"Tidak," Mo Yesi menyela dengan suara yang dalam, "Tidak ada yang bisa memaksaku untuk melakukan apa yang tidak ingin kulakukan. Itu adalah pilihanku sendiri."
"Apakah kau menyukainya?" tanya wanita itu dengan suara yang sedikit bergetar, "Bukannya kau tidak bisa menyentuh wanita? Apakah penyakitmu sudah sembuh?"
"Dia adalah pengecualian," Mo Yesi mengusap alisnya dan menatap gadis yang keluar dari kamar mandi dengan membawa pengering rambut. Lengkungan di sudut bibirnya menjadi semakin dalam, "Aku bisa menyentuhnya."
"Jadi kau akhirnya menikah dengannya karena hal ini?"
"Ya, tapi tidak semuanya seperti itu."
"A Si... Pernikahan bukanlah permainan. Kau tidak seharusnya begitu sembarangan dan langsung…"
"Sudahlah," potong Mo Yesi. Bujukan wanita itu membuat alis Mo Yesi menunjukkan ketidaksabaran dan nadanya menjadi lebih dingin, "Ini urusanku sendiri dan aku tahu harus berbuat apa. Apa masih ada urusan lain?"