ini?" dalam pikiran Eira pun terus terpikirkan hal hal yang tidak masuk akal.
"Apa ini salahku? Mengapa dia tertidur di sana? Mengapa aku tidak bisa menggapainya?" tanya Eira lagi.
Dia pun duduk meringkuk dan menangis karena tidak bisa menemui Lord yang sedang tidur pulas di ranjang melayang di atas awan itu. tak lama kemudian Lord pun terbangun dan melihat kearah Eira yang sedang menangisi dirinya. Dia pun berjalan kearah Eira tanpa takut terjatuh dari langit itu.
"Eira! apa yang kau lakukan di sini?" tanya Lord.
Eira pun melihat Lord dan langsung memeluk Lord.
"Lord apa yang terjadi padamu? Kenapa kau tidur di sana? Aku bahkan tidak bisa berjalan menemuimu di sana?" tanya Eira yang tidak ada habisnya.
"Tidak sembarangan orang bisa menghampiri aku di sana Ra, maaf sudah membuatmu khawatir," jawab Lord.
"Lalu apa yang kau lakukan?" tanya Eira.
"Aku hanya sedang tidur saja," jawab Lord.
"Tapi kenapa tidak di kamar saja?" tanya Eira.
"Tidak Eira, tidurku ini tidak tidur sepertimu, kali ini aku sedang melakukan sesuatu di dalam tidurku, sekarang ayo kita kembali kedalam rumah aku sangat lelah dan lemas, bisa kah kau membawakan aku air hangat?" tanya Lord.
"Baiklah aku akan membawakanmu air hangat," Eira langsung beranjang dan pergi mengambil air hangat untuk Lord.
Lord mengikutinya dari belakang dan duduk di sofa depan televisi.
"Sebaiknya aku katakana atau tidak ya? Jika aku mengatakannya apakah tidak papa untuk Lord, lebih baik aku merahasiakan saja, aku tidak akan mengatakannya," gumam Eira dalam hati.
Eira mendekati Lord sambil membawa air hangat.
"Kau kenapa Ra? Apa ada hal yang ingin kau ceritakan padaku?" tanya Lord memancing.
"Apa kau tidak papa Lord? Apa kau sedang sakit? Apa ada sesuatu yang kau sembunyikan dari aku?" tanya Eira.
"Kenapa kau bertanya padaku, padahal aku duluan yang bertanya padamu, kau menyembunyikan sesuatu?" tanya Lord lagi.
"Tidak Lord, aku hanya khawatir saja denganmu yang terlihat tidur di ruangan itu tadi, aku masih syok," jawab Eira.
"Jadi kau tidak ingin mengatakan padaku Ra? Jika begitu aku juga tidak akan memberitahu kabar baik yang sudah aku usahakan ini, aku akan segera melihatnya sendiri dengan mata kepalaku sendiri," gumam Lord dalam hati.
"Biarkan saja dia tidak tahu, lagi pula dia hanya ada di dalam mimpiku, tidak di dunia nyataku, biarkan aku merasakan kehangatan dari seorang teman dekat yang selalu bersamaku, setidaknya hingga Lord mendatangiku langsung di dunia," gumam Eira dalam hati.
Mereka pun saling diam karena sibuk dengan pikiran masing-masing. Lord pun menyalakan televisi dan menonton sebuah berita. Eira pun juga ikut menonton.
"Ijinkan aku untuk serakah kali ini, semoga dewa tidak menghukumku," gumam Eira dan bersandar pada bahu Lord.
"Kau kenapa Ra?" tanya Lord yang berpura-pura tidak tahu apa yang Eira bicarakan di dalam hatinya.