Pertemuan mereka yang awalnya penuh keheningan perlahan berubah menjadi obrolan yang hangat. Aris selalu menemukan cara untuk membuat Lysandra tersenyum, entah dengan lelucon kecil atau dengan membagikan kisah-kisah dari masa kecilnya. Sementara itu, Lysandra mulai membuka diri, menceritakan minatnya pada seni kuno dan buku-buku tentang mitologi Dewi Aqua.
"Kau tahu, Aris," ujar Lysandra suatu hari, "aku selalu merasa ada sesuatu yang istimewa tentangmu. Cara kau berbicara, cara kau bertindak... seperti kau ditakdirkan untuk sesuatu yang besar."
Aris tertawa kecil, mencoba menutupi rasa canggungnya. "Aku hanya seorang murid biasa, Lysandra. Sama sepertimu."
"Tidak," Lysandra menggeleng. "Kau berbeda. Kau memiliki kekuatan, tidak hanya secara fisik, tetapi juga dalam hatimu. Itu adalah hal yang jarang dimiliki orang lain."
Aris terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Lysandra. "Kalau begitu, aku berharap kekuatan itu bisa membantuku melindungi orang-orang yang penting bagiku, termasuk kau."
Mendengar itu, wajah Lysandra memerah, tetapi ia hanya tersenyum kecil dan melanjutkan membaca bukunya.
Waktu berlalu, dan hubungan mereka semakin erat. Aris dan Lysandra sering berlatih bersama di halaman belakang akademi. Lysandra mengajari Aris teknik-teknik sihir lanjutan yang ia pelajari dari buku-bukunya, sementara Aris membantu Lysandra meningkatkan keterampilan fisiknya dengan mengajarinya teknik bertarung dasar.
"Kau harus lebih tegas dengan pedang itu," ujar Aris suatu hari saat mereka berlatih. "Pegang dengan kedua tangan, dan rasakan beratnya. Jangan biarkan pedang menguasaimu. Kau yang harus menguasainya."
Lysandra mencoba mengikuti instruksi Aris, tetapi pedangnya tetap terasa berat di tangannya. "Aku rasa aku lebih cocok dengan sihir," katanya sambil terkekeh.
"Dan kau sangat luar biasa dalam hal itu," balas Aris sambil tersenyum. "Tapi tidak ada salahnya belajar sedikit bela diri. Siapa tahu, suatu saat itu akan berguna."
Di luar pelatihan dan belajar, mereka juga saling berbagi mimpi dan kekhawatiran. Lysandra bercerita tentang masa lalunya yang penuh kesendirian, sementara Aris berbagi tentang beban harapan yang ia rasakan sebagai pewaris keluarga Arch Duke Cean. Dalam percakapan itu, mereka menemukan kenyamanan yang tak terlukiskan, seolah-olah kehadiran satu sama lain melengkapi bagian yang hilang dalam hidup mereka.
Pada suatu malam, saat Aris dan Lysandra sedang berjalan kembali ke asrama setelah sesi belajar di perpustakaan, mereka melihat bayangan misterius di hutan kecil di dekat akademi. Bayangan itu bergerak cepat, hampir tidak terlihat, tetapi cukup untuk membuat mereka berhenti.
"Apa itu?" bisik Lysandra dengan nada cemas.
"Aku tidak tahu," jawab Aris sambil meraih pedang kecil yang selalu ia bawa. "Tetap di belakangku."
Aris maju perlahan, matanya tajam mengamati setiap sudut gelap di antara pepohonan. Hanya suara angin dan gemerisik dedaunan yang menemani mereka. Bayangan itu muncul lagi, bergerak cepat di antara pepohonan sebelum menghilang ke kegelapan.
Namun, saat bayangan itu berlalu, Aris menyadari sesuatu yang mencuri perhatiannya. Pada pedang yang digenggam bayangan itu, tergantung sebuah benda kecil yang memantulkan cahaya bulan. Itu tampak seperti gantungan logam yang dihias dengan ukiran rumit, menyerupai simbol kuno dari suatu keluarga bangsawan. Aris mencoba mengingat kembali pelajaran heraldik yang pernah ia pelajari, tetapi simbol itu asing baginya.
"Aris, apa yang kau lihat?" tanya Lysandra, masih berdiri di belakangnya.
"Ada sesuatu di pedangnya. Gantungan dengan simbol aneh," jawab Aris sambil menyarungkan pedangnya kembali. "Tapi sepertinya dia tidak berniat menyerang. Dia hanya... lewat."
Lysandra menghela napas lega. "Kalau begitu, mungkin kita harus kembali ke asrama. Malam semakin larut, dan aku tidak ingin membuat masalah dengan penjaga akademi."
Aris mengangguk. "Kau benar. Tapi aku akan mengingat simbol itu. Aku merasa itu bukan kebetulan."
Mereka berdua melanjutkan perjalanan ke asrama, tetapi pikiran Aris masih tertuju pada bayangan misterius itu. Ada rasa penasaran yang mengusik hatinya, seolah-olah pertemuan singkat itu adalah awal dari sesuatu yang lebih besar.
Keesokan harinya, Aris menceritakan kejadian itu kepada Lysandra di perpustakaan. Mereka berdua mencoba mencari tahu makna simbol di buku-buku sejarah dan heraldik, tetapi hasilnya nihil. Lysandra, dengan rasa ingin tahu yang tak kalah besar, berjanji akan membantunya mencari tahu lebih lanjut.
Seiring waktu, kejadian malam itu menjadi salah satu rahasia kecil yang mengikat mereka lebih erat. Aris dan Lysandra semakin sering menghabiskan waktu bersama, baik di perpustakaan, ruang latihan, maupun di taman kecil di belakang akademi. Mereka menjadi tim yang tak terpisahkan, saling melengkapi kekurangan satu sama lain.
Hubungan mereka tidak hanya diwarnai oleh kehangatan persahabatan, tetapi juga rasa saling percaya yang mendalam. Di mata teman-temannya, Aris dan Lysandra adalah duo yang tak terpisahkan: Aris dengan keberanian dan ketangkasannya, serta Lysandra dengan kecerdasannya yang luar biasa.