ดาวน์โหลดแอป
11.76% Amerta / Chapter 2: Kita bukan masa lalu

บท 2: Kita bukan masa lalu

"AZIEL KENAPA GANTENG BANGET SIH?"

"BABAS MAKAN BARENG YUK!"

"EH DAVE DITINDIK YA?!"

"AAA TAMBAH KEREN."

"LANGIT GEMES BANGET!"

"KAGENDRA KESAYANGAN AKU!"

Teriakan kaum hawa seperti ini sudah menjadi makanan sehari-hari bagi pelajar SMA Garuda Sakti. Tidak ada satupun hari sekolah yang dilalui tanpa menyebut kelima nama most wanted itu.

1. Fabian Aziel Keenan

Panggil saja Ziel atau lebih singkatnya lagi El. Si bungsu dari dua bersaudara. Most wanted sekaligus ketua seksi olahraga SMA Garuda Sakti. Tingginya 178 cm dengan berat badan yang ideal. Otot bisep dan trisep terbentuk sempurna di tubuhnya hasil latihan basket yang rutin ia dan sahabat-sahabatnya lakukan. Sifatnya yang dingin membuat ia memiliki ciri khas tersendiri bagi orang lain. Aziel memiliki netra hitam sepekat malam yang mampu menghipnotis para gadis dan mengalihkan perhatian mereka.

2. David Geovano Wijaya

Dave. Dave tergabung dalam organisasi PMR. Hal ini seringkali dimanfaatkan para sahabatnya sebagai akses mudah membolos saat upacara. Karena ini juga, Dave harus berlaku ramah pada siswa-siswi yang membutuhkan bantuannya. Tapi saat ia sedang tidak bertugas, ekspresi datarlah yang terlihat di wajah tampannya. Dave sekelas dengan Kagendra di XI-IPA 2, sedangkan sisanya di XI-IPA 1.

3. Sebastian Ardhinatha

Panggilan akrabnya Babas. Babas suka yang berbau otomotif. Ia sering memodifikasi penampilan koleksi motornya jika sudah bosan, membuat motor itu tampak seperti baru. Ia menjabat sebagai sekretaris OSIS. Goresan kecil di pipi kirinya tidak dapat menyurutkan pesona Babas. Luka itu ia dapat ketika mengantar pulang Kagendra yang mabuk berat, tubuh laki-laki itu tidak bisa diam dan terus meracau tak jelas. Sialnya dia tidak membawa mobil. Jadilah mereka jatuh dari motor dan berakhir di rumah sakit.

4. Saffa Langit Pramuda

Langit adalah sosok yang paling sabar dan bijak. Ia tak mudah terpancing emosi. Sifatnya lembut dan perhatian kepada orang yang ia sayang. Langit memiliki rambut asli bewarna hitam. Namun, karena keusilan Kagendra yang menyemir rambutnya ketika ia tidur, tidak ada lagi rambut hitam lebatnya yang selalu ia banggakan. Sekarang yang ada hanyalah rambut hitam kecoklatan yang di highlight beberapa sisi dengan warna coklat terang.

5. Kagendra Raharja

Kagendra memiliki sifat yang sangat welcome kepada semua orang, berbanding terbalik dengan keempat sahabatnya yang lain. Jangan ditanyakan lagi mengenai pesonanya. Ia memiliki selusin kartu aktif tempat menyimpan nomor-nomor pacarnya.  Kagendra tidak pernah mengancingkan dua kancing atasnya ditambah dasi yang selalu dilonggarkan membuat kesan nakal tertera dalam dirinya.

Teriakan mereka menggila ketika seorang pemuda berambut hitam kecoklatan mengerlingkan mata menanggapi.

"WAH BANGKU KOSONG TUH! GABUNG BOLEH GA?"

"Eh, jangan dong. Itu kan tempat pawangnya Ziel."

"Kamu mau? Sini aku pangku aja, hmm cantik?"

Suara teriakan kembali menggema di kantin. Kagendra yang baru saja melontarkan gombalan itu memasang smirk andalannya, sedangkan keempat pemuda lainnya yang sedang menyantap makan siangnya memutar bola matanya merasa jengah. 

"Emang Allya kemana?"

"Di suruh ke ruang guru," jawab Dave menanggapi pertanyaan Langit.

"Bian!"

Salah satu pemuda itu menengok ke asal suara. Netranya menangkap seorang gadis yang menghampiri lawan jenisnya lalu memberikan beberapa tumpuk buku. Rahangnya mengeras. Pemilik nama dengan kata Bian di dalamnya bukan hanya dia. Dan lagi, Bian hanya masa lalunya.

Lamunannya buyar ketika seorang gadis berkuncir satu menyentuh pundaknya lalu duduk di kursi kosong di sampingnya.

"Hai, sorry tadi aku di suruh ke ruang guru dulu."

"Hu'um gakphapha. Apha sih yang ngga bhuat cewe chantik."

Dave menepuk lengan Kagendra, membuat laki-laki itu meringis. "Gen, telen dulu tuh pempek. Lagi makan masih bisa-bisanya lo ngegombal."

"Tau nih, Gendra. Pacar udah banyak juga." Jemari lentik gadis itu menuang kuah pempek di mangkok miliknya.

"Eh, mau tau gak?"

"Apa?" Jawab mereka serentak kecuali Ziel yang hanya menaikkan alisnya.

"Tadi waktu di ruang guru, aku denger katanya kita bakal kedatengan murid baru."

"Yakin? Setengah semester udah lewat. Masa sih sekolah nerima?" tanya Langit tak percaya.

"Ya elah Ngit, gitu aja masih nanya. Sekolahkan butuh duit," jawab Babas.

"Oh, iya. Ada berita spesial nih buat Gendra. Sini, Gen!"

Gadis itu membisikan sesuatu di telinga Kagendra yang ada di depannya. Ia kembali duduk di tempatnya setelah selesai.

Brak!

"GENDRA!" Secara tiba-tiba Kagendra menggebrak meja membuat penghuni meja itu terkejut. Dan sialnya, mangkok plastik berisi pempek itu ikut terlonjak ke arah depan, menciptakan cipratan bewarna coklat di seragam putih gadis di depannya.

"Allya.. Cius? Mie apa? Lo tau banget sih kesukaan gua. Jadi makin sayang.." ucap Kagendra tanpa rasa bersalah sambil mencubit pipi Allya. Gadis itu melepas paksa cubitan Kagendra. Ia menyambut sodoran tissue dari Ziel lalu membersihkan seragamnya.

"Ih, Gendra! Seragam aku jadi kotor." Allya mengembungkan pipinya, merajuk.

"Eh, maaf Allya. Maafin Gendra."

"Rasain lu."

"Liatin aja, Dave. Allya marah, bentar lagi tu anak juga dapet bogem dari pawangnya." ucap Babas meledek.

"Allya, Gendra minta maaf. Please.."

Gadis itu menatap tajam Kagendra. Sedetik kemudian, senyum indah menghiasi wajahnya. "Iya, gakpapa kok."

"Yes, denger tuh! Allya udah maaf– Eh, El! Ngapain lu buka baju? Pornografi, dosa!"

"Itu hoodie, oon! Aduh, Gen, gak ngerti lagi lah gua sama lu." Tangan Langit terangkat mengusap pundak Babas menyabarkannya. Ia pun menghela napas menghadapi tingkah Kagendra yang tidak ada habisnya

Ziel membuka hoodie hitamnya. Menampilkan tubuh atletisnya yang terbalut seragam sekolah. Ia menyodorkan hoodie itu kepada Allya.

"Pake."

"Thanks, El." ucap Allya lalu mencium pipi kanan Ziel.

"Astaga, keuwuan apa lagi ini."

"Tabahkanlah hamba-Mu yang ganteng ini, Tuhan."

~~~

Langit malam terlihat indah dengan taburan bintang dan bulan purnama yang penuh. Siluet burung beterbangan dan pesawat yang mengudara turut menghias, menjadi aksesoris bagi langit.

Hiruk pikuk bandara membuat seorang gadis dengan dua koper di samping menurunkan kacamata hitamnya. Matanya bergulir menjelajahi isi bandara. Sesekali ia mengecek ponsel di tangannya.

Tak lama, bibir tipisnya merekah membentuk senyuman. Membuat beberapa anak adam yang kebetulan melihatnya terpana.

Matanya berbinar menatap sahabatnya yang berlari membelah keramaian bandara. Tangannya di rentangkan menyambut pelukan hangat yang gadis itu berikan.

"Ah, kangen banget!" Ia terkekeh melihat gadis di hadapannya menintikan air mata.

"Ayo, pulang! Mama udah masak banyak buat lo."

"Demi apa? Cindy yang alim sekarang ngomongnya 'lo-gua'?"

"C'mon jaman udah berubah, Chel. Ayo!"

Mereka berdua mulai berjalan keluar bandara, menghampiri mobil sedan bewarna hitam yang akan membawa mereka pulang. Senyum bahagia tak lepas dari bibir keduanya.

"Welcome home, Michaella."

~~~

"Anak-anak hari ini kita kedatangan murid baru pindahan dari Australia. Ibu harap kalian bisa berteman baik dengannya dan membantunya bersosialisasi."

"Cowo apa cewe bu?"

"Cewe," jawab Kagendra santai. Kakinya ia selonjorkan di atas kursi kosong yang sengaja ia tempatkan di sebelahnya.

"Tau dari mana?" tanya gadis itu lagi.

Dengan cepat, pemuda itu mengubah posisinya menghadap kepada gadis yang bertanya itu. "Sayang, kamu gak percaya sama aku?"

Pipi gadis itu memerah. "P-percaya kok."

Seorang wanita berumur 40-an melangkah menuju papan tulis. Ia mengambil penghapus spidol lalu membenturkannya ke papan tulis.

"Gendra, Sasha! Kalian ini!"

"Ibu cantik jangan marah-marah dong."

"Saya serius Gendra. Mau saya hukum?"

Kagendra mendudukkan kepalanya mendengar ancaman hukuman yang diberikan Bu Dessy. Ayolah, kemarin ia baru saja dihukum mengelilingi lapangan 15 putaran penuh. Dan ini adalah pelajaran pertama.

"Itu kaki turunin! Mau saya suruh angkat satu ka–"

Tok! Tok!

"Masuk!"

Seorang gadis berambut panjang kecoklatan memasuki kelas XI-IPA 2. Langkahnya terlihat gugup.

"Nah, anak-anak ini murid baru yang ibu maksud. Ayo, perkenalkan dirimu."

Gadis itu mengangguk. Ia menarik napas sebelum mulai memperkenalkan dirinya.

"Hai, nama aku Michaella Krystalin Aphrodite. Kalian bisa panggil aku Chel atau Ella. Aku pindahan dari Australia. Salam kenal semua."


next chapter
Load failed, please RETRY

สถานะพลังงานรายสัปดาห์

Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
Stone -- หินพลัง

ป้ายปลดล็อกตอน

สารบัญ

ตัวเลือกแสดง

พื้นหลัง

แบบอักษร

ขนาด

ความคิดเห็นต่อตอน

เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C2
ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
  • คุณภาพงานเขียน
  • ความเสถียรของการอัปเดต
  • การดำเนินเรื่อง
  • กาสร้างตัวละคร
  • พื้นหลังโลก

คะแนนรวม 0.0

รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
โหวตด้วย Power Stone
Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
Stone -- หินพลัง
รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
เคล็ดลับข้อผิดพลาด

รายงานการล่วงละเมิด

ความคิดเห็นย่อหน้า

เข้า สู่ ระบบ