"Wina, aku akan menemuimu segera!" Gumam Dian sambil mengepalkan tangannya.
Pucuk dicinta ulampun tiba. Baru saja Dian menghempaskan tubuhnya diatas kasur, tiba-tiba telpon masuk berdering dan terlihat jelas nama di layar ponselnya, Wina.
"Mau apa lagi rubah itu?" Dian berpikir. Sebelum menerima telponnya, Dian mengatur napas sejenak. Meredam emosi yang sejak tadi masih ada di hatinya. Dia tidak ingin terlihat jelas betapa emosinya hari ini.
"Halo, nyonya Dian. Maaf, apakah Dave ada?" Wina selalu memancing emosi Dian dengan memanggil Dave langsung pada namanya. Padahal, jelas-jelas status mereka adalah presdir dan sekretaris.
"Dave? Dave siapa?" Dian menyeringai sinis sambil tetap berkata lembut.
"Oh, maaf, maksud aku tuan Dave." Entah apa ekspresi Wina disana, yang jelas Dian tidak suka kalau ada yang menyalahi aturan.
"Kenapa kamu tidak langsung telpon ke hp nya saja? Bukankah kamu tahu nomernya?" Dian mengeratkan giginya.