ดาวน์โหลดแอป
11.49% Bukan cinta yang salah / Chapter 37: Hoon yang tangkas

บท 37: Hoon yang tangkas

Sebelumnya Risa memergoki Hoon bermain game online di komputer kantor.

Teriakan Risa jelas sangat marah, dia bertolak tangan di pinggang, wajahnya memerah.

"NGAPAIN JAUH-JAUH KESINI CUMA MAEN GAME!!" Risa mengangkat kedua tangan, menahan murka.

"AISSHH, KAU MENGESALKAN!!" Risa tak peduli lagi dengan bahasa kasarnya, dia sudah sangat marah akan kenyataan tak seindah bayangan. Serius dan fokus apa! Risa tertipu.

"MINGGIR!!" Hoon bangkit dari kursi, pasrah saja saat Risa mendorongnya menjauhi komputer.

"Kenapa dia bisa instal ini sih, memangnya komputer dia speknya lain? kenapa ga pakai pengamanan kantor?" sambil mengoceh sendiri Risa menghapus semua permainan yang sudah di pasang Hoon.

Masih ada satu file tersembunyi, Hoon tersenyum saat Risa tak menyadarinya, tapi bohong. Risa menyadari ada satu file dengan nama yang aneh, dia membuka file itu. Ternyata masih ada file lagi di dalamnya, terus ada file, masih dibungkus file, terus saja file, file, file, dan file. Risa melirik Hoon dengan tatapan mata tajam, setajam silet. Hoon membuang muka, bertingkah polos.

Setelah menghabiskan setengah jam membuka bungkus file di dalam file, Risa menarik nafas berat, dia sudah tak mau lagi membuka file. Risa langsung menghapus file sampah itu.

Hoon meraut wajah memelas di belakang Risa, dia sudah membeli game itu, dan Risa menghapusnya begitu saja.

Risa bisa melihat tingkah Hoon yang seperti bocah tak boleh main keluar rumah, Risa menangkap jelas wajah kecewa Hoon dari bayangan di monitor komputer. Risa tersenyum sinis.

"Kau pakai komputer punya ku!" ketus Risa kemudian. Hoon melongo melihat komputer di meja Risa. What! bahkan di Korea sudah tak ada komputer dengan spek kentang seperti itu. Hoon menggeleng.

"Tidak! tidak mau!" ujar Hoon segera mendorong Risa menjauh dari komputer miliknya. Risa berpegangan pada sisi meja, menahan dorongan Hoon pada kursi dengan roda. Keduanya berebut komputer.

"Kalau ga nurut, aku ga mau jadi asisten mu!" pungkas Risa diujung kesalnya. Hoon merenggut sesaat. Dia melirik Risa dan tersenyum penuh arti.

"Kenapa kau tak menolak tadi" ujar Hoon kemudian "Kau yang memaksa!" balas Risa kesal. "Aku tidak memaksa tuh!" dengan nada nyebelin Hoon menjawab Risa. "Apa katamu! bu direktur yang memaksa!" jawab Risa tak mau kalah. Hoon menaikkan alisnya, apa-apaan itu? Risa bertambah kesal.

"Gadis dengan short skirt tadi lebih menggoda" bisik Hoon membuat Risa bergidik ngeri. Siapa? Bunga! Joy! ck.

"Dasar mesum!" tudingan Risa membuat Hoon kesal. "Harusnya kita tak usah bertemu, dan kau tak melihat tubuh polosku.." gumam Hoon dengan wajah memelas kemudian. Risa semakin tak mengerti. Pria ini terkadang tersenyum lebar, membuat wajah sinis, ceria dan sekarang memasang wajah memelas meminta belas kasihan. Dia gila ya!

"Kau sudah melihat tubuh polos ku, kau bahkan tidur dan makan di rumah ku, aku harus bagaimana jika semua orang tahu hal itu.." Hah? Risa memicingkan mata, dia benaran gila sepertinya!

Hoon mendekatkan wajahnya ke telinga Risa. Dia berbisik

"Kau mau semua orang tahu kalau kita tinggal bersama?" Risa mendorong cepat tubuh Hoon hingga hampir terjungkal.

"Kau mengancam ya!" tuding Risa kesal. Hoon mengangkat bahu tak peduli.

"Rekan kantor mu itu sepertinya sangat senang jika ku beri tahu." Risa berdecak kesal. Dia bisa banget memancing di air keruh. Menghadapi pemuda gila harus bisa bersabar, Risa mengurut dada mencoba menurunkan kadar emosi jiwanya. Dia kembali duduk di hadapan komputer miliknya. Risa melirik Hoon yang kembali duduk di kursinya. Jelas sekali komputer mereka berbeda. Risa dengan layar LED sementara Hoon layar flat LCD. Risa menghela nafas berat. ah lupakan! lebih baik fokus bekerja, batin Risa pasrah.

"Hoon, segera ambil buku catatan, kita akan mulai dari divisi gudang!" pinta Risa kemudian.

"Kenapa?" Risa membuat wajah kesal, kenapa? pertanyaan macam apa itu!

"Kau disini kan untuk belajar, kita akan mulai dari divisi gudang! jangan membantah!" ketus Risa memerintah. Hoon melirik dengan wajah datar.

"Maksudku mengapa membawa buku catatan sementara aku punya ini" gumam Hoon heran, dia mengangkat tablet di tangannya. Risa melirik gadget di tangan Hoon.

"Baiklah terserah kau saja!" Sepertinya Risa hampir lupa, jika pria bersamanya ini bukanlah rekan sejawat biasa, tentu saja. Dia bahkan bisa melewatkan pendidikan singkat di perusahaan asing dengan meminta direktur langsung, dia bisa meminta sekretaris berpengalaman, dia bahkan memilih sendiri tutor nya selama disini, Hoon bukanlah pemuda sembarangan.

"Mungkin Hoon dan Glen memiliki hubungan dekat, hingga Hoon bisa belajar disini, Glen pasti memilihnya dengan alasan khusus. Bisa jadi Hoon adalah pegawai teladan atau seseorang yang Glen sukai" batin Risa menduga-duga. "Pegawai teladan sepertinya tidak mungkin!" Risa menggelengkan kepala "Bisa jadi Glen kasihan dan membantunya saja!" Risa yang berpikir dan berargumen, batin Risa juga yang menyanggah dan menjawab.

"Aku akan membawa kamera, dan ini!" Hoon meraih megapro dan clip hitam kecil.

"Untuk apa? tidak boleh ada kamera di perusahaan, tidak ada yang boleh mengambil rekaman, bahkan ponsel dan tas tak boleh ikut masuk saat turun ke ruang produksi" Risa menjelaskan. Hoon melongo tak percaya.

"Kenapa?" Risa tak menyukai kalimat kenapa, kenapa, kenapa!

"Terserah kau saja!" kesal Risa. Dia segera membuka pintu kantor. Hoon menatap mega pro dan clip on miliknya. Dia tak bermaksud meninggalkan kameranya di meja. Pemuda itu melirik sesaat keluar, Risa sudah lebih dulu meninggalkannya, Hoon meletakkan megapro di dalam kemeja dan membiarkan menyala. Hoon benar-benar tak bisa dimengerti.

***

Kembali ke ruang kantor

"Ah, betis ku sakit!" dengan wajah meringis Hoon meluruskan kakinya. Mereka baru saja mengitari gudang bahan. Ruangan besar dipenuhi rak-rak besi, diatas rak besi penuh dengan gulungan besar berdiameter hingga satu meter, gulungan bahan mentah yang siap diolah. Risa menaruh beberapa lembar potongan bahan yang mereka bawa ke atas meja kerja Hoon.

"Apa ini?" tanya Hoon heran, dia segera menurunkan kaki dari meja. Tak mengerti dengan lembaran potongan bahan di atas meja.

"Kau harus membuat catatan, dan serahkan padaku!" perintah Risa tegas. "Tulis detail setiap lembarnya, nama bahan, kandungan bahan, nomer seri bahan, dan konsumen yang menggunakan bahan!" Hoon melongo tak percaya.

"Jangan lupa potong rapi setiap bahan, tempelkan dengan sangat rapi pada buku tugas mu!" Risa menaruh sebuah buku agenda bersampul hitam ke meja Hoon.

"Kau kira aku ini pelajar!" sanggah Hoon enggan. Risa melotot kesal.

"Kau harus mengerjakannya, kau pikir kenapa kita berjalan jauh mengitari ruang luas dengan penuh debu?!"

"Percuma kalau kau tak mengingat apapun, tenaga ku terbuang sia sia" Hoon hanya mendelikkan mata mendengar omelan Risa.

"Memangnya kau hafal nama bahan-bahan ini?" Nada suara Hoon terdengar mengejek. Dia menguji kemampuan Risa rupanya.

"Nylon, Jersey, spandex ring, spandex rayon, tile, satin, leopard, taffeta, brukat, hyget---"

"Oke-oke!" potong Hoon memaksa Risa menghentikan hafalannya, pemuda itu memasang wajah kalah.

"Baiklah akan aku lakukan!" akhirnya Risa bisa tersenyum melihat wajah Hoon yang pasrah melakukan tugas yang dia berikan. Hoon meraih buku catatannya, dia mulai menulis.

"Hey!" teriak Risa. Hoon menghentikan tarikan huruf di buku catatannya.

"Apa lagi sih!" kesal Hoon. Risa memberi penggaris dan gunting.

"Kau gunting dulu setiap bahan dengan ukuran sama, lalu buat kolom yang rapi, tempelkan setiap lembar kain yang sudah kau gunting, lalu buat spesifik pada kolom disebelah nya!" Hoon menatap Risa tajam.

"Kenapa!" tukas Risa kesal melihat balasan kalimat panjangnya hanyalah sebuah tatapan tajam.

"Iyaaa.." pasrah Hoon, dia tak mau lagi membantah, Hoon tak mau mendengar kalimat panjang dari bibir Risa. Dia meledek gerakan mulut Risa, menirukannya dengan wajah kesal.

"Selama kau mengerjakan tugasmu, aku akan ke bagian finishing di bawah. Aku harus memeriksa sisa barang dan pengiriman" Hoon melebarkan senyuman, dia mengangguk pelan. Risa segera meninggalkan ruangan tapi sebelumnya.

"Jangan coba-coba menipuku!" ancam Risa menunjuk mata dengan kedua jarinya, lalu dia menunjuk Hoon dengan kedua jarinya, i warn you!

"Ish!" gerutu Hoon kesal. Dia mengeluarkan megapro dari dalam kemejanya, memutar video, mencoba mendengar nama bahan yang terekam di kamera.

"Setidaknya otakku perlu bantuan kan" ujar Hoon tersenyum, dengan bantuan rekaman di kameranya pekerjaan Hoon terasa lebih ringan, dia cerdik sekali!

Hoon sungguh cerdas, sayang dimata Risa dia tak setangkas itu, apa yang akan terjadi esok hari antara mereka berdua? jangankan esok bahkan hari ini pun belum berakhir

**

Bersambung..

Kirimkan dukungan kalian, star, komentar, review bintang 5 dan hadiahnya


next chapter
Load failed, please RETRY

ของขวัญ

ของขวัญ -- ได้รับของขวัญแล้ว

    สถานะพลังงานรายสัปดาห์

    Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
    Stone -- หินพลัง

    ป้ายปลดล็อกตอน

    สารบัญ

    ตัวเลือกแสดง

    พื้นหลัง

    แบบอักษร

    ขนาด

    ความคิดเห็นต่อตอน

    เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C37
    ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
    • คุณภาพงานเขียน
    • ความเสถียรของการอัปเดต
    • การดำเนินเรื่อง
    • กาสร้างตัวละคร
    • พื้นหลังโลก

    คะแนนรวม 0.0

    รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
    โหวตด้วย Power Stone
    Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
    Stone -- หินพลัง
    รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
    เคล็ดลับข้อผิดพลาด

    รายงานการล่วงละเมิด

    ความคิดเห็นย่อหน้า

    เข้า สู่ ระบบ