ดาวน์โหลดแอป
80% Tangan Besi versus Jari Baja / Chapter 12: Singgah di Desa Kosong

บท 12: Singgah di Desa Kosong

Setelah kemenangan melawan Sekte Naga Biru, Ceun-Ceun dan Cuimey melanjutkan perjalanan mereka dengan hati-hati. Mereka tahu bahwa meskipun berhasil mengalahkan kelompok itu, ancaman di depan bisa saja lebih besar. Langit kembali cerah, dan angin sejuk berhembus menyapu wajah mereka yang masih dibasahi keringat sisa pertempuran. Jalan setapak yang mereka lewati perlahan berubah menjadi lebih terjal, menandakan bahwa mereka semakin dekat ke perbatasan negeri utara.

"Menurutmu, apa maksud mereka menyerang kita?" tanya Cuimey saat mereka berjalan beriringan.

Ceun-Ceun mengerutkan kening, pikirannya masih menganalisis situasi. "Mungkin mereka hanya sekelompok perampok yang kebetulan tahu siapa kita. Tapi aku merasa ada yang lebih besar di balik ini semua. Sekte Naga Biru jarang bergerak tanpa alasan."

Cuimey mengangguk, meskipun wajahnya masih tampak sedikit resah. "Aku setuju. Kita harus tetap waspada. Mungkin ini hanya permulaan."

Saat mereka berjalan lebih jauh, mereka tiba di sebuah desa kecil di kaki bukit. Desa itu tampak sepi, seolah-olah penduduknya telah lama meninggalkan tempat tersebut. Ceun-Ceun merasakan keanehan, seakan ada sesuatu yang tidak beres di desa itu.

"Kita harus berhati-hati," kata Ceun-Ceun dengan nada waspada, matanya menyapu setiap sudut desa yang sunyi. "Tempat ini tampak ditinggalkan dengan terburu-buru."

Mereka memutuskan untuk memeriksa beberapa rumah di sekitar, namun tak ada tanda-tanda kehidupan. Cuimey membuka pintu salah satu rumah, dan menemukan meja makan yang masih penuh dengan makanan setengah dimakan, seakan penduduk desa itu kabur secara tiba-tiba.

"Ada yang tidak beres di sini," ujar Cuimey. "Apa menurutmu ini ulah Sekte Naga Biru?"

Ceun-Ceun menggeleng. "Aku tidak yakin. Tapi kita harus mencari tahu lebih lanjut."

Mereka melanjutkan pencarian dengan hati-hati, merasakan ketegangan di udara. Meskipun tidak ada tanda-tanda bahaya langsung, perasaan tidak nyaman itu terus menghantui mereka. Sesuatu yang lebih besar sedang menunggu, dan mereka harus siap menghadapi apapun yang datang.

Setelah beberapa waktu menjelajahi desa yang kosong dan penuh tanda-tanda misterius, Ceun-Ceun dan Cuimey memutuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah rumah yang tampak lebih terlindung. Mereka duduk di dekat jendela, memandang keluar ke arah jalan yang sunyi dan lengang, sambil menikmati udara sejuk yang mengalir masuk.

Cuimey menyandarkan tubuhnya ke dinding dan menarik napas panjang. "Akhirnya, kita bisa istirahat sebentar. Aku merasa perjalanan ini semakin menegangkan," ujarnya dengan nada santai, meskipun kekhawatiran masih tergambar di wajahnya.

Ceun-Ceun mengangguk. "Memang. Aku juga merasakannya. Tapi kita tidak boleh terlalu lama bersantai, ada banyak hal yang harus kita selesaikan."

Tiba-tiba, Cuimey memandang Ceun-Ceun dengan tatapan penasaran. "Ceun-Ceun, selama ini kita selalu berbicara tentang pertarungan, sekte, dan misi kita. Tapi, pernahkah kamu memikirkan hal lain? Maksudku, soal percintaan?"

Ceun-Ceun terdiam sejenak, pertanyaan itu tampaknya mengejutkannya. "Percintaan?" Ceun-Ceun mengulanginya, seolah kata itu asing di telinganya. "Aku tidak pernah benar-benar memikirkannya. Hidupku selalu penuh dengan latihan dan pertarungan. Sulit untuk memikirkan hal lain di luar itu."

Cuimey tersenyum kecil. "Aku mengerti. Aku juga tumbuh di dunia yang serupa, di mana pedang dan kekuatan menjadi fokus utama. Tapi kadang-kadang, aku bertanya-tanya, apakah ada tempat untuk cinta di tengah semua ini?"

Ceun-Ceun menatap Cuimey, terkejut mendengar kata-kata itu keluar dari mulut sahabatnya yang biasanya serius dan penuh dedikasi pada seni bela diri. "Kamu sendiri, Cuimey? Apa kamu pernah jatuh cinta?"

Cuimey tertawa pelan, nada canda di dalam suaranya. "Jatuh cinta? Mungkin belum. Tapi aku pernah berpikir bagaimana rasanya menemukan seseorang yang bisa mengerti dan mendukung kita, meskipun kita hidup di dunia yang penuh kekerasan seperti ini."

Ceun-Ceun tersenyum tipis. "Mungkin itu adalah hal yang sulit. Tapi siapa tahu, suatu saat kita bisa menemukan seseorang seperti itu."

Percakapan mereka yang ringan seolah memberi jeda dari ketegangan yang mereka alami sepanjang perjalanan.

Saat percakapan antara Ceun-Ceun dan Cuimey mulai terasa lebih santai, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki di luar rumah. Ceun-Ceun langsung terdiam, memasang telinga dengan tajam. Cuimey yang berada di dekat jendela segera melirik ke luar, dan matanya menangkap sosok tiga orang laki-laki sedang berjalan perlahan di desa yang sunyi itu.

Mereka bertiga tampak cukup tampan, berpakaian seperti pendekar namun dengan gaya yang lebih kasual, tidak seperti prajurit yang sedang dalam misi besar. Wajah mereka bersih, rambut mereka terikat rapi, dan mereka tampak santai meski lingkungan di sekitar terasa mencekam.

"Siapa mereka?" bisik Cuimey, tetap waspada meski belum tampak adanya tanda-tanda ancaman langsung. "Mereka tidak terlihat seperti penduduk desa ini."

Ceun-Ceun memperhatikan mereka lebih dekat. Gerak-gerik ketiga pria itu menunjukkan bahwa mereka bukan orang sembarangan, meski tampaknya mereka mencoba menyembunyikan kemampuan mereka. "Mungkin mereka bukan bagian dari Sekte Naga Biru atau musuh lainnya. Tapi kita tidak bisa terlalu percaya pada siapa pun di sini."

Salah satu dari pria itu, yang tampaknya menjadi pemimpin, tiba-tiba berhenti dan melihat ke arah rumah tempat Ceun-Ceun dan Cuimey bersembunyi. Matanya menatap tajam, seolah-olah dia merasakan kehadiran mereka di dalam. Dia berbisik sesuatu kepada dua temannya, dan mereka segera mulai bergerak mendekati rumah.

Cuimey mengencangkan genggaman pada pedangnya, siap menghadapi apa pun. "Apa kita harus bersiap untuk bertarung?"

Ceun-Ceun menggeleng pelan. "Belum tentu. Biarkan mereka mendekat, kita lihat apa niat mereka terlebih dahulu. Jika mereka menyerang, baru kita balas."

Ketiga pria itu akhirnya sampai di depan pintu. Pria yang memimpin mengulurkan tangannya dan mengetuk pintu perlahan, suaranya terdengar jelas. "Kami tahu kalian ada di dalam. Tidak perlu bersembunyi. Kami hanya ingin berbicara."

Ceun-Ceun dan Cuimey saling pandang. Ceun-Ceun menarik napas dalam-dalam, lalu mengangguk kepada Cuimey. "Buka pintunya. Kita lihat apa yang mereka inginkan."

Cuimey berdiri dan membuka pintu dengan hati-hati. Ketiga pria itu tersenyum tipis, namun ada ketegangan di balik senyuman mereka. "Selamat sore, pendekar. Kami tidak berniat jahat," kata pria yang memimpin.

Ceun-Ceun tetap tenang dan memasang ekspresi dingin. "Apa yang kalian inginkan di desa yang sudah kosong ini?"

Pria yang memimpin langkah itu tersenyum lebih lebar ketika Ceun-Ceun mengajukan pertanyaan. "Kami dari Sekte Pedang Langit. Nama saya Ren, dan kedua teman saya ini, Li dan Feng." Ia memperkenalkan dirinya sambil menganggukkan kepala, seolah menilai Ceun-Ceun dan Cuimey dengan mata penuh rasa ingin tahu.

Ceun-Ceun dan Cuimey saling pandang, tak pernah menduga akan bertemu dengan pendekar dari Sekte Pedang Langit, sebuah sekte yang terkenal di belahan timur negeri. Ceun-Ceun menaruh kecurigaan meskipun tampaknya mereka tak bermaksud menyerang.

"Sekte Pedang Langit? Mengapa kalian ada di desa yang sunyi ini?" tanya Cuimey, dengan nada tegas namun sedikit melunak saat melihat betapa tampannya mereka. Mata Cuimey beberapa kali bertabrakan dengan tatapan Li, salah satu dari tiga pria itu, yang tampaknya menaruh perhatian lebih kepadanya.

Ren mengangkat bahu dengan santai, "Kami sedang dalam perjalanan menuju utara, mendengar bahwa ada gerakan dari beberapa sekte di sana yang mungkin mengancam keseimbangan kekuatan di dunia persilatan. Kami singgah di sini untuk beristirahat, sama seperti kalian, tampaknya."

Ceun-Ceun mengangguk, namun hatinya tetap waspada. Meski begitu, ia merasakan getaran aneh yang mulai muncul di antara mereka, terutama ketika Ren menatapnya dengan cara yang lebih intens. Mata pria itu seperti sedang mencoba menembus dinding dingin yang selama ini Ceun-Ceun bangun di dalam dirinya.

"Aku bisa merasakan kalian adalah pendekar yang hebat," kata Ren, sedikit bergairah dalam nada suaranya. "Mungkin nasib mempertemukan kita di tempat ini. Siapa tahu, kita bisa berbagi lebih banyak hal selama perjalanan ke utara."

Ceun-Ceun menyadari ada ketertarikan yang mulai tumbuh di udara di antara mereka. Bukan hanya Ren, tapi juga Li yang tampaknya tak bisa mengalihkan pandangannya dari Cuimey. Mereka semua terdiam sejenak, dan suasana menjadi sedikit lebih hangat, meski ketegangan masih ada.

Li yang sejak tadi memperhatikan Cuimey akhirnya tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana. "Sepertinya perjalanan kita bisa menjadi lebih menarik jika ditemani oleh dua pendekar tangguh seperti kalian. Mungkin kalian bisa mengajari kami beberapa teknik."

Cuimey merasa pipinya memanas, tapi ia menutupi rasa gugupnya dengan senyuman tipis. "Kita lihat saja nanti. Siapa tahu, kita punya sesuatu untuk dipelajari satu sama lain."

Ceun-Ceun tetap tenang meski detak jantungnya sedikit berdebar lebih cepat. Dia merasa ada sesuatu yang berbeda dengan kehadiran mereka. Namun, dia tidak bisa mengabaikan bahwa ketertarikan fisik dan gairah mulai mempengaruhi suasana di antara mereka.

Setelah percakapan yang sedikit tegang itu, tiba-tiba perut Cuimey berbunyi keras, membuat suasana yang tadinya serius berubah menjadi canggung. Ceun-Ceun menatap Cuimey dengan mata terbelalak, sementara Li dan Feng yang berada di samping Ren tak bisa menahan senyum.

"Sepertinya ada yang benar-benar lapar," Ren mengomentari dengan nada menggoda, sambil menyeringai.

Cuimey yang biasanya tenang, hanya bisa tersipu malu. "Aku… Aku memang lapar," jawabnya sambil berusaha keras menahan tawa yang mulai menggelegak di dalam dadanya.

Li tertawa kecil, tapi suara perut yang lebih keras muncul dari arah Feng kali ini. Semua orang langsung terdiam sesaat, sebelum akhirnya ledakan tawa tak bisa dibendung lagi. Bahkan Ceun-Ceun yang biasanya serius, ikut tertawa lepas melihat situasi konyol ini.

"Kalian bukan pendekar, kalian lebih mirip kelompok pengemis yang sedang kelaparan!" kata Ceun-Ceun sambil terkikik, membuat semua orang tertawa lebih keras lagi.

Ren yang biasanya karismatik juga akhirnya tak mampu menahan tawanya. "Baiklah, sepertinya kita harus mencari makanan dulu sebelum perut-perut ini memberontak lebih keras!"

Dengan perut yang sudah semakin lapar, mereka semua sepakat untuk pergi mencari makanan. Cuimey yang masih sedikit malu mencoba untuk tetap tenang, tapi Li tidak bisa berhenti meliriknya sambil tersenyum geli. Mereka akhirnya menemukan sebuah warung kecil yang tampak sederhana tapi menjanjikan hidangan yang menggiurkan.

Saat makanan tiba di meja, mereka makan dengan rakus, tak peduli citra pendekar yang biasanya anggun dan berwibawa. Li bahkan beberapa kali nyaris tersedak karena tertawa melihat Cuimey yang begitu menikmati makanannya dengan antusias.

"Siapa sangka, pendekar dari Sekte Pedang Langit ternyata doyan makan seperti ini!" kata Cuimey sambil tertawa, menggoda Li.

"Aku tak bisa menahannya," jawab Li dengan mulut penuh makanan. "Perjalanan jauh membuatku benar-benar lapar."

Seluruh suasana berubah menjadi penuh canda dan tawa. Rasa lapar dan haus yang tadinya menyiksa, berubah menjadi momen kocak yang tak terlupakan bagi mereka semua. Ceun-Ceun bahkan merasa sejenak bisa melupakan semua tekanan yang biasanya membebani pikirannya.

"Hidup di dunia persilatan memang keras," kata Ceun-Ceun akhirnya, tersenyum, "tapi setidaknya kita masih bisa menikmati tawa seperti ini."

Ketika mereka masih asyik tertawa dan menikmati makanan di warung kecil itu, tiba-tiba suasana berubah tegang. Dari arah jalan utama, sekelompok tentara pemerintah berkuda lewat dengan langkah angkuh. Mereka mengenakan baju zirah yang berkilau di bawah terik matahari, sementara pedang dan tombak mereka tampak terhunus di samping kuda-kuda gagah yang mereka tunggangi.

Salah satu tentara yang memimpin kelompok itu menghentikan kudanya tepat di depan warung tempat Ceun-Ceun, Cuimey, dan yang lainnya duduk. Matanya yang tajam menyapu seluruh kelompok mereka, terutama tertuju pada Ceun-Ceun dan Cuimey.

"Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya salah satu tentara, dengan nada kasar dan arogan.

Ceun-Ceun tetap tenang, meskipun dia bisa merasakan adanya ketidaknyamanan di udara. Dia tahu tentara seperti ini sering kali mencari alasan untuk mengganggu orang lain, terutama mereka yang tidak bisa membela diri. Namun, kali ini, mereka telah salah memilih target.

"Kami hanya sedang beristirahat setelah perjalanan jauh," jawab Ceun-Ceun, mencoba menghindari konfrontasi.

Namun, salah satu tentara yang berada di barisan belakang tiba-tiba tertawa keras dan dengan tatapan yang kurang ajar, mengamati Ceun-Ceun dan Cuimey dari ujung kepala hingga kaki. "Paudaramu montok-montok juga," katanya dengan nada melecehkan, membuat beberapa tentara lain ikut tertawa.

Ceun-Ceun langsung merasakan amarah mendidih di dalam dadanya. Cuimey pun tampak merah padam, bukan hanya karena marah, tetapi juga karena malu mendengar kata-kata yang tidak senonoh itu. Li dan Ren yang menyaksikan kejadian itu tampak tegang, tapi mereka tahu Ceun-Ceun bukanlah orang yang bisa diremehkan begitu saja.

"Kalian sebaiknya berhati-hati dengan kata-kata kalian," ujar Ceun-Ceun dengan dingin, tatapan matanya menusuk tajam ke arah tentara yang melecehkannya.

Namun, tentara itu hanya tertawa lebih keras, tidak menyadari bahaya yang mendekat. "Oh, apa kalian akan memukulku?" ejeknya sambil menghampiri Ceun-Ceun dengan sikap sombong. "Ayo, tunjukkan kekuatanmu kalau memang bisa."

Tanpa banyak bicara, Ceun-Ceun menggerakkan tangannya dengan kecepatan luar biasa. Dalam sekejap, tangan besinya yang penuh kekuatan menghantam dada tentara itu dengan keras, membuatnya terpental dari kudanya dan jatuh ke tanah dengan erangan kesakitan. Seluruh kelompok tentara yang lain terdiam, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

"Siapa lagi yang ingin mencoba?" tantang Ceun-Ceun, suaranya datar namun mengandung ancaman yang mematikan.

Tentara-tentara yang lain tampak ragu-ragu, tidak berani bergerak lebih jauh. Mereka tahu Ceun-Ceun bukanlah perempuan biasa, dan kekuatan yang baru saja ditunjukkannya cukup untuk membuat mereka berpikir dua kali sebelum bertindak bodoh.


Load failed, please RETRY

สถานะพลังงานรายสัปดาห์

Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
Stone -- หินพลัง

ป้ายปลดล็อกตอน

สารบัญ

ตัวเลือกแสดง

พื้นหลัง

แบบอักษร

ขนาด

ความคิดเห็นต่อตอน

เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C12
ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
  • คุณภาพงานเขียน
  • ความเสถียรของการอัปเดต
  • การดำเนินเรื่อง
  • กาสร้างตัวละคร
  • พื้นหลังโลก

คะแนนรวม 0.0

รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
โหวตด้วย Power Stone
Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
Stone -- หินพลัง
รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
เคล็ดลับข้อผิดพลาด

รายงานการล่วงละเมิด

ความคิดเห็นย่อหน้า

เข้า สู่ ระบบ