Seperti biasa semua berkumpul di rumah Pak Hendrinata, kali ini Mira dan Tyan tidak ikut yang hadir hanya 4 anaknya. Tidak ada Tausiah minggu ini semua fokus membicarakan kejadian jum'at kemarin. Ramona yang sudah benar-benar dibuat mengerti oleh kakak-kakaknya angkat bicara.
"Papa kok masih membela si Joyo loyo itu sih, sebal aku dibuatnya kalo gak ditahan kak Yus aku mau nonjok mukanya, udah hitam, jelek, pesek lagi" Tangannya mengepal menandakan ia sedang gusar.
"Gak baik membicarakan kejelekan orang nanti pahalanya pindah ke dia lho, benar kan pa" Yusran menasehati adiknya dan dianggukan oleh ayahnya.
"Masa papa dituduh nyantet, padahal dia tuh yang dukun santet nampak dari wajahnya tuh ihhhh...seremmm. amit...amit, ya Allah jauhkan aku dari orang seperti itu". Ramona mengangkat kedua tangannya ke atas benar-benar berdoa, air matanya jatuh perlahan. Semua orang sudah tahu jika Ramona tuh perasa air matanya langsung bercucuran. Jika dia main sinetron gak susah susah pakai insto atau balsem, cukup dicubit aja atau dihadirkan nenek-nenek berpakaian compang camping di hadapannya pasti air matanya langsung jatuh berlinang tanpa diminta.
"Mona...." Ibu Melisa menghapus air mata anak kesayangannya itu. "Sudahlah, tidak baik merutuki orang. Kita berserah diri saja kepada yang Maha Kuasa".
"Kapan pendaftaran SMA dibuka ? dan Kamu Yusran mau kuliah dimana ? Pak Hendrinata mengalihkan pembicaraan.
"Aku sebenarnya mendapatkan beasiswa di Universitas Indonesia tapi aku pilih kuliah disini aja biar gak usah jauh dari orang tua, lagian yang antar jemput Mona siapa, kak Rukiah sibuk ngurus anak, kak Nuriman ngantor jadi aku disini aja pa"
"Kalo Mona mendaftar di SMA 1 aja ya ?" Pinta Ibu Melisa yang hanya dianggukan saja oleh Ramona tanpa menyahut satu kata pun.
"Ya udah kalo gitu papa hanya berpesan terutama kepada Mona dan Yus, berbuat baiklah kepada orang, yakinlah jika kita berbuat baik pasti akan dipertemukan dengan orang baik pula" Nasehat Pak Hendrinata.
"Semoga gak dipertemukan dengan orang kayak Joyo itu...ups..."Rukiah sadar langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan. Dia sadar baru saja keceplosan.
"Jangan diungkit lagi, nanti rumah kita kebanjiran" Nuriman melirik Ramona yang langsung dipelototi.
hahahahahha.....Yusran tak sanggup menahan tawanya.
"Sudah sana bubar....mona ikut mama ke kamar ada yang mau mama omongin." Ajak Ibu Melisa yang langsung beranjak berdiri menuju kamar disusul Mona.
Pak Hendrinata mengajak ketiga anaknya membahas sesuatu hal yang serius. Ramona tidak bisa mendengarnya karena ibunya langsung menutup pintu kamar.
"Sini duduk disamping mama" Ajak Ibu melisa yang meraih tangan Ramona untuk segera duduk disampingnya di tepi ranjang berukuran King Size .
Sambil mengenggam tangan Ramona Ibu Melisa berucap, "Mama hanya mau berpesan jadilah pribadi yang kuat, jangan lemah apapun tantangan yang kita hadapi laluilah semuanya dengan sabar dan tabah,, setiap kejadian pasti ada hikmahnya".
Ramona menatap Ibunya dengan masih tak mengerti ke arah mana ucapan ibunya.
"Dimata mama, mona itu sudah dewasa tapi masih sedikit kekanak-kanakan, Mona punya hati yang tulus tapi masih tak bisa mengontrol emosi dengan baik" Lanjut Ibu Melisa.
"Kelak jika Mona sudah menemukan jodoh, mona harus bisa menjadi istri yang sholehah. Buang semua kemarahan di dalam diri, perbanyak istigfar dan jangan lupa Ibadah. Itu yang penting yang harus mona ingat selalu, Jangan lupa bacalah Alqur'an setiap hari. Dan Yakinlah Allah selalu ada buat kita dan jangan selalu berprasangka buruk karena Allah itu melakukan sesuai persangkaan hambanya kepadaNya jadi selalulah berprasangka baik kepada Allah."
Ramona menatap ibunya cemas, jangan-jangan ini pesan terakhir untuknya. Ups...Allah itu sesuai persangkaan hambaNya kepadaNya, barusan juga mama ngomong kok aku jadi berpikiran seperti ini ya ? Ya Allah tolong panjangkan umur kami, berikan kesehatan kepada kami sekeluarga. Aamiin