Bandar Udara Internasional Ahmad Yani terlihat sangat sibuk, baik pada keberangkatan maupun kepulangan semuanya terlihat padat. Nikita, Ikram dan Ramona duduk berbincang seakan tak terjadi apa-apa. Hari ini Nikita dan suami akan kembali ke Jakarta dan Ramona akan ke Makassar selanjutnya menuju kota T.
Dari arah depan nampak Ibu Zihan, Pak Ilham dan Akbar masuk hendak duduk di ruang tunggu, pertemuan yang tak terduga saat mereka bertemu pandang.
Ramona segera berdiri dan mencium tangan Ibu Zihan dan Pak Ilham tak lupa pula menyalami Akbar juga. Nikita pura-pura tak melihat, hatinya sakit. Nanti aja menyapanya toh pasti satu pesawat yang sama, pikirnya.
"Apa kamu baik-baik saja nak ?" Tanya Pak Ilham yang masih tetap berdiri memandang gadis di hadapannya.
"Saya baik-baik saja" Jawab Ramona tersenyum.
"Kenalkan ini Akbar" Ibu Zihan memperkenalkan Akbar dengan canggung.
"Ramona"
Akbar menatapnya tak berkedip, cantikan aslinya dibanding foto.
Terdengar panggilan untuk para penumpang tujuan makassar agar segera naik ke pesawat udara.
"Maaf abi, umi, saya pamit dulu sudah dipanggil" Ramona akan segera bergegas namun sebuah tangan menariknya.
"Maafkan umi nak"Ibu Zihan memeluknya erat.
"Bisakah abi memelukmu ?" Pak Ilham meraih tangan Ramona. Ramona mengangguk dan memeluknya erat.
Akbar mengabadikan moment itu dengan kamera yang dibawanya.
Ramona melambaikan tangan setelah memeluk Nikita erat. Nampak Pak Ilham dan Ibu Zihan meneteskan air mata.
"Nikita ya ? "Sapa Ibu Zihan dan duduk disebelah Nikita.
"Eh..iya..maaf tadi..." Nikita tergagap.
""Umi tahu, kamu pasti teman Ramona ya, Fajar sudah menceritakan tentang pertemuan kalian minggu kemarin"
"Oh iya bu, saya titip pesan untuk Fajar. Temui saya di tempat yang sama besok kalo boleh sendirian" Pinta Nikita.
Ternyata mereka berada pada satu deretan kursi kelas bisnis yang sama, Ikram dibelakang Nikita.
Akbar berbisik kepada bapaknya "Abi, kalo aku yang gantiin posisi Fajar buat Ramona gimana ?"
"Hehehe, tanya Umi sana"
"Kenapa senyam senyum ?"Tanya Ibu Zihan yang berada di kursi sebelah bersama Nikita.
"Sampe Jakarta baru dibahas" Jawab Pak Ilham.
1 Jam dalam pesawat terasa lama bagi Akbar, saat turun dia tetap membuat pertanyaan yang sama.
"Jika kau menginginkan Ramona dekati temannya, kejar dia dan minta nomor teleponnya" Perintah Pak Ilham, dia memberi dukungan karena diapun tak sanggup kehilangan calon menantu yang baik itu.
Akbar berlari mengejar Nikita, tak lama kemudian dia balik lagi dan berjalan beriringan dengan kedua orang tuanya.
"Alhamdulillah dapat"
"Apa yang dapat" Tanya Ibu Zihan penasaran.
"Dia ingin kenal Ramona lebih jauh, jadi abi saranin untuk dekati Nikita"
"Umi juga setuju sih jika Akbar yang gantiin Fajar, tapi umi gak yakin Mona mau gak, melihat cinta keduanya yang begitu besar umi gak yakin kamu bisa mendapatkannya"
"Ya bantu didoain"
"Kisah cinta keduanya sepertinya gak ada dalam film atau sinetron bahkan dalam cerita novel sekalipun, Abi pingin mengontak produser film dan ingin memfilmkan kisah mereka...hehehe"
"Abi kok gak berusaha untuk dapatkan calon menantu itu buat Akbar"
Sampai di dalam mobilpun Akbar tak pernah berhenti membicarakan Ramona. Fajar yang menjemput merekapun sempat berang.
"Apa-apaan kamu"
"Apa sih, sudah sana urus istrimu"
"Akbar....! "Abi memelototinya.
"Tadi dibandara sempat bertemu Ramona, dia hendak ke Makassar" Ibu Zihan angkat bicara. Fajar diam, ingin bertanya tapi malu.
"Dia kelihatan baik-baik saja, sepertinya dia tahu jika kamu sudah menikah" Abi yang tau diamnya Fajar segera menjelaskan.
"Yah, dan aku ingin menggantikan posisimu di hatinya"
Fajar menarik rem mendadak, Ibu Zihan kepalanya membentur kursi, pak Ilham untung saja memakai sabuk.
"Apa-apaan kamu Fajar, omongan adikmu tuh jangan di dengerin, dia hanya kasihan aja melihat Ramona yang katanya tadi hendak transit di makassar menuju kota T" Ucap Pak Ilham marah.
"Apa ? " Fajar sangat panik.
"Katanya mau jadi relawan, besok siang temui Nikita ditempat yang sama katanya, kamu akan dapat penjelasan yang kamu inginkan darinya. Umi dan Abi tidak lama ngomongnya karena pesawatnya akan segera take off"
"Ceraikan istrimu jika masih cinta"
Akbar tak perduli dengan kemarahan kakaknya, biar saja dia tau rasa. "Emang PHPin anak orang itu enak ? bahagia ? Yang nyaris sempurna ditinggalin dan malah milih yang angkuh kayak nenek lampir." Rutuk Akbar dalam hati. Terbayang salam perpisahan dari Ramona, Akbar sempat menggengam tangan gadis itu dengan erat. Senyum manisnya menutupi luka hatinya, itu yang sempat ditangkap Akbar saat melihat Ramona.