Bima merasa tidurnya agak terusik karena sentuhan ringan di puncak kepalanya. Melawan rasa kantuknya, Bima kembali terjaga dan perlahan membuka kedua matanya.
Bima tidak langsung mengangkat kepalanya yang dia letakkan di tepi kasur. Maria sudah berhenti mengelus rambutnya, tapi tangan sang istri masih ada di sana.
Bima pun tersenyum karena menyadari perempuan yang paling dia cintai sedang memandangnya dengan tatapan sayu.
"Kamu bangun?" tanya Bima dengan suara yang agak serak.
Maria hendak menarik tangannya dari kepala Bima, namun ditahan sang suami. Akhirnya, dia pasrah saja ketika Bima kembali menggenggam tangannya dengan lebih erat.
Bima lalu menegakkan tubuhnya tanpa melepaskan tangan Maria dari genggamannya. Sekilas dia melihat ke arah jam dinding. Ternyata masih sekitar pukul setengah dua dini hari.
"Kamu mau apa, Sayang? Minum? Tunggu sebentar, ya."
Bagi Maria, Bima adalah kesalahan yang berubah menjadi kebutuhan :')