Aku panik sepanik-paniknya. Saat ini posisiku sedang terlentang dilantai dan tanganku mengenggam ponsel. Aku sedang menelpon seseorang yang bahkan sebenarnya aku tidak ingin, tapi tidak ada pilihan lain selain dia. Mama papah sedang ada perjalanan bisnis, dan adiku Dandi sedang liburan di Bali, dan aku sempat menelpon nya tadi tapi aku tidak mungkin kuat menunggunya perut ku sudah sangat sakit dan aku benar benar sudah lemah bercampur keringat.
"haloo caa ada apa?"
"please… tolongin gue" kataku dengan suara parau menahan tangis
"caa,, are you okay???"
"lo di rumah kan?? Tunggu gue kesana"
Suara nya menghilang karena aku tidak bisa menjawab apapun, aku hanya menagis dan mungkin dia mendengarnya. Dia pasti sedang menuju kesini karena dialah orang yang tahu betul keadaan ku saat ini seperti apa. Mungkin juga dia sama panik nya dengan ku atau tidak, aku tidak tahu. Aku tidak bisa menebaknya. Kondisi ku saat ini terlentang di lantai, tidak, aku tidak jatuh, aku hanya merebahkan badanku dilantai berharap rasa perih dibagian perutku mereda. Keringatku masih bercucuran, aku takut, sangat takut! karena ini akan mempertaruhkan nyawa dua orang. Antara aku yang hidup atau sesuatu yang ada diperutku ini.
Aku mendengar suara mobil di bawah, itu pasti dia, pria yang ku telpon tadi
"caa…."
"oh my goshh" dia langsung buru-buru menggendongku tanpa meminta ijin.
"kita ke rumah sakit sekarang!!"
Aku tidak bisa berkata apapun karena aku tak henti henti merintih kesakitan, sudah berapa tetes air mata yang ku keluarkan, aku juga tidak tahu. Yang pasti sudah banyak. Dia menggendongku menuju mobil. Aku bisa melihat keringat nya yang mulaii turun di bagian wajahnya dan wajahnya sangat tampan dari jarak sedekat ini. Aku tahu dia pasti sangat panik melihat ku yang sekarang ini, terlihat bagaimana buru-buru nya ia membawaku ke rumah sakit.
Aku sudah duduk di kursi sebelahnya, posisi sandaran kursiku sudah ia turunkan sehingga aku bisa tiduran, aku masih meringis kesakitan.
"caa.. please caa bertahan"
"caa liat guee" perintahnya sembari menyalakan mobil
Dia melihatku dan tentu saja aku dapat mengakap sorot matanya yang ketakutan
"caa, promise me lo kuat" katanya sambil mengenggam tanganku.
Aku sempat kaget karena dia memegang tanganku, aku menagangguk pelan dengan air mata yang masih menetes di pelupuk ku. Laki-laki ini segara melaju dengan kecepatan diatas rata-rata, beruntung jalanan Jakarta sebagus ini sehingga aku tidak merasa terganggu.
****
Aku lupa bagaimana detil nya aku sudah berada di ruangan ini dengan beberapa perawat dan mungkin yang satunya adalah dokter yang tadi membantuku melahirkan. Semua terasa lega saat bayi yang berada di perutku 9 bulan ini keluar. Aku melihat perawat mengangkatnya dari bawah sana, dan tunggu, tanganku terasa berat.
Aku menoleh ke arah tangan kananku, disanalah dia duduk, Dia menggenggam tanganku dengan kepalanya menunduk ditangan ku. aku mendengarnya menangis. Suasana apa ini? Kenapa dia bisa menangis. Aku merasakan tangan ku basah, mungkin ini karena dia menangis di tanganku. Kemudian aku menggerakan tanganku supaya ia sadar bahwa aku disini tidak nyaman. Kemudian dia mengangkat kepalanya dan melihat ku
"caa gue minta maaff sebanyak-banyak nya" tunggu, kenapa dia meminta maaf padaku, bayi nya kan selamat
Aku tidak menjawab apapun, aku masih menangis dan tentu saja aku sedang menahan sakit karena aku baru saja melahirkan.
"caa makasih untuk semuanya"
Dia bangkit dari tempat duduknya dan mendekatkan kepalanya ke arahku, matanya masih sembab mungkin akibat tadi menangis tadi. Tangan kirinya masih menggenggam tanganku, dan tangan kanannya mengelus lembut pucuk kepalaku. Oke aku akui, aku sedikit terharu, aku menangis pelan menyadari takdir ku saat ini.
Aku akan berakhir disini, menjadi seorang ibu dari seorang anak perempuan dia adalah kesalahan terbesar dalam hidupku. Aku memiliki anak tanpa sengaja, karena itu terjadi di luar kesadaranku dan dia, Jaerend Park atasan ku. Tidak ada yang bisa kusalahkan selain diri sendiri yang bisa bisanya mabuk pada saat itu. Aku tidak menyalahkan dia juga, karena dia sama denganku. Kami sama-sama mabuk berat pas itu, dan terjadi begitu saja. Kami bahkan tidak pernah mengobrol selain kepentingan kerja. Dan ingat, dia sudah memiliki pacar, dan akupun masih menyukai pria yang berada di aussie sana.
"caa please jangan nangis lagi, please maafin gue" Jae masih menggengam tanganku dengan kedua tanganya.
"lo kenapa minta maaf" akhirnya aku berbicara setalah berjam jam aku hanya diam menahan sakit
"lo kek gini karena gue, lo ngerasain sakit kek gini karena gue"
"yauda mau gimana lagi je, lo mau apa? Mau gue pergi dari lo?"
"dan sorry gue hubungin lo tadi karena ini urgent" kataku lemah, air mataku masih bercucuran
"gakk caa, lo ngomong apa sih?" katanya sambil melihat ku
Aku paham betul dia mungkin sedih karena melihat ku seperti ini.
"Pak, ibunya mau dipindahkan ke ruang rawat inap dulu ya" kata perawat yang akhinya mengakhiri suasana haru ini.
***
Entah ini sudah jam berapa aku tidak tahu, yang pasti aku kerumah sakit tadi jam 9 malam . Aku terbangun karena merasa haus, aku menoleh kearah kanan tanganku. Yap, Jae masih disana tertidur dengan mengenggam tanganku. Aku bingung kenapa dia bisa se perhatian ini denganku, aku benar-benar kaget.
Karena tidak enak mengganggu, aku akhirnya mengurungkan niat untuk membangunkan nya. Ku lihat sekeliling kamarku, ruangan nya sangat luas untuk ukuran rumah sakit, ada sofa dan juga TV. Mungkin ini ruangan VVIP, aku tidak tahu yang pasti ruangan ini sangat mewah. Aku sekilas melihat tempat tidur bayi di samping kiriku. Mengingat kejadian ini, aku manangis lagi, aku belum bisa melakukan apapun selain menangis
"caa whats wrong?" Jae bangun dan membungkukan badan nya agar bisa melihat wajahku secara dekat.
"caa please jangan nangis terus, gue jadi ngerasa bersalah banget" katanya.
"gue uda hancur je, impian gue semuanya nya tinggal angan-angan"
"gue ga berguna je" tangisku mulai pecah
"no caaa, jangan ngomong aneh-aneh"
"gue tau lo juga hancur je, lo bahkan ga menginginkan ini. Gue tau hati lo hancur karena hal ini lo ga bisa nikahin wanita yang lo sayang"
"gue gabisa je, masih banyak impian yang pengen gue wujudin, gue masih pengen ke aussie, gue masih pengen ngejar cinta gue je"
"ya trus mau gimana lagi ca, sudah terlanjur. Kita sama-sama hancur, trus kita musti ngapain?" tanya nya, dia juga pasti sangat terpukul akan keadaan ini.
"gue capek je, gue capek gue gatau hidup gue akan kaya gimana nantinya" suaraku benar-benar sudah kacau akibat isakan ku
"caa look at me, hidup lo tuh berarti ca, bayi itu butuh sosok ibu dan ayah"
"dan kita harus menjalani peran itu ca, dengan lo uda ngelahirin dia kedunia ini itu artinya lo hebat dan berharga ca" dia mempererat genggaman tangan nya
"trus Alice gimana je?" kataku
"yauda biar dia jadi urusan gue, yang musti lu pikirin adalah gimana lo bisa cepat pulih karena gue ga tega liat lo kek gini ca"
"gue ngerasa bersalah caa" sekarang dia menundukan kepalanya
"harusnya lo ga bakal ngalamin hal kek gini kalo bukan karena gue"
"tapi biar gimanapun, makasih banyak caa uda lahirin anak kita. Makasih sebanyak- banyak nya" suaranya kini kian redup karena sepertinya ia akan menangis
"lo hebat ca, lo perempuan terhebat, lo kuat. Lo hebat karena uda ngelahirin anak kita" sekarang dia benar-benar sudah menangis sepertinya
Aku tidak bisa menjawab semua yang ia bicarakan, aku hanya bisa meneteskan air mataku. Aku tidak ingin dia berangsur angsur dalam kesedihan ini
"je mau minum" aku mencairkan suasana, kemudian dia bangkit
"wait caa" dia keluar kamar mungkin mau mengambil minum, lalu dia masuk dengan air mineral dan sedotan
Aku berusaha untuk merubah posisiku menjadi duduk
"awwhhh" rintihku.
"kenapa kenapa??" tanyanya
"belum bisa duduk masih sakit banget"
"yauda gue aja yang ngasi lo minum"
Aku tidak bisa menolaknya karena ujung sedotan sudah berada tepat di depan bibirku, akhirnya aku meminumnya.
***