ดาวน์โหลดแอป
45% Blackthorn Academy / Chapter 9: Bab 13: Pertarungan di Lab Bawah Tanah

บท 9: Bab 13: Pertarungan di Lab Bawah Tanah

Kedalaman bawah tanah terasa semakin mencekam. Ruangan laboratorium itu penuh dengan kilatan cahaya dari layar-layar komputer, suara mesin yang berdengung, dan bau logam yang menyengat. Namun, bukan itu yang membuat suasana menjadi tegang. Di tengah ruangan, alat pengendali pikiran, sebuah mesin dengan ukuran besar yang terhubung ke kabel-kabel yang berkilauan, tampak seperti monster mekanik yang siap dilepaskan.

Aveline berdiri di depan pintu masuk dengan senjata di tangan. Tatapannya tajam, menatap Damian, pemimpin *Shadow Ravens* yang berdiri angkuh di sisi lain ruangan. Dia mengenakan setelan hitam yang rapi, dengan sikap penuh kepercayaan diri yang mengisyaratkan bahwa dia merasa berada di atas angin.

"Damian," kata Aveline pelan, namun tegas, "berhenti sekarang, sebelum semuanya terlambat."

Damian tersenyum tipis, ekspresi licik menghiasi wajahnya. "Aveline, Aveline… Kau selalu percaya bahwa kau bisa menghentikanku. Tapi lihat sekelilingmu. Alat ini hampir selesai. Dalam beberapa jam, aku akan bisa mengendalikan siapa pun yang aku inginkan, termasuk kalian semua. Tidak ada yang bisa menghentikan *Shadow Ravens*."

Sera dan Kai berdiri di belakang Aveline, bersiap untuk melawan. Ketegangan di ruangan itu begitu terasa, seperti busur yang ditarik hingga ke titik puncaknya. Tak ada seorang pun yang bergerak, seolah semua sedang menunggu siapa yang akan membuat langkah pertama.

"Aku tidak akan membiarkanmu mengontrol dunia, Damian," balas Aveline dengan nada rendah namun penuh amarah. "Apa yang kau lakukan tidak hanya akan menghancurkan kami, tetapi juga seluruh masa depan. Kau akan menciptakan dunia tanpa kehendak bebas."

Damian tertawa dingin. "Kehendak bebas? Apa artinya kehendak bebas jika hanya membuat kekacauan? Dunia butuh keteraturan, Aveline. Dan aku adalah satu-satunya yang bisa menciptakan keteraturan itu."

Tanpa memberi kesempatan lebih lama, Kai bergerak cepat. Dalam satu gerakan halus, dia meluncur ke depan, melompat ke arah Damian dengan niat menyerangnya. Namun, seakan sudah memprediksi serangan itu, Damian hanya menjentikkan jarinya. Dari balik bayangan, dua orang pengawal besar dengan pakaian serba hitam muncul, memblokir serangan Kai dengan kekuatan yang luar biasa. Benturan terjadi keras, membuat Kai terlempar mundur.

"Anak-anak yang tidak sabaran," ejek Damian sambil melipat tangannya di dada. "Kalian benar-benar mengira bisa mengalahkanku dengan kekuatan fisik? Kalian harus memahami, *Shadow Ravens* jauh lebih kuat dari itu."

Aveline tak gentar. Dengan isyarat cepat, Sera bergerak ke samping, mengelilingi ruangan untuk mencari sudut serangan yang lebih baik, sementara Aveline tetap fokus pada Damian. Pikiran Aveline berputar cepat, mencoba menemukan cara untuk menghentikan alat pengendali pikiran itu. Dia tahu bahwa berfokus pada Damian tidak akan menyelesaikan masalah. Mereka harus menghancurkan alat itu sebelum semuanya terlambat.

"Kau tak akan menang, Damian," kata Aveline sambil menarik napas panjang. "Kami sudah melalui terlalu banyak hal untuk dihentikan oleh mesin seperti ini."

Damian tertawa lagi, kali ini dengan tawa yang lebih jahat. "Dan apa yang akan kalian lakukan, Aveline? Mesin ini sudah terhubung dengan server pusat. Sekali aku menyalakannya, kalian tak akan punya waktu untuk menghentikannya."

Namun, sebelum Damian sempat menyelesaikan kalimatnya, pintu besar di belakang mereka terbuka dengan suara dentuman keras. Elena dan tim pertama tiba, dengan Rook yang tampak tegang di belakang mereka. Damian menoleh, dan untuk pertama kalinya, tatapannya menunjukkan sedikit keterkejutan.

"Rook?" Damian mendesis. "Kau berani berkhianat?"

Rook melangkah maju dengan tegas, meskipun jelas ada ketakutan yang terpancar dari matanya. "Aku tidak bisa membiarkanmu melakukan ini, Damian. Rencana ini… ini gila. Kau tidak bisa mengambil kebebasan dari semua orang hanya karena kau ingin kekuasaan."

Damian menatap Rook dengan tatapan penuh kebencian. "Kau tidak mengerti, Rook. Dunia ini perlu dikendalikan. Chaos sudah terlalu lama menguasai. Dengan alat ini, aku bisa memberikan dunia kedamaian yang selama ini mereka butuhkan."

"Kedamaian yang dipaksakan dengan kontrol pikiran?" jawab Rook dengan nada penuh amarah. "Itu bukan kedamaian, Damian. Itu perbudakan."

Damian melangkah mendekati Rook, sementara yang lain masih dalam posisi siaga. "Kau akan menyesali ini, Rook. Aku memberimu segalanya. Aku memberimu tujuan, kekuatan, tempat di dunia ini. Dan kau membalasnya dengan pengkhianatan."

Namun, sebelum Damian bisa bergerak lebih jauh, Aveline melangkah maju dan mengacungkan senjatanya langsung ke arah mesin pengendali pikiran.

"Lepaskan dia, Damian," kata Aveline dengan tegas. "Atau aku akan menghancurkan mesin itu sekarang."

Damian tersenyum licik lagi, namun kali ini ada sedikit keraguan di matanya. "Kau tidak akan melakukannya. Mesin ini sudah terhubung dengan seluruh sistem. Jika kau menghancurkannya sekarang, seluruh data akan hilang. Kau tidak akan punya bukti bahwa kami sedang merencanakan sesuatu."

Aveline terdiam sejenak, lalu memutuskan. Dia tahu bahwa Damian benar, tetapi dia juga tahu bahwa dia tidak bisa membiarkan alat itu berfungsi. Jika Damian menyalakan mesin itu, semuanya akan berakhir.

"Bukti atau tidak, kami tidak akan membiarkanmu melanjutkan ini," jawab Aveline.

Dengan cepat, pertarungan pun pecah. Elena dan tim pertama segera beraksi, menyerang para pengawal Damian yang mencoba melindungi mesin. Kai dan Sera bergabung, sementara Aveline tetap fokus pada Damian. Damian, meskipun terlihat angkuh, ternyata memiliki kemampuan bela diri yang tangguh. Dia menghindari serangan Aveline dengan mudah, bahkan sesekali membalas dengan pukulan dan tendangan cepat.

Sera berhasil mendekati salah satu sisi mesin, namun sebelum dia bisa merusaknya, salah satu pengawal besar menghadangnya. Pertarungan sengit pun terjadi. Suara benturan keras terdengar di seluruh ruangan saat Sera bertarung mati-matian untuk menghancurkan mesin itu.

Kai, yang biasanya tenang, menjadi sangat agresif dalam pertarungan kali ini. Dia berhasil menjatuhkan dua pengawal dengan gerakan yang lincah, namun Damian masih terlalu kuat. Meski sudah bertarung melawan beberapa anggota *Iron Roses* sekaligus, Damian tetap bertahan dengan kekuatan dan keterampilannya.

Sementara itu, Rook berusaha membantu dengan mengakses salah satu komputer yang terhubung ke mesin itu. Dia mengetik cepat, mencoba untuk mematikan sistem dari dalam. Namun, dia dengan cepat menyadari bahwa sistem ini jauh lebih kompleks dari yang dia bayangkan.

"Aku butuh lebih banyak waktu!" teriak Rook saat dia terus berusaha menembus sistem pertahanan digital.

Elena, yang juga sedang bertarung dengan salah satu pengawal, melirik ke arah Rook. "Kita tidak punya banyak waktu, Rook! Kau harus menghentikannya sekarang!"

Damian, yang menyadari apa yang sedang dilakukan Rook, tiba-tiba melesat ke arah komputer dengan niat menghentikan mantan anak buahnya itu. Namun, sebelum dia bisa mencapai Rook, Aveline dengan sigap menghadang jalan Damian dan meluncurkan serangan cepat ke arahnya. Pertarungan mereka menjadi semakin intens, dengan Aveline menggunakan setiap keterampilan yang dimilikinya untuk menandingi Damian.

"Apa yang kau lakukan, Aveline?" Damian berteriak saat mereka saling bertukar pukulan. "Kau benar-benar berpikir bisa menghentikanku? Aku sudah menghabiskan bertahun-tahun untuk mencapai ini. Tidak ada yang bisa menghentikanku sekarang!"

"Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan hidup orang-orang," jawab Aveline dengan nada penuh kemarahan. "Aku akan melawan sampai akhir."

Saat Aveline dan Damian bertarung sengit, Rook akhirnya berhasil menemukan celah di dalam sistem. Dengan satu klik terakhir, dia berhasil mematikan seluruh operasi mesin itu. Layar monitor yang sebelumnya penuh dengan angka dan grafik aneh tiba-tiba menjadi gelap. Mesin pengendali pikiran berhenti berdengung, dan seluruh ruangan menjadi hening sejenak.

Damian yang menyadari bahwa mesinnya telah dimatikan, berhenti dan menatap dengan kemarahan yang mendalam. "TIDAK! Ini tidak mungkin!"

Aveline tersenyum tipis. "Kau kalah, Damian."

Namun, sebelum Damian bisa merespons, tiba-tiba terdengar suara ledakan kecil dari salah satu sisi mesin. Kabel-kabel mulai berasap, dan bau terbakar memenuhi ruangan. Mesin itu mulai meledak satu persatu,

menghancurkan alat-alat di sekitarnya.

"Kita harus keluar dari sini sekarang!" teriak Elena.

Tanpa berpikir panjang, semua orang segera berlari menuju pintu keluar. Suara ledakan semakin keras, dan ruangan mulai runtuh. Aveline melirik ke arah Damian yang masih berdiri di tengah ruangan, tampak terkejut dan tak percaya dengan apa yang terjadi.

"Damian, ayo keluar!" teriak Aveline.

Namun, Damian hanya berdiri diam, menatap mesinnya yang hancur dengan tatapan kosong. Sebelum Aveline sempat melakukan apa pun, bagian atas ruangan runtuh, dan tubuh Damian tertelan oleh puing-puing besar yang jatuh.

Aveline terpaksa berbalik dan mengikuti yang lain keluar dari ruangan yang kini berantakan dan terbakar. Saat mereka semua berhasil mencapai pintu keluar, suara ledakan terakhir terdengar dari dalam, menandakan akhir dari mesin pengendali pikiran yang telah mereka perjuangkan untuk menghancurkannya.

Babak baru pun dimulai bagi *Iron Roses*, dengan Damian yang kini tampaknya telah terkubur di bawah puing-puing. Namun, Aveline tahu, ini bukan akhir. Sesuatu yang lebih besar sedang menunggu mereka di depan.


Load failed, please RETRY

สถานะพลังงานรายสัปดาห์

Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
Stone -- หินพลัง

ป้ายปลดล็อกตอน

สารบัญ

ตัวเลือกแสดง

พื้นหลัง

แบบอักษร

ขนาด

ความคิดเห็นต่อตอน

เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C9
ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
  • คุณภาพงานเขียน
  • ความเสถียรของการอัปเดต
  • การดำเนินเรื่อง
  • กาสร้างตัวละคร
  • พื้นหลังโลก

คะแนนรวม 0.0

รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
โหวตด้วย Power Stone
Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
Stone -- หินพลัง
รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
เคล็ดลับข้อผิดพลาด

รายงานการล่วงละเมิด

ความคิดเห็นย่อหน้า

เข้า สู่ ระบบ